Enam bulan berlalu dengan cepat. Aku menyepi di sebuah dusun nan tenang, yang agak jauh dari hiruk pikuk metropolitan seperti Surabaya yang panas, sibuk, dan berdebu. Kanigoro, hanya sebuah dusun sepi di pinggiran Pasuruan. Sawah masih membentang luas. Ibu-ibu masih banyak yang sekadar turun menjadi buruh tani. Matun, atau membantu saat panen. Jika pagi, aktivitas sudah dimulai sejak sebelum Subuh. Anak kecil dan bapak-bapak mengumandangkan pujian dari langgar atau mushola kecil terdekat. Suasana begitu riuh. Ramah namun terkadang juga sedikit mengganggu, itu karena aku sangat tidak suka jika privasiku terganggu. Di dusun, berita cepat sekali menyebar. Bisik-bisik pun akan mengular seperti api melalap rumput kering. "Lho, An. Katanya kamu cerai ya? Sayang banget, An. Namanya juga lelaki kadang khilaf." "An, sepertinya kamu kelamaan di desa, apa nggak kerja jadi penyiar lagi di Surabaya?" "Kok bisa, Mas Argo yang ngganteng itu selingkuh ya, padahal orangnya kayak sopan pint
Terakhir Diperbarui : 2022-12-06 Baca selengkapnya