All Chapters of Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan: Chapter 491 - Chapter 500

525 Chapters

S3| 179. Ritual Pengantin Baru

"Lihatlah betapa terjal gunung-gunung itu, Phil!" Barbara menunduk, mengintip puncak gunung yang bisa teramati dari kaca depan. "Apakah gunung yang akan kita daki seterjal itu?" Philip melirik dengan senyum simpul. "Kenapa? Kau takut?" Bibir Barbara mengerucut. "Tidak. Aku kan bersamamu. Kenapa aku harus takut?" Ketika mengembalikan pandangan ke depan, Barbara langsung meruncingkan telunjuk. "Lihat! Rumah itu lucu sekali. Dan kenapa warnanya merah lagi? Apakah semua rumah di sini berdinding merah?" "Apakah kamu tahu? Pada zaman dulu, warna cat rumah di sini mencerminkan status sosial pemiliknya." Alis Barbara meninggi. "Status sosial?" Philip mengangguk. "Ya. Cat merah merupakan yang paling murah dari cat lainnya. Karena itu, banyak penduduk seperti petani dan nelayan mengecat rumah mereka dengan warna merah." Sementara mulut Barbara membulat, Philip menambahkan, "Selain itu, ada cat kuning yang lebih mahal, lalu cat putih. Dari situlah, warna cat menjadi simbol kekayaan seseor
Read more

S3| 180. Keluar dari Zona Nyaman

Poppy bersenandung kecil sambil menghiasi kuku-kukunya. Sesekali, ia melihat keluar jendela. Gesturnya tampak santai. Namun, ketika melihat jendela di kabin sebelah tertutup rapat, punggungnya menegak. "Shania, kurasa mereka pergi keluar." Gadis yang sedang berbaring dengan masker kecantikan di wajah sontak duduk di atas kasur. "Apa katamu?" "Pangeranmu keluar dari kabinnya." Tanpa sempat mencopoti masker, ia berjalan menghampiri sahabatnya. Melihat jendela di kabin sebelah tidak lagi bercelah, ia beralih ke jendela depan. Philip dan Barbara ternyata sedang berjalan bergandengan tangan. "Mau ke mana mereka?" Shania mengerutkan alis. Sesaat kemudian, ia menepuk-nepuk pundak temannya. "Poppy, inilah saatnya. Ayo cepat bersiap. Kita tidak boleh kehilangan jejak mereka." "Sekarang?" Poppy terbelalak. Cat kukunya bahkan belum mengering dengan sempurna. Sambil bergegas berganti pakaian, Shania menoleh sekilas. "Tentu saja. Ayo!" Masih dengan jari-jari yang diluruskan, Poppy mengambi
Read more

S3| 181. Masuk ke Air

Napas Barbara mulai terengah-engah. Merasa lelah, ia pun mengangkat tangan beserta dayungnya ke atas. "Woohoo! Aku menang!" Philip berhenti mengayuh dan berhenti tepat di sisi kayak Barbara. Lengkung bibirnya manis. Sorot matanya penuh kasih. "Memang di mana garis finish-nya?" Barbara menoleh dengan binar mata yang cerah. "Apakah kamu tidak melihatnya? Di belakang situ tadi." Ia meruncingkan telunjuk ke balik punggung. Philip meloloskan tawa gemas. "Baiklah, kuakui aku kalah. Istriku sudah pandai mendayung sekarang." Barbara ikut tertawa. Ia merasa konyol karena senang atas kemenangannya. Padahal jelas, Philip sengaja mengalah. "Hari ini begitu indah, Phil. Begitu juga dengan pemandangan ini. Lihatlah airnya. Mengapa bisa sejernih ini? Rasanya aku sedang meluncur di atas kristal." Barbara mengacak air dengan dayungnya. "Lihat! Cucuran airnya seperti butiran kristal." Philip memiringkan kepala, menyaksikan bagaimana sang istri mengagumi lautan. "Ya, tidak ada sampah, tidak ada p
Read more

S3| 182. Suami Setia

Philip ikut menjatuhkan diri ke air. Secepat kilat, ia berenang dan memeluk sang istri. "Uhuk uhuk ...." Barbara terbatuk-batuk saat kepalanya keluar dari air. Setelah meraup wajah, mata merahnya langsung gemetar menatap Philip. "Hiu .... Ada hiu di dekat kita, Philip. Kenapa kamu ikut masuk ke air? Ayo cepat naik." Barbara berusaha membalikkan kayak dengan tenaganya yang tak seberapa. Bukannya membantu, Philip malah menangkup pipi sang istri dengan sebelah tangan. "Hei, lihat aku. Jangan panik, oke?" "Bagaimana tidak panik? Kita sedang berenang bersama hiu, Philip!" Mata Barbara penuh kengerian. Saat sebuah sirip muncul lagi, ia langsung mendekap Philip erat. Isak tangisnya pecah. "Philip .... Aku tidak mau kita mati. Kita baru menikah. Masih ada banyak hal yang harus kita lakukan." Philip menggosok-gosok punggung Barbara. Mulutnya berdesus seperti seorang ibu menenangkan anaknya. "Sudah, jangan menangis. Kamu tidak perlu takut, Sayang. Itu bukan hiu." Sambil menahan isakan,
Read more

S3| 183. Mendaki Bersama

Setengah jam berlalu, Barbara sudah terengah-engah. Wajahnya merah, dipenuhi butir keringat dan bekas sekaan. "Apakah kau lelah?" Philip mengusap kening istrinya lagi. "Tidak." "Meskipun kau bilang tidak, bagaimana kalau kita beristirahat sebentar? Dengan pipi merah dan desah napas itu, kau terlihat seperti sedang berolahraga malam. Aku tidak mau ada laki-laki lain yang menyaksikanmu begini." Barbara tertawa tipis. "Tapi kita tidak mungkin beristirahat di tengah tangga begini. Kita bisa mengganggu pendaki lain." Philip menunjuk satu titik, tidak jauh di atas mereka. "Di situ ada tempat untuk beristirahat." "Kalau begitu, ayo berhenti di situ sebentar." Barbara mempercepat langkah meskipun lututnya bergetar. Ia sudah tidak sabar ingin mengistirahatkan kakinya. Begitu duduk di atas sebuah batu besar, Barbara langsung terpejam dan mendesah panjang. Tangannya terkepal, memukul-mukul pahanya yang terasa pegal dan gatal. "Tolong jangan lakukan itu kalau ada orang lain," ujar Philip
Read more

S3| 184. Mengusir Shania

"Philip, apakah lututku berdarah?" Barbara menatap suaminya dengan bola mata yang bergetar, sama seperti suaranya. Kedua tangannya mencengkeram tangan Philip erat. "Kurasa tidak. Paling hanya sedikit lecet atau memar." "Benarkah?" Barbara memberanikan diri untuk menunduk. Namun, sebelum ia bisa melihat lukanya, Philip telah menggendong dan mendudukkannya di atas sebuah batu besar. "Kamu tidak perlu panik. Aku akan mengobati lukamu, hmm?" "Lututku berdarah, kan?" Air mata Barbara mulai bergumpal. Sebelum menetes, Philip cepat-cepat menyekanya. "Hanya sedikit. Masih lebih banyak darah saat malam pertama kita, Sayang." "Itu tidak lucu, Philip." "Tapi aku berkata apa adanya. Sekarang bersabarlah. Setelah kuobati, darahnya akan berhenti keluar. Kamu ingat saat aku mengobati jarimu yang teriris pisau, kan? Kira-kira seperti itu." Setelah mengecup kening Barbara, Philip berlutut, membuka ransel. Dengan wajah pucat, Barbara mengamati bagaimana Philip menggulung celana dan mengobati lu
Read more

S3| 185. Hormati Roh Gunung

"Philip ...." Philip menoleh. Barbara ternyata masih terpejam di jok sebelah. Alisnya berkerut, kepalanya bergerak samar. "Ya, Sayang?" Philip mencondongkan badan, mendekat. "Tolong jangan terlalu cepat. Kita bisa terguling ke depan," racau Barbara, membuat Philip terbelalak. "Kita sudah berhenti, Sayang. Campervan kita sedang berada di area parkiran." Barbara menggeleng samar. Matanya berkedut lebih cepat. "Philip, melambatlah. Nanti aku tersandung lagi. Philip ...." Sadar bahwa Barbara sedang mengigau, Philip mendenguskan tawa. Dengan lembut, ia mengelus pundaknya. "Sayang, kamu bermimpi. Bangunlah." "Philip ... Philip!" Barbara tersentak. Bola matanya tampak merah saat ia mengangkat pelupuknya. "Philip? Kamu di sini?" Ia memandang sekeliling. Pundaknya masih naik turun mengimbangi napasnya yang pendek. "Kita tidak menggelinding?" Philip tertawa kecil. "Tidak, Sayang. Kita di campervan. Yang kamu alami tadi hanya mimpi." Sambil berkedip-kedip, Barbara mengumpulkan kesadara
Read more

S3| 186. Berkemah di Pantai

"Philip, pelan-pelan! Kamu terlalu cepat!" pekik Barbara di sela desah napasnya. Sambil tergelak, Philip malah mempertahankan kecepatannya menuruni jalan berbatu. Kedua tangannya direntangkan ke belakang, membentuk pagar agar sang istri tidak keluar dari jalur yang seharusnya ataupun terjerembap. "Apakah kamu takut mimpimu menjadi nyata?" "Ya!" sahut Barbara di puncak suara. "Tidak lucu kalau kita menggelinding di sini." "Tapi kamu harus bisa bertahan sampai bawah, Sayang. Ini melatih otot tungkaimu!" "Ini bukan melatih otot namanya. Ini menguji nyali!" Tawa Philip kembali mengudara. "Kalau begitu, pegangan lebih erat! Kita tambah kecepatan!" "Philip!" Barbara tidak sempat lagi memperhatikan arah lain. Ia hanya fokus dengan gerakan kakinya. Kerja paru-parunya bahkan tidak beraturan. Begitu medan yang mereka lalui tidak lagi curam, Philip akhirnya melambat. Ketika langkahnya terhenti, ia langsung berbalik dan memeluk Barbara. "Selamat, Sayang. Kau berhasil menaklukkan satu gun
Read more

S3| 187. Jebakan Shania

"Ini ...." Barbara menyerahkan panci beserta dua bungkus mi instan kepada Poppy. "Tolong beri tahu kepada temanmu untuk tidak mengganggu kami lagi." "Aku tidak mengganggu—" "Shania," Poppy menahan langkah sahabatnya, "kita sudah mendapatkan makan malam dari mereka. Sudahlah, tidak perlu ribut." Sementara Shania mendengus dan membuang muka, Poppy mengangguk kepada Barbara. "Terima kasih. Besok kami kembalikan pancinya dalam keadaan bersih dan juga dua bungkus mi." Setelah mengangguk malas, Barbara mengambil mangkuknya dan duduk di samping Philip. "Mau tambah lagi?" tanya Philip saat Barbara sedang meniup-niup mi. "Nanti kamu tidak cukup." Barbara berkedip lugu. Philip menggeleng dengan senyum manis. "Ini terlalu banyak untukku. Lagi pula, kita masih punya makanan lain kalau belum kenyang." Barbara pun mendekatkan mangkuknya. "Okelah kalau begitu. Sedikit saja, Philip." Sementara sang suami menambahkan isi mangkuknya, mata Barbara kembali bergerak ke samping. "Kenapa kalian mas
Read more

S3| 188. Tidak Tahu Diri

Merasakan kehadiran seseorang, Philip menoleh ke belakang. Saat itu pula, Shania menjatuhkan lutut dan merentangkan tangan. Sebelum perempuan itu berhasil memeluknya, Philip cepat-cepat menahan pundaknya dengan sisi luar dari lengan bawahnya. "Apa yang kau lakukan? Apakah kau sudah gila?" Philip menatap lurus ke mata Shania, menyatakan ketidaksenangannya. "Berikan aku satu kesempatan, Philip. Biarkan aku memelukmu satu kali. Kau akan tahu bahwa istrimu tidak ada apa-apanya dibandingkan diriku." Philip meringis. Sudut bibirnya berkedut jijik. "Kau sudah tidak waras!" "Aku memang bisa gila kalau gagal mendapatkanmu!" Shania menekan tubuhnya ke arah Philip. Tangannya menggapai-gapai, menyentuh apa saja yang bisa diraihnya. Poppy hanya bisa tercengang menyaksikan kenekatan sahabatnya itu, sedangkan Barbara ternganga dengan kepala menggeleng tak percaya. "Tolong, Philip, berhentilah menolakku! Aku jauh lebih bisa membahagiakanmu!" Philip memalingkan wajah kusutnya dan mendesah lelah.
Read more
PREV
1
...
484950515253
DMCA.com Protection Status