Home / Rumah Tangga / Assalamualaikum, Ex-Husband! / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Assalamualaikum, Ex-Husband!: Chapter 31 - Chapter 40

158 Chapters

Keping 21a

Keesokan pagi, aku sangat sulit bangun dari tempat tidur. Kepalaku diserang rasa sakit luar biasanya, mirip sekali vertigo. Semoga saja bukan. Hanya pusing sebelah. Pandangan mataku berkunang-kunang.Aku menelepon Bos Tisu, mengabarkan jika aku akan terlambat. Di luar dugaan Bosi Tisu mengiyakan, dengan penuh kasih sayang. "Istirahatlah, yang baik An. Aku tahu kamu butuh waktu untuk sendiri."Lha, dikiranya apa aku sedang patah hati?Ulah orang-orang di divisi Aneh Tapi Langka memang di luar nalar sehat. Seperti tanggapan Bos Tisu tadi. Berbeda dengan Bang Napi, yang kemarin sepanjang perjalanan menjahiliku dengan video viral di taman resto.Secepat itu bisa viral di medsos, apa mereka tahu kalau orang yang sedang mengomeli dua laki-laki yang berkelahi itu aku. Aku melihat video itu hanya memperlihatkan stiletto merahku saja. Bersama suaraku yang khas.Sialan, kalau jeli para pendengar di radioku dulu bisa saja mengenali kalau perempuan misterius itu aku.Judul video berdurasi dua men
last updateLast Updated : 2022-12-27
Read more

Keping 21b

Aku menyambar jilbab kaos dari balik pintu, segera membuka dan menemukan senyum sang kurir dalam kesan terpaksa."Mbak Anjadi?""Anjani.""Eh, iya maksud saya Anjani.""Ada apa?""Ini ada kiriman, tolong ditanda tangani di sini."Setelah basa basi protokoler penerimaan paket, aku menutup pintu. Mimpi apa aku semalam, ada yang mengirimkan buket besar bunga mawar seperti ini? Ini betul-betul mawar merah kan? Bukan bunga pemakaman?Maaf, sudah membuat sarapanmu berantakan.Hanya itu. Tidak ada nama pengirim apapun di sana. Aku kembali berpikir, apakah ini kiriman Argo? Jelas sekali Biru tak mungkin mengirimkan bunga-bunga ini. Lagi pula, ia tak pernah tahu di mana aku tinggal. Satu-satunya yang tahu alamat kosku ada Argo.Kenapa harus Argo sih?Tapi, ketika memandang bunga-bunga cantik ini mood-ku langsung meninggi. Tiba-tiba aku merasa begitu dihargai. Setidaknya, tidak dianggap tidak penting lagi. Aku suka bunga-bunga mawari ini.Ini terasa romantis. Bentuk permintaan maaf yang terasa
last updateLast Updated : 2022-12-27
Read more

Keping 22a

Aku menggantungkan blazer dan langsung menuju ruang MUA. Di sana, sudah berjajar beberapa presenter, artis, dan narasumber untuk program komedi dan talk show di divisi sebelah. Ruang penuh oleh orang-orang yang lalu lalang. Suara-suara MUA yang melengking dan kemayu. Aku berdiri kaku menatap semua keriuahan yang aneh ini. Kenapa aku harus ke sini sih? Biasanya, aku cukup hanya berdandan tipis ala-ala make up flawless yang tidak tebal atau norak. Sesekali, berdandan saat liputan kadang tidak tepat, misalnya saat di peternakan sapi aku sama sekali tidak berdandan, kecuali hanya untuk menghilangkan minyak di wajah. Aku tahu sapi tidak akan bisa menyaingi kecantikanku, camkan itu pemirsa! Aku terkikik geli, ketika membayangkan liputan di peternakan sapi yang riuh dan begitu ramai. Tiba-tiba seseorang mencolek pinggangku, aku tahu kalau itu Mbak Tina. Sekretaris divisi yang luwes dan terasa jauh lebih dewasa ketimbang anggota lainnya yang begitu aneh, seperti diriku ini. "Mbak juga mau
last updateLast Updated : 2022-12-27
Read more

Keping 22b

Aku berjalan perlahan dengan stiletto merah, menurut timku sebaiknya aku memakai heels karena narasumber kali ini adalah orang yang begitu penting, dan memiliki postur tinggi.Leherku akan sakit jika nekad mengenakan sepatu tanpa hak. Jadi, inilah aku dalam pakaian presenter talk show resmi, jauh sekali seperti hari-hariku bersama Bang Napi.Aku mengenakan rok span panjang dan licin dari bahan jersey dan wool, atas blus sutera dan blazer dengan bahan lembut layaknya beludru, serta hijab voal bercorak lembut dan samar.Aku tadi, nyaris protes kenapa harus memakai pakaian seperti ini. Mbak Tina, berkata nanti aku akan mendatangi narasumber di sebuah tempat peristirahatan yang sangat dingin.Tempatnya, tidak jauh. Mungkin satu jam lebih berkendara dalam minivan. Tempat itu adalah Tretes, laiknya tempat wisata di dataran tinggi yang dekat di sekitar Surabaya. Kalau berkendara ke Malang, atau Batu malah lebih jauh lagi. Aku bersyukur hanya sampai di Tretes saja."Apa kau bisa mempertahanka
last updateLast Updated : 2022-12-27
Read more

Keping 23a

Mataku menyipit menatap rumah sebesar ini. Pasti pemiliknya bukan orang sembarangan, aku menatap dari balik kaca gelap van yang sudah ditutup kembali oleh Bang Napi. Ia seperti menyiapkan diri sebaik mungkin.Aku mengernyitkan dahi, kembali berpikir. Apa rumah ini peninggalan masa-masa di era colonial?Arsitekturnya menunjukkan hal tersebut. Deretan tiang dengan lapisan marmer di sekeliling rumah. Halaman yang luas, penuh dengan taman-taman hijau yang terawat. Jalan pribadi dengan tatakan batu kali yang rapat dan tampak terawat. Hutan-hutan buatan sebelum mencapai villa.Mobil van kami berhenti di depan rumah kuno namun menawan tersebut. Serta merta, aku turun dengan hati berdebar. Di sampingku, Bang Napi cengar cengir, dan tersenyum lega. Dia agak gugup, tapi bisa mengatasinya dengan baik.Seseorang—mungkin kepala pelyan tempat ini keluar dari dalam rumah. Aku takjub masih ada orang atau mungkin keluarga yang mempekerjakan abdi dalem di dunia yang begitu modern. Eh, apa dia ini abdi
last updateLast Updated : 2022-12-27
Read more

Keping 23b

"Aku ingin menyegarkan diri. Di sini aman, tidak ada yang mengganggu. Mereka pasti segan dengan Juan, termasuk keluargaku." Suaranya menggantung. Penuh kalimat tanda tanya. Maksudku, aku yang bertanya-tanya dan berusaha mencernanya.Aku berusaha memercayainya. Biru sedikit berbeda hari ini. Iya, ini sudah kukatakan berulang kali kan?"Kenapa Pak?" Duh, lancang benar mulutku.Ia memandangiku, serasa seperti mengulitiku dari ujung hijabku, hingga rok span yang sepertinya aneh dilihatnya."Kau terlalu rapi, Jani. Seperti sedang membawakan acara berita politik." Ia seperti tersenyum lebar."Ini kan protokoler talk show, Pak?""Ini hanya wawancara pribadi, Jani. Apa tak kau pelajari materinya?""Sudah Pak. Berulang kali," sahutku cepat.Ia menyandarkan punggung di kursi."Aku suka di sini. Juan betul-betul hebat. Rumah ini kebal dari ancaman nyamuk pers dan orang-orang usil," ia tertawa kecil, "lalu, kapan kita mulai wawancara?"Bang Napi berdehem, kemudian menoleh ke salah satu anggota ti
last updateLast Updated : 2022-12-27
Read more

Keping 24a

"Kamu berkeringat, Jani."Suara Biru terdengar jauh, apa benar? Bukankah di sini hawanya sangat dingin? Tidak sedingin di Bromo sana, tapi tetap dingin ketimbang Surabaya yang panas, lembab, dan lengket.Aku menggeleng, "Tidak apa-apa, Pak."Ia mengerutkan kening mendengar jawabanku. Aku hanya tersenyum hambar, sementara perutku merasa diaduk-aduk. Ke mana timku tadi? Apa mereka menyiapkan tempat untuk wawancara nanti?Aku melihat bayang-bayang mengabur, dan kepalaku terasa berputar-putar. Sementara suara Biru terdengar jauh. Ia begitu jauh. Hingga aku merasa semua terasa gelap.OOOSaat aku membuka mata, aku tidak melihat bayangan anggota timku di sini. Kelambu berwarna putih, berderak-derak di antara angin dingin yang lewat melalui jendela.Kamar ini terlalu besar untukku, mirip kamar-kamar dalam film klasik historical romance. Kamar bergaya Eropa di abad ke-18 atau ke-19. Kamar-kamar putri Bridgertone, bangsawan Inggris. Ini di mana? Apa aku sedang berhalusinasi?Ruangan terasa tem
last updateLast Updated : 2022-12-27
Read more

Keping 24b

"Jangan takut, ini aku Jani." Ia berkata samar, duduk di sandaran tempat tidur yang terbuar dari kayu pilihan. Ia tampak baru terbangun, ia mengucek matanya. Melihatku dalam keadaan paling jelek sedunia.Biru meletakkan kakinya di atas lantai."Aku kedinginan, Pak," ucapku dengan gemetar, "aku mau ke toilet, Pak." Aku seperti anak TK, ia berdiri membimbingku dengan telaten. Di mana toiletnya?Oh ternyata di sini. Ada sebuah pintu besar berukir keemasan. Aku membukanya. Ia sedikit menjauh. Lalu, aku masuk ke dalam. Toilet hotel di sebuah istana di atas bukit. Bagus benar nasibku hari ini.Aku mengejang, perutku terasa diaduk-aduk. Aku kembali mengeluarkan isi lambungku. Kali ini lebih leluasa, karena Biru tidak ada di sini. Aku melihat deretan pasta dan sikat gigi yang masih baru. Semua berlabel hotel de Borgh. Aku di mana ini?Aku menggosok gigi. Merasakan betapa mengesalkan ritual ini di saat badanku terasa sakit. aku merapikan pakaianku. Aku harus mengganti bajuku ini. Baju rapi, d
last updateLast Updated : 2022-12-27
Read more

Keping 25a

Aku terbangun. Rasanya masih gelap dan samar-samar. Ruangan masih seperti berputar, aku ingin duduk tapi terhuyung-huyung. Lidahku seperti terbelit di mulut. Aku ingin bersuara, tapi rasanya begitu pahit."Kau bangun lagi," Biru mendekat seperti bayangan dalam kegelapan, sebentuk wajah yang akrab di dalam lift, di dalam resto, dan di dalam kantornya yang megah dan mewah. Betul-betul bukan kelasku.Aku menyipitkan mata, masih bingung apakah ini mimpi ataukah bukan? Ia duduk di sebelahku. Bajunya masih kaos kasual yang tidak jelas warnanya, masih tampak memburam dan aneh. Kaos itu lengket di tubuhnya, sehingga aku bisa dengan jelas dan samar melihat otot dada dan perutnya.Ada apa dengan otakku ini, heh?"Aku kedinginan," tanganku meraba hijabku yang tampak miring dan awut-awutan, "apa Bapak melihat rambutku?" aku mendelik, tapi bahuku terasa kuyu."Kamu masih demam, harusnya minum air dan obat," ia memberikan segelas air. Aku menerimanya, tanganku gemetar. Setelah menelan pil, rasanya
last updateLast Updated : 2022-12-27
Read more

Keping 25b

"Saya nggak pernah lihat Bapak pakai kaus begini.""Iya, kau sudah bilang kemarin.""Krem, putih, biru garis-garis, biru muda, biru tua, hijau telur asin, hitam," aku menghitung dengan memberi isyarat jariku. Terasa melayang jauh. "Kenapa kau ini?" ia bertanya, senyumnya semakin lebar."Itu warna kemeja Bapak, dalam seminggu. Ada jadwalnya," aku mengoceh semakin aneh. Seperti lepas, tak terkendali. Ada apa aku ini?"Iya, aku mengaturnya. Lajang yang tidak diurus siapapun.""Seharusnya kemeja Bapak bisa lebih variative, agar tidak tertebak olehku.""Kenapa?" ia bertanya seolah aku ini balita, dan dia pengasuhnya.Kenapa wajah dan bajuku berantakan? Pasti aku sangat jelek di matanya. Gadis sakit yang menjengkelkan dan cerewet. Seharusnya, aku memakai gaun yang anggun, senada dengan ruangan klasik ini. Itu akan terasa dramatis seperti rumah ini. Istana di atas gunung."Agar lebih misterius." Aku menyahut, semakin melantur."Kau masih mengigau.""Saya haus Pak."Ia memberikan segelas air
last updateLast Updated : 2022-12-27
Read more
PREV
123456
...
16
DMCA.com Protection Status