Share

S3| 183. Mendaki Bersama

Penulis: Pixie
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56
Setengah jam berlalu, Barbara sudah terengah-engah. Wajahnya merah, dipenuhi butir keringat dan bekas sekaan.

"Apakah kau lelah?" Philip mengusap kening istrinya lagi.

"Tidak."

"Meskipun kau bilang tidak, bagaimana kalau kita beristirahat sebentar? Dengan pipi merah dan desah napas itu, kau terlihat seperti sedang berolahraga malam. Aku tidak mau ada laki-laki lain yang menyaksikanmu begini."

Barbara tertawa tipis. "Tapi kita tidak mungkin beristirahat di tengah tangga begini. Kita bisa mengganggu pendaki lain."

Philip menunjuk satu titik, tidak jauh di atas mereka. "Di situ ada tempat untuk beristirahat."

"Kalau begitu, ayo berhenti di situ sebentar."

Barbara mempercepat langkah meskipun lututnya bergetar. Ia sudah tidak sabar ingin mengistirahatkan kakinya.

Begitu duduk di atas sebuah batu besar, Barbara langsung terpejam dan mendesah panjang. Tangannya terkepal, memukul-mukul pahanya yang terasa pegal dan gatal.

"Tolong jangan lakukan itu kalau ada orang lain," ujar Philip
Pixie

Kalian sukaaa? Kira-kira apa yang terjadi setelah ini? Gara-gara menghindari Shania, Barbara sampai jatuh.

| 1
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (4)
goodnovel comment avatar
Rini Hartini
Stlah ni philip gendong barbara smpe puncak. n bkin shania mupeng... ayo phil
goodnovel comment avatar
Indah Carolina
eh.. barbara kan takut darah, semoga di aga histeris trs jatuh jumpalitan .
goodnovel comment avatar
Emma Boru Regar
emang ada ya manusia modelan spt shania ini???
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 184. Mengusir Shania

    "Philip, apakah lututku berdarah?" Barbara menatap suaminya dengan bola mata yang bergetar, sama seperti suaranya. Kedua tangannya mencengkeram tangan Philip erat. "Kurasa tidak. Paling hanya sedikit lecet atau memar." "Benarkah?" Barbara memberanikan diri untuk menunduk. Namun, sebelum ia bisa melihat lukanya, Philip telah menggendong dan mendudukkannya di atas sebuah batu besar. "Kamu tidak perlu panik. Aku akan mengobati lukamu, hmm?" "Lututku berdarah, kan?" Air mata Barbara mulai bergumpal. Sebelum menetes, Philip cepat-cepat menyekanya. "Hanya sedikit. Masih lebih banyak darah saat malam pertama kita, Sayang." "Itu tidak lucu, Philip." "Tapi aku berkata apa adanya. Sekarang bersabarlah. Setelah kuobati, darahnya akan berhenti keluar. Kamu ingat saat aku mengobati jarimu yang teriris pisau, kan? Kira-kira seperti itu." Setelah mengecup kening Barbara, Philip berlutut, membuka ransel. Dengan wajah pucat, Barbara mengamati bagaimana Philip menggulung celana dan mengobati lu

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 185. Hormati Roh Gunung

    "Philip ...." Philip menoleh. Barbara ternyata masih terpejam di jok sebelah. Alisnya berkerut, kepalanya bergerak samar. "Ya, Sayang?" Philip mencondongkan badan, mendekat. "Tolong jangan terlalu cepat. Kita bisa terguling ke depan," racau Barbara, membuat Philip terbelalak. "Kita sudah berhenti, Sayang. Campervan kita sedang berada di area parkiran." Barbara menggeleng samar. Matanya berkedut lebih cepat. "Philip, melambatlah. Nanti aku tersandung lagi. Philip ...." Sadar bahwa Barbara sedang mengigau, Philip mendenguskan tawa. Dengan lembut, ia mengelus pundaknya. "Sayang, kamu bermimpi. Bangunlah." "Philip ... Philip!" Barbara tersentak. Bola matanya tampak merah saat ia mengangkat pelupuknya. "Philip? Kamu di sini?" Ia memandang sekeliling. Pundaknya masih naik turun mengimbangi napasnya yang pendek. "Kita tidak menggelinding?" Philip tertawa kecil. "Tidak, Sayang. Kita di campervan. Yang kamu alami tadi hanya mimpi." Sambil berkedip-kedip, Barbara mengumpulkan kesadara

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 186. Berkemah di Pantai

    "Philip, pelan-pelan! Kamu terlalu cepat!" pekik Barbara di sela desah napasnya. Sambil tergelak, Philip malah mempertahankan kecepatannya menuruni jalan berbatu. Kedua tangannya direntangkan ke belakang, membentuk pagar agar sang istri tidak keluar dari jalur yang seharusnya ataupun terjerembap. "Apakah kamu takut mimpimu menjadi nyata?" "Ya!" sahut Barbara di puncak suara. "Tidak lucu kalau kita menggelinding di sini." "Tapi kamu harus bisa bertahan sampai bawah, Sayang. Ini melatih otot tungkaimu!" "Ini bukan melatih otot namanya. Ini menguji nyali!" Tawa Philip kembali mengudara. "Kalau begitu, pegangan lebih erat! Kita tambah kecepatan!" "Philip!" Barbara tidak sempat lagi memperhatikan arah lain. Ia hanya fokus dengan gerakan kakinya. Kerja paru-parunya bahkan tidak beraturan. Begitu medan yang mereka lalui tidak lagi curam, Philip akhirnya melambat. Ketika langkahnya terhenti, ia langsung berbalik dan memeluk Barbara. "Selamat, Sayang. Kau berhasil menaklukkan satu gun

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 187. Jebakan Shania

    "Ini ...." Barbara menyerahkan panci beserta dua bungkus mi instan kepada Poppy. "Tolong beri tahu kepada temanmu untuk tidak mengganggu kami lagi." "Aku tidak mengganggu—" "Shania," Poppy menahan langkah sahabatnya, "kita sudah mendapatkan makan malam dari mereka. Sudahlah, tidak perlu ribut." Sementara Shania mendengus dan membuang muka, Poppy mengangguk kepada Barbara. "Terima kasih. Besok kami kembalikan pancinya dalam keadaan bersih dan juga dua bungkus mi." Setelah mengangguk malas, Barbara mengambil mangkuknya dan duduk di samping Philip. "Mau tambah lagi?" tanya Philip saat Barbara sedang meniup-niup mi. "Nanti kamu tidak cukup." Barbara berkedip lugu. Philip menggeleng dengan senyum manis. "Ini terlalu banyak untukku. Lagi pula, kita masih punya makanan lain kalau belum kenyang." Barbara pun mendekatkan mangkuknya. "Okelah kalau begitu. Sedikit saja, Philip." Sementara sang suami menambahkan isi mangkuknya, mata Barbara kembali bergerak ke samping. "Kenapa kalian mas

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 188. Tidak Tahu Diri

    Merasakan kehadiran seseorang, Philip menoleh ke belakang. Saat itu pula, Shania menjatuhkan lutut dan merentangkan tangan. Sebelum perempuan itu berhasil memeluknya, Philip cepat-cepat menahan pundaknya dengan sisi luar dari lengan bawahnya. "Apa yang kau lakukan? Apakah kau sudah gila?" Philip menatap lurus ke mata Shania, menyatakan ketidaksenangannya. "Berikan aku satu kesempatan, Philip. Biarkan aku memelukmu satu kali. Kau akan tahu bahwa istrimu tidak ada apa-apanya dibandingkan diriku." Philip meringis. Sudut bibirnya berkedut jijik. "Kau sudah tidak waras!" "Aku memang bisa gila kalau gagal mendapatkanmu!" Shania menekan tubuhnya ke arah Philip. Tangannya menggapai-gapai, menyentuh apa saja yang bisa diraihnya. Poppy hanya bisa tercengang menyaksikan kenekatan sahabatnya itu, sedangkan Barbara ternganga dengan kepala menggeleng tak percaya. "Tolong, Philip, berhentilah menolakku! Aku jauh lebih bisa membahagiakanmu!" Philip memalingkan wajah kusutnya dan mendesah lelah.

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 189. Karunia Masing-Masing

    "Shania!" Suara Poppy tiba-tiba membuyarkan lamunan Shania. Saat ia menoleh, sahabatnya itu menyodorkan baju. "Pakailah ini dulu. Kurasa Philip benar. Sebentar lagi, bisa saja ada pengunjung yang datang untuk menyaksikan midnight sun. Jangan sampai mereka melihatmu begini." Mata Shania berkaca-kaca, menatap lurus ke wajah sahabatnya. Bibirnya terkatup rapat, menanti kiriman kata dari otak yang masih sibuk mencerna keadaan. "Kurasa kondisi kita tidak jauh berbeda, Shania." Barbara memecah keheningan. "Aku tidak punya sahabat, tapi aku punya suami yang baik. Sedangkan kamu, kau belum punya suami, tapi kau memiliki sahabat terbaik. Kalau dipikir lebih dalam, kurasa kau sedikit menang dariku." Mata Shania menyipit. "Mengapa begitu?" Barbara mengerutkan mulut dan menatap ke arah langit. "Kau bisa saja jatuh cinta, berpacaran, dan menikah hanya dalam sekejap. Tapi untuk menemukan seorang sahabat sejati, kau butuh bertahun-tahun lamanya. Jadi ...." Barbara kembali memandang Shania dengan

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 190. Bulan Madu Jeremy Ava

    "Hai Philip dan Barbara, Maaf kami pergi tanpa pamit. Aku merasa kalau aku tidak akan sanggup menyampaikan kata-kata ini secara langsung. Maaf kalau selama ini aku telah mengganggu bulan madu kalian. Semua itu kulakukan karena aku iri pada Barbara. Dia mendapatkan cinta yang kupikir belum pernah kurasakan sebelumnya. Terima kasih telah menyadarkan aku bahwa ternyata, aku juga sudah menerima cinta semacam itu—cinta yang tulus. Bukan dari suami atau kekasih, tapi dari sahabatku sendiri. Bersama Poppy, aku akan melanjutkan perjalanan dan bersenang-senang dengan cara kami sendiri. Kalian juga bersenang-senanglah. Kuharap kalian tidak bertemu dengan gadis gila seperti diriku kemarin. Love, Shania." Usai membaca surat dari Shania, mata Barbara berkaca-kaca. Philip sampai membungkuk, mengira dirinya salah lihat. "Sayang, apakah kau menangis?" Ia memeriksa mata Barbara lebih dekat. Barbara seketika mengerjap. Sambil mengusap mata, ia menggeleng. "Tidak. Siapa yang menangis? Aku hanya s

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 191. Bintang Jatuh

    Ava mengamati langit dengan saksama. Ia seperti mencari sesuatu di antara kelap-kelip bintang beraneka warna. Ketika segaris cahaya putih melintas, ia langsung meruncingkan telunjuk, memberitahukan Jeremy di mana lokasinya. "Aku melihat satu!" Kemudian, sambil menepuk-nepuk dada Jeremy, ia berbisik, "Kuharap aku bisa melahirkan anak kita dengan lancar." Jeremy tersenyum mendengar doa tersebut. "Amin. Kuharap kau dan bayi kita selalu sehat." Ava tersenyum kecil. "Kau harus menemukan bintang jatuh dulu, Jeremy. Baru kau boleh membuat harapan. Begitu aturannya." Setelah mengecup kepala sang istri, Jeremy menghela napas. "Oke." Namun, ketika ia baru mengembalikan pandangan ke angkasa, Ava kembali menegakkan telunjuk dan berseru, "Ada satu lagi. Kuharap anak kita nanti mirip denganmu." Alis Jeremy langsung berkerut. "Kenapa mirip denganku? Aku malah berharap dia mirip denganmu." "Kau memiliki wajah yang tampan, Jeremy, sedangkan aku biasa-biasa saja. Kau juga memiliki postur tubuh y

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29

Bab terbaru

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   Ungkapan Terima Kasih untuk Pembaca-Pembaca Hebat

    Halo, Teman-Teman yang Baik Hati, Terima kasih banyak, ya, udah ngikutin cerita Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan hingga titik terakhir. Untuk Kak Puji Amriani, SK Celey, Indah Carolina, Ningsih Ngara, Monika, Rini Hartini, Selvyana Yuliansari, D6ta, Is Yuhana, AR Family, Desak Kayan Puspasari, Emma Boru Regar, Binti Mucholifah, Bhiwie Handayani, Sofia Elysa, dan Kakak-Kakak yang gak bisa Pixie sebutin satu per satu. Terima kasih banyak udah rajin banget kasih komentar buat Pixie. Dan buat Kak Azka Aulia, Lida Boelan, Adel Putri, Wenny, SK Celey, MG, Rina Zolkaflee, Susan Vantika, Nazarieda, Firaz Marsyanda, dan yang ada di ranking top fans. Terima kasih banyak atas gems-nya. Pixie harap, kalian bersedia nungguin karya Pixie selanjutnya. Pixie udah ada rencana untuk tulis cerita Louis Emily versi dewasa tapi nanti, setelah Pixie bikin cerita satu lagi. Pixie mau kumpulin lebih banyak bocil buat dipersatukan nanti. Selagi menunggu, kalian boleh banget cek karya Pixie y

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 212. From Zero to Infinity (TAMAT)

    Tanpa permisi lagi, Philip menyerbu masuk dan memegangi tangan Barbara. Belum sempat ia mengatakan apa-apa, Barbara sudah kembali mengejan. Briony pun keluar dan Barbara mengembuskan napas lega. "Philip .... Anak kita sudah lahir." Meskipun kepalanya mengangguk, Philip masih berkedip-kedip. Mulutnya ternganga, tak tahu harus merespon apa. "Ya ...," desahnya selang beberapa saat. Ketika tangisan Briony terdengar, barulah akal sehatnya terkumpul lagi. "Wow," Philip mengerjap. Ia membungkuk, mengelus rambut sang istri dengan perasaan yang bercampur aduk. "Kau sangat hebat, Sayang. Kau bisa melahirkan secepat itu." Barbara tersenyum bangga. "Usaha kita tidak sia-sia, Phil. Padahal, aku sempat ketakutan tadi. Desakan Briony sangat kuat. Tapi Louis dan Emily melarangku mengejan. Aku berusaha menahannya sampai akhirnya, aku menyerah." Philip berdecak kagum sekaligus tak percaya. Masih dengan tampang kaku, ia mengecup pelipis Barbara. "Kau luar biasa, Sayang. Aku senang kau tidak menemu

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 211. Bibi Mau Melahirkan!

    "Louis, Bibi sudah mau melahirkan!" Emily bangkit dengan lengkung alis tinggi. "Ya, kita harus segera membawa Bibi ke rumah sakit!" Tanpa membuang waktu, Louis meraih tangan Barbara, menariknya untuk berputar arah. "Ayo, Bibi. Kita kembali ke mobil." Akan tetapi, Barbara menggeleng. Wajahnya pucat, badannya tegang. Kakinya seolah menyatu dengan bumi. "Ada apa, Bibi?" "Panggil Philip," gumamnya lirih. "Apa?" "Panggil Philip!" Si Kembar mengerjap. Selang satu anggukan, mereka berlari menuju Philip. "Paman Philip! Paman Philip!" "Hei, kalian mau ke mana?" seru Barbara lagi. Si Kembar mengerem. Saat menoleh ke belakang, Barbara ternyata melambai-lambai. "Kenapa kalian meninggalkanku sendirian di sini?" Suaranya melengking. "Tadi Bibi menyuruh kami memanggil Paman Philip?" Louis menggeleng tak mengerti. "Ya, tapi jangan meninggalkan aku di sini." Sambil tertatih-tatih, ia beringsut mendekati Louis dan Emily. "Satu orang saja yang memanggil Philip. Satu orang lagi, pegangi aku!"

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 210. Kegugupan Barbara

    "Halo, Orion," bisik Emily saat bayi mungil dalam kotak membuka mata. Tangannya terulur, berusaha menggapai pipi gembul itu. Dari sisi lain boks, Louis juga melongok ke dalam. "Halo, Oscar." "Louis?" tegur Emily dengan mata bulat. "Kenapa kamu memanggilnya Oscar? Ini pertemuan pertama kita dengannya. Jangan membuat kesan buruk." Louis langsung mengerutkan bibir. "Oke, maaf. Aku sudah kebiasaan. Biar kuulang." Setelah berdeham, ia kembali menunduk. "Halo, Orion. Ini aku, Louis. Aku sepupumu." Emily tersenyum kecil dan mengangguk. "Itu baru benar." Usai mengacungkan jempol kepada Louis, ia melambaikan tangan ke bawah. "Dan aku Emily. Senang bertemu denganmu, Orion." Selama beberapa saat, dua balita itu sibuk mengamati Orion. Philip dan Barbara merasa terhibur mendengar komentar mereka. "Ternyata Paman Philip benar. Orion mirip kedua orang tuanya. Matanya mirip Bibi, sedangkan hidung dan mulutnya mirip paman." "Dagunya juga mirip Paman. Tapi rambutnya mirip Bibi." "Emily, coba k

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 209. Perjuangan Ava

    Seorang perawat berusaha menenangkan Ava. Akan tetapi, wanita itu terus menggeleng, menolak semua kata-kata yang ditujukan kepadanya. Ia sudah sangat lemas. Rasa sakit seakan merontokkan seluruh tulang dalam badannya. Otaknya tidak bisa lagi berfungsi dengan normal. "Tidak. Aku sudah tidak kuat. Aku tidak bisa melanjutkan." Setelah menarik napas berat, Jeremy akhirnya membungkuk. Perawat tadi pun bergeser. Jeremy jadi lebih leluasa untuk membelai rambut Ava yang basah oleh keringat serta wajahnya yang dibanjiri air mata. "Ava, bisakah kau mendengarku? Ava?" Tatapan mereka akhirnya bertemu. Jeremy bisa melihat keputusasaan dalam manik cokelat itu. "Aku tidak sanggup lagi, Jeremy. Aku tidak sanggup. Biar dokter saja yang mengeluarkannya. Aku tidak tahan lagi." Dada Jeremy seperti dicabik-cabik. Ia nyaris tersedak oleh rasa nyeri. Namun, sambil mengelus pundak Ava, ia menggeleng. "Tidak, aku kenal dirimu. Kamu bukanlah orang yang pantang menyerah, Ava. Kamu pasti bisa." "Tapi aku

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 208. Kegembiraan Louis dan Emily

    "Lihat ini, Brandon." Louis meletakkan setumpuk kertas foto di atas meja. Kemudian, satu per satu ia tunjukkan kepada temannya. "Ini foto Russell sedang menangis. Ini foto Russell sedang tertawa. Dan ini foto Russell sedang marah." "Apakah anak bayi sudah bisa marah? Bukankah dia masih terlalu muda untuk mengerti apa-apa?" Brandon menggeleng samar. Louis mengedikkan bahu. "Aku tidak tahu soal itu. Tapi kalau Russell melihat sesuatu yang tidak disukainya, tangannya terus mengepak dan mulutnya berbunyi ...." Louis meniru erangan bayi yang membuat penjaga perpustakaan melirik. "Russell juga punya tatapan tajam, Brandon. Kalau dia merasa terganggu oleh kita, dia akan melotot sambil mengerutkan alis." Emily menyentuh pangkal alisnya, memeriksa apakah bentuknya sudah sama seperti alis Russell pada gambar. Brandon tersenyum melihat ekspresi Emily. "Kurasa dia pasti sangat lucu saat marah." "Ya!" Emily mengangguk cepat. "Dia selalu lucu, setiap saat. Louis, tunjukkan foto Russell saat ma

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 207. Ulang Tahun Bersama Russell

    "Oh, lihatlah Russell, Louis. Bukankah dia sangat tampan? Dia sudah bersih dan wangi." Emily mendekatkan hidungnya ke wajah Russell. Ketika berhasil mencium pipi yang sangat lembut itu, Emily terkikik menahan tawa. Ia tidak ingin mengganggu Kara yang tertidur dalam pelukan Frank. "Ya, dia sangat tampan. Dia mirip denganku. Bukankah begitu, Nenek?" Louis mengangkat pandangannya ke arah wanita yang menggendong Russell. Susan tersenyum geli. "Ya, dia mirip denganmu. Hanya saja, hidungnya sedikit lebih mancung." Bibir Louis langsung mengerucut. Telunjuknya meruncing menyentuh hidungnya sendiri. "Mau setinggi apa hidung Russell nanti? Padahal, hidungku sudah sangat mancung." Susan terkekeh mendengar jawaban Louis. "Nenek hanya bercanda, Louis. Siapa yang lebih mancung itu bukan masalah. Yang penting adalah kalian sama-sama sehat." Louis mengangguk sepakat. Tangannya kini terangkat menyentuh kaki adiknya yang mungil. "Nenek, apakah Russell berat?" Susan sontak mengangkat alis. "Kau ma

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 206. Russell Lucu Sekali!

    "Halo, Anak Baik. Selamat datang." Kara merengkuh Russell dengan hati-hati, seolah makhluk kecil itu adalah mutiara yang sangat rapuh. Air mata terus mengucur di pelipisnya. Usai mengecup bayi yang diselimuti oleh handuk itu, Kara kembali berbisik, "Ini Mama, Russell. Mama senang akhirnya Mama bisa memelukmu begini." Sambil mengulum bibir, Frank ikut membungkuk. Ia mengelus punggung mungil itu, lalu mengecup kepalanya yang bergerak-gerak mengimbangi tangis. "Dan ini Papa, Russell. Papa juga senang kau akhirnya hadir di sini." Masih dengan senyum merekah dan mata merah, Frank menatap Kara lembut. Sebelum genangan keharuannya menetes lagi, ia cepat-cepat mengecup kening sang istri. Kara terpejam menerima kehangatan itu. "Terima kasih telah melahirkan putra kita, Ratu Lebah," bisik Frank serak. Kara tersenyum lebih lebar dan mengangguk samar. "Terima kasih telah menemaniku di sini.""Itulah yang seharusnya kulakukan sejak dulu." Frank mengelus pipi Kara sebelum mengecupnya lagi. "P

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 205. Keluarlah, Russell!

    Kara sedang duduk di ranjang. Sambil memejamkan mata, ia berusaha mengatur napas. Kepalanya bersandar pada pundak bidang di sebelahnya. "Apakah ada kabar dari si Kembar?" tanya Kara lirih. Frank menggeleng samar. Tangannya terus memijat jemari Kara. "Kau tidak perlu mengkhawatirkan mereka, Ratu Lebah. Mereka anak-anak yang mandiri dan cerdas. Mereka pasti mengerti kalau kamu harus segera melahirkan. Mari merayakan ulang tahun mereka setelah Russell lahir, hmm?" Selang anggukan singkat, Kara menoleh. "Apakah kamu menangis?" Alis Frank sontak tertarik dahi. Sambil menjauhkan kepala agar karena lebih mudah melihatnya, ia menggeleng. "Kenapa kau berpikir aku menangis?" "Suaramu bergetar, Frank." Sambil mengerutkan bibir, Frank menarik napas panjang. "Aku tidak menangis." "Lalu mengapa matamu merah dan berair?" Frank berkedip tegas. "Aku tidak menangis," ulangnya dengan penekanan lebih. Masih dengan napas tersengal-sengal, Kara meloloskan tawa. Kepalanya sedikit miring, menanti gum

DMCA.com Protection Status