All Chapters of Pembalasan untuk Madu yang Menjadikanku Babu: Chapter 41 - Chapter 50

77 Chapters

41. Kencan Pertama

Beberapa hari berlalu. Di kediaman keluarga Sultan, Wati tengah mematut diri di depan cermin kamarnya. “Nona, Tuan Alde sudah datang,” lapor Lily yang mendadak muncul di ambang pintu kamar. Wati tetap berdiri di tempatnya. Ia hanya menghadapkan tubuh ke arah Lily. “Menurutmu aku sudah cantik? Sudah sempurna?” tanya Wati sungguh-sungguh. Lily menatap sekilas dandanan dan gaun yang dikenakan oleh Wati. “Nona sudah cantik dan terlihat sempurna. Jangan khawatir,” ujar Lily membesarkan hati. Barulah Wati tersenyum lega. “Ini kencan pertamaku dengan Alde. Wajar kan kalau aku gugup?” tanya Wati. Lily mengangguk-angguk. Wati meraih sepatu tumit tinggi berwarna merah yang sedari tadi tergeletak di dekat meja riasnya. Warna sepatu itu senada dengan gaun yang t
last updateLast Updated : 2023-01-07
Read more

42. Pengintai Misterius

Potongan kalimat Alde yang tertangkap oleh telinga Wati membuat sekujur tubuh Wati menjadi kaku. Selama sesaat Wati membeku di tempat. Ia tak tahu harus berbuat apa. Apakah ia harus menegur Alde dan memergokinya yang mengucap kata sayang kepada gadis tak dikenal di telepon itu? Bukankah ia berhak karena ia sekarang adalah tunangan Alde? Namun, keraguan menyergap benak Wati. Apakah tingkahnya tak akan terlihat konyol dan memalukan? Ia takut terlihat kampungan.  "Tentu. Sudah pasti itu." Alde masih terus mengobrol dengan seorang wanita di seberang sana. Tak terlihat tanda-tanda bahwa ia menyadari keberadaan Wati di belakang punggungnya.  Air mata menitik di sudut mata Wati. Pada akhirnya, Wati memutuskan untuk mundur. Dengan perlahan, Wati berbalik dan kembali ke tempat duduknya semula. Ia diam mematung di sana menunggu Alde kembali. Selera makannya sudah lenyap. Alde kembali dengan wajah ber
last updateLast Updated : 2023-01-07
Read more

43. Kekasih Alde

Mobil masuk melewati pintu gerbang, lalu meluncur mulus melewati deretan pohon palem yang ditanam sepanjang jalan sampai ke pintu depan rumah keluarga Sultan. Tepat di depan pintu utama, mobil berhenti. “Masuk dulu, Mas,” kata Wati berbasa-basi. Alde menunduk ke arah pergelangan tangan kirinya, tempat jam tangan mewah bersepuh emas melingkar dengan elegan. “Lain kali saja, Shelia. Terima kasih. Aku masih ada janji yang lain,” tolak Alde. Wati mengangguk tanpa berusaha membujuk. Toh ia memang tak berharap Alde mau turun. Apalagi setelah kejadian telepon di restoran tadi. “Oke. Hati-hati di jalan, Mas,” kata Wati. Mobil berputar arah. Alde melambaikan tangan sebelum mobil meluncur pergi. Setelah membalas lambaian tangan Alde, Wati langsung berbalik untuk masuk rumah. Ia tak merasa perlu repot-repot menunggu mobil Alde menghil
last updateLast Updated : 2023-01-08
Read more

44. Keputusan Shelia

“Jadi mereka sepasang kekasih,” cetus Wati dengan hati yang perih. Tatkala Alde dibawa ke rumah keluarga Sultan dan dikenalkan sebagai tunangannya, Wati berpikir hidupnya seperti di negeri dongeng. Aldebaran adalah pangeran tampan berkuda putih seperti dalam dongeng putri Disney. Ternyata semua itu hanya ilusi. “Mengapa Ibu tidak menceritakan hal ini sebelumnya? Jika Alde adalah tunangan Raya, mengapa dia ditawarkan kepadaku?” tanya Wati lagi dengan suara serak karena menahan tangis yang hampir tumpah. “Maafkan Ibu. Ibu juga tidak menyangka bahwa Alde ternyata sungguh-sungguh mencintai Raya dan sebaliknya. Selama ini Ibu berpikir, Alde dan Raya menerima pertunangan ini sebagai perjodohan bisnis. Mereka berdua mau dijodohkan karena tahu bahwa mereka harus menikah demi hubungan baik antar keluarga. Oleh karena itulah, ketika Raya diketahui bukan anak Ibu, Alde kami jodohkan denganmu,” je
last updateLast Updated : 2023-01-08
Read more

45. Curhat Wati

Mobil kecil berjenis city car yang sedang melaju itu bukan mobil yang biasa keluar. Dedy mengamati mobil itu dengan ekspresi ragu. Tiba-tiba mobil itu menepi di sebuah kios buah-buahan di pinggir jalan. Wati keluar dan membeli buah. Melihat Wati, Dedy menatap tajam istrinya tersebut. Dedy menghampiri seorang tukang ojek yang sedang mangkal sambil terkantuk-kantuk. “Pak, saya mau minta antar,” kata Dedy kepada seorang lelaki yang umurnya tak  berbeda jauh dengan dirinya. “Ke mana, Pak?” jawab si supir ojek sopan. “Ikuti mobil yang baru jalan itu.” Dedy menunjuk mobil Wati yang kembali melaju setelah Wati selesai berbelanja buah. “Siap!” supir ojek memberikan helm kepada Dedy. Dedy menguntit mobil Wati.*** “Wati, buat apa kamu repot-repot begini,” ujar Bu Nara seraya t
last updateLast Updated : 2023-01-09
Read more

46. Sopir yang Aneh

Wati mengangguk pertanda setuju dengan ucapan Bu Nara. “Iya, Bu. Aku juga berencana untuk membatalkan pertunanganku dengan Alde. Aku akan mengatakannya kepada ibuku nanti. Saat ini, aku hanya memerlukan teman untuk mendengarkan keluh kesahku,” desah Wati seraya mengusap air mata yang meleleh di pipi. Bu Nara meraih Wati ke dalam pelukan, lalu mengusap-usap punggung Wati dengan penuh kasih sayang. Wati merasakan hangatnya rangkulan Bu Nara seperti layaknya kehangatan dekapan seorang ibu kandung. Wati menghirup aroma Bu Nara dalam-dalam dan ia merasakan ketenangan merasuki jiwanya. “Jangan sedih atau putus asa. Ibu yakin, suatu saat akan kamu temukan cinta sejati,” hibur Bu Nara. “Semoga, Bu. Aku sangat ingin menemukan cinta sejati di dalam hidupku,” balas Wati dengan suara bergetar menahan tangis. Meski mendapat penghiburan dari Bu Nara, na
last updateLast Updated : 2023-01-09
Read more

47. Penculikan

“Siapa kamu?” teriak Wati keras. Ia sengaja berteriak galak untuk meredakan kecamuk gugup di dalam dadanya sendiri. Mungkinkah orang yang semobil dengannya itu Dedy seperti dugaannya? Dedy menoleh dan menyeringai ke arah Wati. Wati terkesiap. Wajahnya memucat, sedangkan tangannya gemetaran. Wajah itu wajah Dedy, namun lebih mengerikan daripada terakhir kali Wati bertemu dengan Dedy. Sorot mata Dedy memancarkan kenekadan dan kebuasan seekor binatang pemangsa. Baret di pipi Dedy menambah seram raut wajahnya. “Sekarang kamu tidak akan bisa lepas dariku,” desis Dedy seraya memamerkan gigi-giginya yang sudah lama tidak disikat, menguning seperti gigi yang lapuk. Wati meringkuk di kursinya. Mata Wati liar mengamati suasana di luar mobil. Jalan yang ditempuh Dedy semakin sepi. Wati ingin berteriak tapi pasti percuma saja. Memecahkan kaca jendela mobil bukan pilihan bagus, Wati tidak memiliki alat untuk menghancurkan kaca depan, sedangkan jendela belakang terbuat dari plastik yang tebal. P
last updateLast Updated : 2023-01-10
Read more

48. Lelaki di Dalam Foto

“Aduh!” keluh itu begitu saja meluncur dari bibir Pak Arya, ketika ia sadar dari pingsan. Rasa sakit di bagian kepala yang kena pukul membuat Pak Arya mengernyitkan dahi, sementara tangannya naik mengelus bagian belakang kepalanya yang terasa nyeri. Mulut Pak Arya terus berdesis menahan sakit, tapi pikirannya sudah mulai bisa berpikir. Hal pertama yang disadari Pak Arya adalah pakaiannya yang telah berganti tanpa ia ketahui. Pak Arya juga melihat dirinya berada di bawah sebatang pohon, bukan di mobil milik keluarga Sultan. Pelan namun pasti, potongan puzzle di kepala Pak Arya bergerak membentuk gambaran kejadian yang utuh. Lelaki dengan baret di pipi itu, pasti dia yang melakukan semua ini. Dia yang mengatakan bahwa ban mobilnya kempes padahal tidak. Setelah itu Pak Arya tahu bahwa ia tak ingat apa-apa lagi sampai beberapa menit barusan. Pak Arya memaksakan diri untuk bangkit dan berjalan menuju rumah di hadapannya. Mobil milik majikannya telah lenyap. Pasti lelaki berbaret itu jug
last updateLast Updated : 2023-01-10
Read more

49. Terperangkap

“Apa ini Nona Shelia?” Pak Arya menatap Bu Nara dengan raut wajah ingin tahu. “Iya. Itu Shelia dua tahun yang lalu,” angguk Bu Nara lemas. “Saya baru tahu bahwa Nona Shelia sudah menikah,” celetuk Pak Arya, heran sekaligus terkejut. “Panjang ceritanya, Pak. Tapi saya curiga, orang yang memukul Bapak itu mantan suami Wa—eh, Shelia,” ujar Bu Nara. Bu Nara lalu menghela napas panjang dengan berat. Terlihat nyata beban pikiran dari raut wajahnya yang prihatin. “Apa Shelia bisa selamat ya, Pak?” tanya Bu Nara penuh kekhawatiran. “Tuan pasti akan mengerahkan polisi untuk mencari Nona Shelia, Bu. Semoga Nona selamat. Sekarang saya sedang memikirkan nasib saya ke depan. Saya takut dipecat karena sudah lalai,” ujar Pak Arya murung. Bu Nara terdiam, ia sibuk memikirkan Wa
last updateLast Updated : 2023-01-11
Read more

50. Tamu Tak Terduga

“Kamu betul-betul ceroboh!” marah Pak Sultan kepada Pak Arya. Kemurkaan membuat wajah Pak Sultan memerah seperti baru saja terkena panas terik. Bahkan biji-biji keringat membulir di atas dahi dan pelipisnya. Sosoknya yang tinggi besar dan berkacak pinggang tampak seperti raksasa siap melahap manusia kerdil di hadapannya. Pak Arya mengerut ketakutan tanpa berani bicara barang sepatah. Memang semua ini murni kesalahannya. Pak Arya hanya bisa pasrah tanpa perlu lagi membantah. “Percuma marah kepada Pak Arya, Pak. Sekarang kita harus bagaimana?” tanya Bu Sultan panik. Setelah mendengar kronologi peristiwa hilangnya Wati secara terperinci dari Pak Arya, baik Pak Sultan maupun Bu Sultan sama-sama merasa panik sekaligus khawatir bukan kepalang. Siapa yang tidak panik? Baru saja mereka menemukan anak kandungnya, sekarang anak kandung itu kembali hilang. “Aku
last updateLast Updated : 2023-01-11
Read more
PREV
1
...
345678
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status