Share

Keping 8

Author: Puspitalagi
last update Last Updated: 2022-12-26 20:58:14

“Suka baca puisi?” sahut Biru begitu saja, saat aku mengomentari namanya.

Aku tentu menggeleng. Aku suka membaca, tapi bukan tipe melankolis melambai-lambai.

“Kok tahu kalau ada puisi dengan judul namaku?” tiba-tiba wajah Biru tampak menahan rasa geli, dia melirik penuh arti Ibu yang sedari tadi mengawasi kami.

“Aku pernah bikin puisi saat SD dulu, judulnya Langit Biru,” jawabku begitu saja. Tak begitu menghiraukan bagaimana reaksi Biru tadi.

“Oh, begitu. Aku jadi tersanjung,” katanya, “berarti namaku menginspirasi.”

“Iya, mungkin ya Nak Biru. Biasanya kalau orang nulis itu kan sesuai alam bawah sadar. Seperti Jani ini,” Ibu tiba-tiba mencolek lenganku, tersenyum begitu lebar.

Aku meringis. Kenapa? Ada-ada saja sih.

Aku menoleh ke arah pintu gerbang di samping taman. Tampak begitu ramai, mungkin ada beberapa rombongan tamu datang. Semakin senja tamu-tamu begitu saja berjubel di halaman dan memenuhi seisi rumah.

“Senang bertemu denganmu lagi, Jani.” Katanya lagi.

“Terima kasih,” jawabk
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ervina Boleng
toko Jani terkesan terlalu lebay jd gemes yang baca.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 9

    Pagi ini aku tersaruk-saruk dari meja kopi setelah menghabiskan sarapan pagiku, sepiring nasi pecel dan kopi. Aku perlu tenaga untuk mengawali hari pertama masuk kerja. Di sebuah studio televisi.Memang sih, nanti pekerjaanku akan membuat aku banyak berada di luar studio karena menurut bos baruku—yang aku lupa namanya, tapi yang kuingat dia memiliki rambut setipis tissue, aku akan bekerja sebagai reporter.Aku mengenakan rok hitam, dan atasan berupa blus kerja abu-abu. Serta hijab bercorak lembut. Penampilanku masih mirip-mirip anak magang ketimbang reporter professional. Yah, tak mengapa kan?Aku mengendarai ojek online agar tak terkena macet, seperti biasanya. Karena jam-jam seperti ini rawan kemacetan. Akhirnya aku tiba di sebuah gedung tinggi bertingkat.Sungguh jauh beda dengan tempat kerjaku dahulu.Aku bertekad, kali ini harus berhasil dan sukses. Atau tidak muluk-muluk sih, aku ingin hari pertama kerja ini aku tak banyak menimbulkan masalah.Biasanya, seorang Anjani terkenal a

    Last Updated : 2022-12-26
  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 10

    Aduh! Tadi kenapa aku harus salto seperti itu sih?Macam film laga saja, ini kan liputan berita olah raga, kalau nggak salah sih. Tapi, kata Martin ini liputan untuk acara live acara Aneh Tapi Langka. Beda bukan ya?Apa Bos Tissue bakal marah nanti?Begitu pikirku setelah Bang Napi memamerkan senyum seribu dollarnya, dan mengajakku untuk mewawancarai beberapa atlit dayung yang sedang berkerumun di sebuah sudut dekat panggung untuk penyematan hadiah.Aku menyeruak di antara kerumunan orang dan tergesa-gesa mencari narasumber untuk diwawancarai. Ini tentu saja memakan banyak waktu. Namun, aku harus tangguh, lagipula Bang Napi ada di sampingku. Jadi, tidak ada yang perlu aku takutkan, bukan?Saat aku selesai mewawancarai salah satu atlit dengan tinggi 180 cm dan begitu besar, sehingga aku sulit untuk menatap wajahnya yang tampak jauh di atasku—pandanganku tiba-tiba berkerlip seperti melihat hantu.Bukan hantu siang bolong, tapi hantu penunggu radio tempat aku bekerja dulu.Hem. Apakah ad

    Last Updated : 2022-12-26
  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 11a

    Tring!Jantungku terasa meledak begitu mendengar lift berhenti di lantai ke-30.Ini beneran kan? Bukan adegan di Fifty Shades of Grey?Aku memiringkan kepala, menggetoknya perlahan agar tidak berhalusinasi menjadi Anastasia Steele, yang sedang bersiap bertemu Mr. Grey.Halah.Ini mungkin efek badan yang terlalu lelah dan letih setelah hari yang demikian berat. Punggungku terasa kaku dan pegal, sementara kakiku sakit.Aku sekarang tentu saja tidak sedang memakai sepatu olah ragaku yang penuh dengan lumpur dan pasir. Setelah mengitari kota dan berlarian bersama kru dan Bang Napi berburu berita.Aku berjuang melewati pintu lift, dan segera saja menemukan ruang lobi yang begitu mewah, penuh kaca, berlantai granit, dan terasa begitu bersih. Berbeda sekali dengan ruang-ruang di bawah. Tempat berkumpulnya para kacung korporat sepertiku ini.Aku menahan senyum geli, menyadari bahwa aku sekarang pun ternyata telah menjadi salah satu kacung korporat di media terbesar di Surabaya ini. Aku tak men

    Last Updated : 2022-12-26
  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 11b

    Aku perlahan-lahan membuka mataku yang tadi begitu saja kupejamkan begitu erat. Perempuan di depanku tiba-tiba memasang wajah kemayu dan manja, ada apa sih ini? "Oh, enggak. Tadi aku mau ngucapin selamat sama pegawai barumu ini, Honey," katanya dengan suara dibuat-buat. Aku hanya bengong. "Betulkan? Eh ... ehm, Anja—Anjani?" kata perempuan itu dengan wajah seperti ingin ditabok. Aku lalu mengangguk, tak berani mengangkat wajah. Mungkin yang sedang berada di belakangku ini adalah CEO JMTV. Oh, ngerinya! Kenapa aku masuk ke dalam skandal mereka ini sih? "Mbak Anjani, silakan masuk ke dalam ruangan. Bapak sudah menunggu!" sekretaris berbaju licin dan berdandan prima itu tiba-tiba menarikku dan membawaku ke sebuah ruangan. Aku menurut. Aku masih bingung tentu. OOO Tiba-tiba aku merasa menjadi orang paling tolol dan bodoh sedunia. Bagaimana tidak? Tadi itu kenapa sih sebenarnya? Oh, ya Allah. Ya Tuhanku, tolong bisikkan pada CEO JMTV agar tidak memecatku karena mengetahui skanda

    Last Updated : 2022-12-26
  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 12a

    Sialan. Sialan besar tentu saja. Aku dan dua kakiku ini seperti terpaku di atas lantai karpet tebal. Ini karpet dari mana? Lebih mirip rumput golf saking tebalnya. Duh, kok kamu mikirin karpet sih Jani! Aku tersedak dengan ludahku sendiri. Menggeleng lemah saat menemukan kondisi kalau aku kembali jatuh. Jahatnya pula, tersandung kakiku sendiri. Kalau sekiranya ada yang menjegal kakiku ini tentu itu lebih heroik, ada tokoh antagonis yang yang mengindimidasiku. Tapi ini tidak. Justru kakiku ini. Kaki kananku yang semampai (maksudnya semeter tak sampai) inilah yang menyebabkan aku jatuh terjerembab, dengan posisi kepala merunduk ke dalam kantor. Aku tentunya sedikit malu dong. Koreksi, malu yang begitu banyak. Karena ini kantor CEO JMTV yang mulia, agung, dan mewah! Norak banget sih aku ini? Ya, Tuhan. Tolong bisikkan kalimat sakti agar Pak CEO tidak menyadari kegugupanku. Atau setidaknya ia tak marah dengan perilaku konyolku ini. Aku mencoba bangkit, merangkak tentunya. Duh, aku

    Last Updated : 2022-12-27
  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 12b

    "Kalau kau sedang gugup, maka kau akan jatuh. Mungkin terjerembab atau tersuruk ke depan. Itu yang bisa kulihat," jelas Biru dengan suara begitu tenang. Sangat tenang sehingga aku merasa begitu ngeri.Entahlah, aku merasa seperti dikuliti di sini. Bisa jadi malah merasa ditelanjangi. Diletakkan di bawah mikroskop, lalu Biru atau what the hell—CEO JMTV ini mengamatiku dengan begitu cermat.Aku diteliti. Seperti subyek penelitian di sebuah lab ilmuwan gila yang mungkin tidak pernah kukenal sebelumnya.Oh, my God. Apa Biru mau balas dendam karena kemarin di pesta Winda aku tidak ramah padanya?Oh, No!Jangan dong."Kenapa Anda ingin bekerja di media visual, Bu Anjani?" itu pertanyaan Biru, tanpa menghiraukan diriku yang seperti terpaku di atas kursi ini.Ini tentu pertanyaan yang begitu mudah bukan?Jadi aku dengan santainya (untuk menutupi kegugupanku) berkata bijak, "Dulu saya bekerja di radio, saya menyukai jurnalisme elektronik. Di media visual ini pun, saya bisa bekerja sesuai passi

    Last Updated : 2022-12-27
  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 13a

    "Argo?"Mataku melotot memandanginya.Aku melangkah terburu-buru begitu turun dari lift, dan bergegas melewati lobby kantor. Sudah malam, jadi tidak seramai saat jam kantor biasanya. Hanya saja, kalau studio televisi seperti ini, tentu saja selalu ada yang bekerja hingga pagi. Shift kerja tentu saja.Aku sudah memesan taksi online, agar cepat sampai di tempat kosku. Sayangnya, hingga sekarang aku belum mendapatkan balasan.Sepertinya sudah sangat malam. Apa saja yang kulakukan seharian ini sih? Sampai begini larut?Mana jantungku masih berdebar tak karuan gara-gara menemukan Biru dengan versi yang terasa begitu berbeda.Pikiranku masih penuh dengan bayangan Biru. Oh, mukaku seperti kepiting rebus, begitu meninggalkan Pak CEO dengan nada dering ala kuntilanak. Oke, aku memang aneh, sedikit absurd.Aku sudah berulang kali mengganti nada dering itu. Tapi, selalu saja kembali ke asalnya. Jadi, mau bagaimana lagi?Tiba-tiba kesadaran mengembalikanku ke tempat semula. Aku tertegun begitu la

    Last Updated : 2022-12-27
  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 13b

    "Ini sudah cepat, Jani. Lalu lintas agak padat. Tenang ya, kamu mesti sabar."Aku mengenyakkan tubuhku di kursi penumpang. Mengamati keramaian metropolis dari balik jendela gelap."Sudah lama ya sepertinya, kita tidak semobil seperti ini?"Apa sih maksud Argo ini?"Iya.""Kamu tadi sudah makan belum?"Oh, ya Tuhan. Aku lupa, tadi aku belum makan. Pantas saja badanku gemetaran seperti ini. Jadi, ini bukan efek Biru ataupun Argo kan? Ini semata karena aku setelah seharian beraktivitas tadi, belum makan malam. Makan malam yang terlambat."Kita ke rumah makan sebentar, Jani. Aku lapar," kata Argo membelokkan mobilnya, menjauh dari rute menuju kosku.Aku berpikir, betul juga.Aku juga harus membeli makanan, tidak mungkin dalam keadaan perut kosong seperti ini aku pulang dan tidur. Aku tak akan bisa memejamkan mata, jika tidur dalam keadaan begini."Kamu masih suka bebek goreng?"Membayangkan si bebek dalam kondisi begini bagaimana ya. Secara adab, aku sebenarnya tidak pantas bersama Argo d

    Last Updated : 2022-12-27

Latest chapter

  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 84b

    Anjani RahmaSangat menawan dengan jas putih sempurna. Dengan bunga kecil di saku atas jasnya. Rambutnya tampak berkilau ditimpa sinar lampu, aku mengingat rambut itu. Mirip rambut aktor Jepang. Dulu, saat aku kecil, aku merasa ia penjelmaan tokoh manga.Ketika aku sudah mendekat padanya. Aku mengenali wangi parfum kesukaannya. Ketika pandangan kami bertemu, beberapa detik waktu membeku. Seolah ada yang lepas begitu saja dari dalam diriku. Seperti gumpalan kertas yang menggelinding. Ada kelegaan dan rasa nyaman.Tentu saja, kami akan selalu bersama-sama, iya kan?Kami akan baik-baik saja.Aku tersenyum, ia pun demikian. Lalu, ia membimbingku.Aku menyerahkan buket bungaku pada Lupita. Jemari Biru meremas tanganku lembut. Aku menatapnya, seperti sedang kecanduan sesuatu.Jani, ingat ini di hall masih banyak orang."Mas.""Sst, jangan ngobrol dulu, Jani. Ini masih jalan.""Eh, iya.""Kamu cantik."Aku tersipu-sipu, dan seketika itu semua orang di dalam hall terasa lenyap.Baiklah, aku h

  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 84a

    Anjani RahmaTentu saja aku terperangah. Itu aku. Iya, itu aku.Perempuan dalam balutan kebaya dengan ekor dua meter itu, aku. Nyaris saja aku lupa bagaimana wajahku. Ya, bagaimana sih. Ini seperti tampilan artis begitu. Tampaknya terlalu cantik dan glamour. Namun, begitulah aku sekarang.Sebentar lagi, aku akan turun di hall utama Plaza Athena. Ada ribuan pasang mata yang akan mengamati gerak gerikku. Tentu saja mungkin ada yang penasaran karyawan seperti apa yang bisa memikat bos CEO-nya. Apakah kejadian itu ada di alam nyata, tidak sekadar dalam cerita-cerita fiksi ala platform?Setidaknya, tadi sudah hampir satu jam aku berada di suite mempelai perempuan. Menyiapkan diri untuk tampil sebaik mungkin di malam bersejarah ini.Aku menelan ludah canggung.Rasa-rasanya mustahil rencanaku berhasil, tapi sejauh ini kurasa cukup lancar. Aku masih belum membayangkan bagaimana reaksi Biru, karena kata Ibu tidak boleh bertemu dulu dengan mempelai laki—biar nggak sial. Padahal, kata Ibu juga i

  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 83b

    Anjani Rahma "Sabar, Jani. Nanti giliranmu keluar, kita menunggu aba-aba dari sekretaris EO ya," Ibu seperti mengerti pikiranku.Semua ini terasa begitu glamour, memang ini bukan gayaku. Namun, ini adalah lifestyle relasi Biru dan budaya di kalangan mereka. Jadi, menurutku tidak mengapa. Hal yang masih kupikirkan adalah adanya pesan dari Mbak Wati, yang sedang menunggu Pak Menkes di halaman kantor Gubernur.Well, iya. Aku masih minta bantuan divisi Aneh Tapi Nyata, kan mereka juga sahabat sejati. Ada juga tim dari acara Talk Show Kesehatan yang sudah bersiap di rooftop yang disulap seperti studio tertutup yang sangat lux, agar kalau Pak Menkes datang. Saat acara berlangsung angin besar tidak mengganggu."Keluarga Biru sudah datang, Nduk," Ibu tersenyum begitu manis.Aku merasa kaget, "Siapa saja Bu?""Lho ya keluarga Biru, semua anggota keluarganya.""Papa juga?""Ya harus to. Kan ini putra kesayangan Dokter Mada."Kesayangan. Ya, semoga saja deh Bu. Aku sedikit nyengir, namun hatiku

  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 83a

    Anjani RahmaBaik. Baiklah. Aku tidak boleh panik.Rencana ini akan berhasil, namun sebenarnya aku cemas juga."Jani, aku rasa rencana itu terlalu berani," bisik Lupita di telingaku.Aku sedang menggenggam gawai, dan jemariku berkeringat karena udara dingin dalam ruangan di tepi langit ini. Bukan, ini bukan apartemen atap langit. Melainkan, Plaza Athena, tempat resepsi pernikahan kami berlangsung malam ini.Beberapa hari kemarin, semua sudah dirancang dengan baik oleh EO dan juga beberapa kerabat yang datang dari seluruh nusantara. Tentu saja, Ibu dan Bapak, serta Mas Seno ikut membantu. Karena, Biru seorang diri di sini. Maksudku, kerabatnya sudah diundang, hanya saja sepertinya tidak ada budaya rewang ya. Sebab itu, Biru sangat mengandalkan EO. Tapi, kan selalu ada yang harus dibenahi ini dan itu."Jangan pesimis begitu dong, Pit." Kataku sedikit kesal, kalau aku sedang dirias mungkin MUA, mungkin dia akan terbelalak melihat ekspresiku ini. Karena bisa-bisa merusak riasan.Oh iya,

  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 82b

    Anjani Rahma Maka, karena aku tidak punya siapa-siapa yang bisa diganggu di jam begini. Aku menelpon Lupita."Jani, ampun dah, jam berapa ini?" katanya serak sembari menguap di telepon yang kugenggam."Dah, ah. Kamu kan masih jones, jadi sesekali bantu aku kan nggak apa-apa, Pit.""Jones sih jones, Jani. Tapi besok aku kerja. Belum ada yang ngasih aku nafkah kayak kamu begitu. Aku masih berbentuk dendeng yang harus terus berimprovisasi agar survive di sini," keluhnya."Lha sekarang, kok malah kamu yang curhat sih, Pit?"Dia terdiam, "Eh, iya juga sih ya." Lalu ia tertawa terbahak-bahak sampai telingaku sakit."Jangan ngikik kayak kuntilanak begitu dong, Pit. Bayiku nanti nggak bisa tidur.""Heleh, bayimu masih di perut."Aku bersimpuh di karpet tebal yang terletak di ruang tengah. "Gini, Pit. Sepertinya Papa Biru itu nggak bisa datang. Padahal, kan Biru ngarepin banget ortunya datang semua.""Oh, kok begitu sih?""Ya, kan aku pernah cerita.""Sekilas.""Iya, memang. Sekilas saja sih.

  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 82a

    Anjani RahmaAku terpaku menatap Biru yang terlelap di sampingku. Ini sudah agak larut sebenarnya, tadi pukul sembilan, Biru baru pulang. Sedikit terlambat tidak seperti hari biasanya memang. Konon, proyek pembukaan cabang baru JMTV begitu menyita perhatiannya. Ia tampak lelah. Tidak mudah untuk membuka dua cabang sekaligus, di Batam dan Jakarta.Ia pulang dengan wajah kusut, lalu begitu saja ia berbicara perlahan, "Jani, kalau nanti orang tuaku tidak bisa datang. Tidak apa-apa ya. Kan kemarin kita juga sudah bertemu mereka di pernikahan Samu."Lalu Biru meneguk segelas air di meja makannya. Aku hanya terdiam lama mendengarkan hal tersebut, bagaimana ya. Aku sebenarnya tidak kaget, tapi kalau mertuaku turut hadir rasa-rasanya akan istimewa. Bukankah dulu, di Kanigoro orang tua Biru juga tidak menampakkan diri?"Mas, apa Papa dan Mama tahu kalau aku juga sedang hamil?""Iya.""Mereka senang tidak sih mau punya cucu?""Mama sangat bahagia, tapi Mama tidak bisa ke sini.""Papa kenapa?""

  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 81b

    Anjani Rahma Tanpa kusadari sejak kehamilan ini, aku jadi sering melupakan hal-hal penting. Karena sepertinya aku terlampau fokus, bisa jadi karena euphoria sudah begitu lama menginginkan bayi, dan bayi itu dari benih Biru!Ups, jangan begitu. Namanya juga takdir, tapi ini juga cara Allah menunjukkan kalau aku memang sebaiknya berjodoh dengan Biru kan ya?"Piit, aku udahan ya," aku menutup gawai dan meletakkan punggungku yang pegal di atas sofa putih keabuan yang besar dan empuk. Pikiranku melayang pada orang tuaku dan Mas Seno.Oh, no! Kenapa aku belum menelpon mereka ya?Aku mengetik pesan instan karena sedikit malas menelpon. Aku tentu saja akan melepon Ibu karena aku harus yakin, kalau sudah memberitahu mereka. Mengundang juga keluarga dari Kanigoro.Kemudian kunyalakan televisi, dan kulihat iklan-iklan popok bayi berseliweran ke sana ke mari. Kembali aku mengingat Nawang dan bayinya. Persalinannya yang heboh, rahim kecil yang bisa terbuka lebar ketika kepala bayi keluar.Oh, ter

  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 81a

    Anjani RahmaAku bergegas menaiki tangga menuju lift ke atas atap langit. Itu sebutan untuk penthouse kami, sebenarnya menyebut penthouse juga kurang menyenangkan bisa mengundang orang-orang jahat dan sok tahu. Jadi, kami—maksudku aku dan Biru memutuskan untuk menyebutnya rumah atap langit. Seperti nama kesayanganku, Biru. Duh, aku bucin nggak sih!Setelah seminggu kemarin aku membantu Nawang bersalin, lalu kembali pulih karena Biru merawatku—bayangkan suami yang membantumu pulih. Bagaimana bisa aku tidak jatuh hati padanya? Hanya saja, ya begitulah. Terkadang, aku agak kesulitan menebak apa yang diinginkan Biru. Apa rencananya. Apa juga yang dia inginkan.Bagiku, bahkan hingga aku menjadi istrinya—Biru masih tetap misterius dan penuh teka teki. Bukan—bukannya aku tidak memercayai Biru ya. Tapi, aku merasa ia agak kesulitan membuka diri. Apa karena trauma masa kecil, atau bagaimana. Tumbuh menjadi itik buruk rupa di rumahnya. Padahal, kan dia itu kan ganteng banget! Kalau dibandingin

  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 80b

    Langit Biru"Harusnya Mama dan Papa datang.""Tapi, Mama bisa kan?""Insya Allah Mama bisa, Sayang.""Kalau Papa?"Terdengar hening sebentar di ujung sana.Aku sudah terbiasa dengan ini semua, jadi aku tidak merasa sedih ataupun sakit hati jika Papa tidak bersedia datang. Aku memang bukan anak emas Papa. Entahlah, mungkin karena secara genetik bakatku tidak mirip Papa dan Mama."Semoga Papa bisa datang ya Nak."Tentu saja, selalu perkataan itu. Seperti halnya pernikahan pertamaku dahulu, Papa telat datang—kalau-kalau ia tidak tahu itu adalah anak dari relasinya, seorang tokoh politik yang sekarang juga menjadi besannya."Baik, Ma. Tidak apa-apa."Aku menelan ludahku, dan merasa kesal setengah mati. Tapi, biarkan saja. Aku harus kembali bekerja, ada berderet meeting di hari ini, sampai sore mungkin hingga malam menjelang. Itu akan lebih baik ketimbang bayangan Papa dan semua hal tentangnya menghantuiku setelah percakapan pahit ini. OOO"Menurut Mas terapi apa si Argo?" tanya Anjani d

DMCA.com Protection Status