Semua Bab Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan: Bab 511 - Bab 520

525 Bab

S3| 199. Oleh-Oleh

Bukan hanya si Kembar, tetapi Frank dan Jeremy juga terbelalak. "Menanyakan apa?" Sementara Louis dan Emily berkedip-kedip menanti jawaban, Kara dan Ava bertukar pandang. "Aku dan Ava sedang membicarakan tentang persiapan kelahiran si Kecil nanti. Kami agak kesulitan karena belum tahu si Kecil laki-laki atau perempuan. Jadi ...." Frank mengimbangi ayunan nada bicara Kara dengan gerak kepalanya. "Kalian mau dokter mengumumkan gender si Kecil sebelum mereka lahir?" Kara mendesahkan senyum. "Ya, bagaimana kalau kita mengadakan gender reveal?" Dalam sekejap, mata si kembar membulat seperti purnama. Mulut mereka terbuka lebar, meloloskan kegembiraan. "Apakah kita akan segera mengetahui itu Russell atau Rylee?" Emily menunjuk perut Kara yang membuncit. "Dan juga Oscar atau Oasis?" Louis menunjuk perut Ava sambil melirik Jeremy. Sementara Ava dan Kara tercengang, Jeremy memasang tampang malas. "Louis? Yang benar saja?" Louis terkikik geli. "Apa salahnya? Itu nama yang bagus." Emily
Baca selengkapnya

S3| 200. Gender Reveal

"Ini untuk kalian." Barbara dan Philip menaruh topi bertuliskan Lofoten di kepala si Kembar. Kemudian, mereka menaruh kaos di pundak kedua balita itu. "Ini juga." Sementara si Kembar tercengang, pengantin baru itu melanjutkan. Mereka menyodorkan sweater, beanie yang terbuat dari wol, kaos kaki, buku-buku, stiker, poster, totebag, serta plush animal kecil berbentuk orca dan lebah. Kepala si Kembar nyaris tertutup oleh tumpukan oleh-oleh yang membeludak. "Terima kasih, Bibi. Kami tidak menduga oleh-oleh yang kami dapat bisa sebanyak ini." Emily terkikik di akhir. "Ya, ini banyak sekali, Bibi!" seru Louis tanpa melihat Barbara. Buntut Orca sedang menutupi setengah wajahnya. "Ini adalah bukti kalau kami tidak lupa dengan kalian," tutur Barbara sebelum berdiri dan menghampiri yang lain. "Kami juga membawa oleh-oleh untuk kalian, Para Orang Dewasa." Sementara pengantin baru itu sibuk membagikan apa saja yang dibelinya, Kara tertawa geli. "Terima kasih, Barbara, Philip. Kurasa kalian b
Baca selengkapnya

S3| 201. Russell atau Rylee

Mulai dari Frank, satu per satu menyebutkan huruf mereka. "E." "L." "R!" "L!" "U." "S." "S." Sambil menahan napas, si Kembar menyusun huruf-huruf dalam otak mereka. Begitu menemukan jawaban, Louis langsung turun dari kursi dan berlari mengelilingi meja makan. Kedua tangannya meninju-ninju udara. "Woohoo! Itu Russell! Adik Kecil adalah Russell! Aku akan punya adik laki-laki!" Semua orang tersenyum menyaksikan kegembiraannya. Namun, selang satu kedipan, semua mata tertuju pada Emily. Gadis mungil itu tampak menciut dengan pundak yang terkulai. Bibirnya mengerucut, alisnya sedikit berkerut. "Malaikat Kecil, kamu baik-baik saja?" Kara mengusap punggung sang putri. Emily menoleh dengan mata berkaca-kaca. Tidak ada senyum di wajahnya. Meski demikian, ia tetap mengangguk. "Aku baik-baik saja, Mama. Russell ataupun Rylee, aku tetap menyayangi adik kecil." Suaranya serak. Di ujung kalimat, Emily cepat-cepat mengulum bibirnya. Kara pun mengecup kepala sang putri dan memberinya pelu
Baca selengkapnya

S3| 202. Kado Spesial

Belum sempat Barbara bicara, Emily mengacungkan telunjuk seperti seorang murid hendak meminta izin kepada guru. "Bibi, bisakah Bibi memberiku adik perempuan? Aku janji tidak akan menangis kalau ternyata anak Bibi juga laki-laki. Tapi, bisakah Bibi berusaha? Mungkin menanam adik bayi ada aturannya. Harus dimasukkan seberapa dalam atau disiram berapa banyak? Seperti Nenek Susan menanam tanaman di rumah kaca."Semua orang tertawa geli mendengar permintaan Emily. Barbara sampai kehabisan kata-kata. Pipinya bersemu merah karena malu. "Madu Kecil," Kara mengelus pipi Emily, "kita tidak bisa mengaturnya begitu. Itu takdir dari Tuhan." "Apakah tidak bisa diusahakan?" Emily menggeleng tipis. "Tidak, Sayang."Sebelum pundak si gadis mungil kembali terkulai, Barbara menempatkan sebelah tangan di sisi mulutnya. "Ssst, Emily .... Sebetulnya, aku juga berharap kalau anakku perempuan. Bagaimana kalau kita berdoa bersama? Siapa tahu, Tuhan mengabulkannya. Tapi kalau tidak terkabul, kau jangan kece
Baca selengkapnya

S3| 203. Ulang Tahun si Kembar

"Apakah ini kursi lipat untuk berkemah yang didesain khusus untuk anak-anak?" seru Louis dengan mata berbinar. Emily di sampingnya ikut mendongak menanti jawaban. Wajahnya tak kalah terang. Barbara tersenyum bangga melihat respons itu. Sambil tertawa kecil, ia mengangguk. "Ya, dengan nama kalian tercetak pada kain sandarannya.""Wah, ini sangat keren! Terima kasih, Paman Philip, Bibi Barbara." "Ya, terima kasih, Paman, Bibi." Sementara Emily memeluk Barbara sekali lagi, Louis sibuk menarik kursi pink keluar dari kotak. "Emily, ini kursimu!" "Kau mau langsung mencobanya?" Emily membantu Louis membentang kursi agar bisa diduduki. "Ya! Kita harus berfoto dengan Paman dan Bibi sambil duduk di sini," ujar Louis, penuh semangat. Ia tidak peduli kalau jas kecil di tubuhnya membuatnya sulit bergerak. Namun, ketika mendapati kursi miliknya, geraknya tertahan. Matanya berkedip-kedip melihat kain tebal anti air tempat namanya tercetak. "Paman, Bibi, apakah kalian lupa? Warna kesukaanku ada
Baca selengkapnya

S3| 204. Kara Mau Melahirkan

"Halo, Brandon. Selamat datang di acara kami," Louis menjabat tangan teman sekelasnya. "Halo, Louis. Selamat ulang tahun. Semoga kamu panjang umur dan sehat selalu," ucap bocah berambut pirang itu sambil sesekali melirik Emily. "Terima kasih, Brandon. Apakah kau datang seorang diri?" Brandon mengangguk. "Ya, orang tuaku harus menghadiri acara lain. Jadi, hanya sopir yang mengantarku kemari." Selang satu kedipan, Brandon menyodorkan tangannya kepada Emily. "Selamat ulang tahun juga, Emily. Kau cantik sekali malam ini." Emily menjabat tangan Brandon dengan senyum manis. "Terima kasih, Brandon. Kamu juga terlihat keren malam ini. Jas itu cocok denganmu." Brandon tersipu malu. Bibirnya berkedut menahan gejolak kegembiraan dalam dada. "Terima kasih, Emily. Aku sengaja meminta Mama-ku untuk mencari setelan terbaik demi tampil keren di acara ini." "Mama-mu punya selera fashion yang bagus," Emily mengangguk-angguk sebelum melirik ke samping. "Louis, kurasa nanti kau harus mencoba dasi
Baca selengkapnya

S3| 205. Keluarlah, Russell!

Kara sedang duduk di ranjang. Sambil memejamkan mata, ia berusaha mengatur napas. Kepalanya bersandar pada pundak bidang di sebelahnya. "Apakah ada kabar dari si Kembar?" tanya Kara lirih. Frank menggeleng samar. Tangannya terus memijat jemari Kara. "Kau tidak perlu mengkhawatirkan mereka, Ratu Lebah. Mereka anak-anak yang mandiri dan cerdas. Mereka pasti mengerti kalau kamu harus segera melahirkan. Mari merayakan ulang tahun mereka setelah Russell lahir, hmm?" Selang anggukan singkat, Kara menoleh. "Apakah kamu menangis?" Alis Frank sontak tertarik dahi. Sambil menjauhkan kepala agar karena lebih mudah melihatnya, ia menggeleng. "Kenapa kau berpikir aku menangis?" "Suaramu bergetar, Frank." Sambil mengerutkan bibir, Frank menarik napas panjang. "Aku tidak menangis." "Lalu mengapa matamu merah dan berair?" Frank berkedip tegas. "Aku tidak menangis," ulangnya dengan penekanan lebih. Masih dengan napas tersengal-sengal, Kara meloloskan tawa. Kepalanya sedikit miring, menanti gum
Baca selengkapnya

S3| 206. Russell Lucu Sekali!

"Halo, Anak Baik. Selamat datang." Kara merengkuh Russell dengan hati-hati, seolah makhluk kecil itu adalah mutiara yang sangat rapuh. Air mata terus mengucur di pelipisnya. Usai mengecup bayi yang diselimuti oleh handuk itu, Kara kembali berbisik, "Ini Mama, Russell. Mama senang akhirnya Mama bisa memelukmu begini." Sambil mengulum bibir, Frank ikut membungkuk. Ia mengelus punggung mungil itu, lalu mengecup kepalanya yang bergerak-gerak mengimbangi tangis. "Dan ini Papa, Russell. Papa juga senang kau akhirnya hadir di sini." Masih dengan senyum merekah dan mata merah, Frank menatap Kara lembut. Sebelum genangan keharuannya menetes lagi, ia cepat-cepat mengecup kening sang istri. Kara terpejam menerima kehangatan itu. "Terima kasih telah melahirkan putra kita, Ratu Lebah," bisik Frank serak. Kara tersenyum lebih lebar dan mengangguk samar. "Terima kasih telah menemaniku di sini.""Itulah yang seharusnya kulakukan sejak dulu." Frank mengelus pipi Kara sebelum mengecupnya lagi. "P
Baca selengkapnya

S3| 207. Ulang Tahun Bersama Russell

"Oh, lihatlah Russell, Louis. Bukankah dia sangat tampan? Dia sudah bersih dan wangi." Emily mendekatkan hidungnya ke wajah Russell. Ketika berhasil mencium pipi yang sangat lembut itu, Emily terkikik menahan tawa. Ia tidak ingin mengganggu Kara yang tertidur dalam pelukan Frank. "Ya, dia sangat tampan. Dia mirip denganku. Bukankah begitu, Nenek?" Louis mengangkat pandangannya ke arah wanita yang menggendong Russell. Susan tersenyum geli. "Ya, dia mirip denganmu. Hanya saja, hidungnya sedikit lebih mancung." Bibir Louis langsung mengerucut. Telunjuknya meruncing menyentuh hidungnya sendiri. "Mau setinggi apa hidung Russell nanti? Padahal, hidungku sudah sangat mancung." Susan terkekeh mendengar jawaban Louis. "Nenek hanya bercanda, Louis. Siapa yang lebih mancung itu bukan masalah. Yang penting adalah kalian sama-sama sehat." Louis mengangguk sepakat. Tangannya kini terangkat menyentuh kaki adiknya yang mungil. "Nenek, apakah Russell berat?" Susan sontak mengangkat alis. "Kau ma
Baca selengkapnya

S3| 208. Kegembiraan Louis dan Emily

"Lihat ini, Brandon." Louis meletakkan setumpuk kertas foto di atas meja. Kemudian, satu per satu ia tunjukkan kepada temannya. "Ini foto Russell sedang menangis. Ini foto Russell sedang tertawa. Dan ini foto Russell sedang marah." "Apakah anak bayi sudah bisa marah? Bukankah dia masih terlalu muda untuk mengerti apa-apa?" Brandon menggeleng samar. Louis mengedikkan bahu. "Aku tidak tahu soal itu. Tapi kalau Russell melihat sesuatu yang tidak disukainya, tangannya terus mengepak dan mulutnya berbunyi ...." Louis meniru erangan bayi yang membuat penjaga perpustakaan melirik. "Russell juga punya tatapan tajam, Brandon. Kalau dia merasa terganggu oleh kita, dia akan melotot sambil mengerutkan alis." Emily menyentuh pangkal alisnya, memeriksa apakah bentuknya sudah sama seperti alis Russell pada gambar. Brandon tersenyum melihat ekspresi Emily. "Kurasa dia pasti sangat lucu saat marah." "Ya!" Emily mengangguk cepat. "Dia selalu lucu, setiap saat. Louis, tunjukkan foto Russell saat ma
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
484950515253
DMCA.com Protection Status