Home / Romansa / Belenggu Cinta / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Belenggu Cinta: Chapter 1 - Chapter 10

14 Chapters

Bab 1 Jadilah Milikku

“Aku bisa melunasi semua utangmu, tapi sebagai gantinya jadilah milikku.” Lelaki bernama Angga Alvian itu, mantan kekasih yang pernah Selina campakkan, tampaknya tahu kapan waktu yang tepat untuk balas dendam. Ya, sekarang! Setelah Selina jatuh miskin dan terlilit utang. Padahal, rasanya baru kemarin hidup Selina begitu cemerlang dan penuh kebahagiaan. Namun kini, dalam sekejap semuanya hilang. Ibunya selingkuh dan pergi entah ke mana, perusahaan milik keluarganya bangkrut, asetnya habis terjual untuk membayar utang judi yang ditinggalkan ayahnya sebelum meninggal. Itupun belum cukup, Selina masih harus mencari pinjaman ke mana-mana, bahkan rela melakukan pekerjaan paruh waktu hanya untuk menyambung hidup. Bagi Selina yang biasa hidup bergelimang harta, tiba-tiba jatuh miskin terasa sangat menyiksa. Belum lagi setiap hari gerak-geriknya diawasi rentenir, sungguh menambah keresahan dan kecemasan. Takut kalau suatu hari nanti dirinya dijual karena tidak bisa melunasi utang. Hingga a
Read more

Bab 2 Serumah dengan Mantan

Sambil berjalan pergi meninggalkan kediaman Angga yang bak istana, air mata Selina jatuh. “Hiks, gagal lagi. Ke mana sekarang aku harus pergi?” Kerabatnya, meskipun berpunya tapi tidak ada yang sudi meminjamkan sepeser pun uang untuk Selina. Teman-temannya juga tidak bisa diharapkan, semua mendadak menghilang setelah tahu keluarga Selina runtuh dari kejayaan. Pacarnya apalagi, sangat tidak mungkin dimintai bantuan karena keadaannya sama sulitnya dengan Selina. Tapi satu hal yang selalu Selina syukuri, meski tidak dapat membantu secara finansial, setidaknya kekasihnya masih bisa dijadikan tempat pulang. Akhirnya, Selina memutuskan untuk mampir ke rumah kekasihnya, Erlan. “Sayang …,” panggil Selina dengan nada sendu. “Hei, ada apa?” Erlan baru selesai menggoreng keripik pisang saat Selina datang dan langsung memeluknya dari belakang. Kekasih Selina itu memiliki bahu yang lebar dan pinggang ramping sehingga siapa pun yang memeluknya akan merasa nyaman. “Pertemuanku dengan Angga nggak
Read more

Bab 3 Sadarlah Selina, Kamu Itu Jaminan!

“Selina, kenapa kamu di sini?” Erlan baru pulang mengajar saat mendapati Selina duduk di teras rumahnya seorang diri. Di sebelah wanita itu tergeletak koper merah muda berukuran besar dan sebuah ransel berwarna ungu. Selina mendongak menatap Erlan. “Hei, apa yang terjadi?” tanya Erlan begitu menyadari bibir bawah Selina terluka. Dia lantas berlutut dengan sebelah kakinya di hadapan wanita itu untuk memeriksa. “Apa kamu jatuh?” Selina menggeleng. “Rentenir itu datang.” “Dan mereka memukulmu?!” Erlan menebak. Selina mengangguk. Saat itu juga api kemarahan terpancar jelas di mata Erlan, dibarengi dengan kedua tangan lelaki itu yang mengepal kuat-kuat. Menyadari kekasihnya murka, Selina segera menenangkan. “Tapi sekarang semua udah selesai. Angga datang dan melunasi semua utangku,” beri tahunya. “Angga?” “Iya.” Selina membenarkan. “Kamu nggak marah, kan?” “Mana mungkin aku marah,” jawabnya. Erlan memang tidak marah, hanya saja ada sesuatu yang tidak nyaman di dadanya, seperti … s
Read more

Bab 4 Apa Menahanku Belum Cukup?

Tidak terasa satu minggu telah berlalu sejak Selina mulai bekerja di rumah Angga. Tapi hingga detik ini, Selina sama sekali tidak mengindahkan perintah Angga yang memintanya mengundang Erlan. Bukan karena Selina meremehkan Angga. Hanya saja, dia tidak mau Erlan dibawa-bawa dalam urusan mereka karena bisa saja Angga berbuat macam-macam. Apalagi semua orang tahu Angga punya reputasi buruk. Pekerjaannya adalah serendah-rendahnya pekerjaan yang ada di dunia ini, dan menghabisi nyawa orang sudah jadi kebiasaan. Kalaupun harus berurusan dengan lelaki seperti Angga, biar Selina saja, Erlan jangan. “Selina.” Bik Lastri memanggil. Selina yang sedang mengupas sekeranjang bawang bombai bersama dua pembantu lainnya langsung menoleh. “Ya?” “Tolong antar ini ke ruang kerja Tuan Angga,” ujar Bik Lastri sembari mengulurkan nampan berisi dua gelas teh dan beberapa kudapan di piring bermotif bunga berukuran sedang. “Oke.” Selina menerima nampan tersebut dan pergi meninggalkan dapur. Di antara keem
Read more

Bab 5 Selera Suami

“I-itu … Angga,” jawab Selina merasa bersalah. [“Kalian berduaan di kamar? Di jam segini?”] Selina meraup wajahnya dengan panik. “Ini nggak seperti yang kamu pikirkan, kok. Dia cuma minta tolong dan langsung pergi, udah.” [“Oh ….”] Sungguh di luar dugaan, hanya kata itu yang keluar dari mulut Erlan. Padahal, kalau Selina yang ada di posisi lelaki itu dia akan langsung murka. “Kamu nggak marah?” tanya Selina hati-hati. [“Nggak, aku percaya sama kamu,”] ujar Erlan, kemudian meminta Selina tidur sebelum akhirnya menutup panggilan. Meski bibirnya berkata tidak, di dalam hati sebetulnya Erlan benar-benar kesal. Dia cemburu. Wajahnya mengetat setiap kali membayangkan Selina berduaan dengan lelaki lain di dalam kamar, apalagi lelaki itu adalah Angga, mantan Selina. “Aarrgghh!” Sekuat tenaga Erlan mengarahkan tinjunya ke cermin yang menggantung di dinding kamar hingga buku-buku jarinya terluka. Namun hal itu tidak membuat amarahnya meredam. Erlan butuh sesuatu yang bisa mengalihkan pik
Read more

Bab 6 Erlan Si Pemberani

“B-bagaimana bisa dia ada di sini?” Selina menatap Angga. “Aku mengundangnya makan malam.” “Apa?!” Tanpa memedulikan keterkejutan Selina, Angga langsung turun dari mobil untuk menyapa Erlan. Lelaki itu dengan sok akrab dan sok dekatnya menyalami kekasih Selina sambil tersenyum. Tak tahan melihat pemandangan itu dari dalam mobil, Selina akhirnya keluar. Dia ingin menarik Erlan menjauh dari Angga untuk bicara berdua. Tapi belum sempat dia melakukan itu, Angga tiba-tiba mengajak masuk. Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam saat Angga mengambil posisi duduk di ujung meja sebagai tuan rumah. Erlan lalu dipersilakan duduk di hadapan Angga, tepat di kursi yang biasa diduduki Selina ketika makan. Sedangkan Selina duduk di tengah-tengah kedua lelaki itu dalam jarak yang cukup jauh. “Terima kasih sudah mengundang saya makan malam di sini.” Erlan memulai pembicaraan, namun dengan ekspresi datar karena tidak menyukai lawan bicaranya. Angga tersenyum meremehkan. “Kamu adalah satu-satunya
Read more

Bab 7 Aslinya Angga Jauh Lebih Kejam

Erlan tidak menyangka aslinya Angga jauh lebih buruk dari yang dia bayangkan. Tak hanya menghina dan mengancamnya dengan pembunuhan, lelaki itu juga menyuapnya untuk meninggalkan Selina? Yang benar saja! Erlan yang tempo hari sempat berpikir untuk melepaskan Selina karena tidak mau menahannya dalam kemiskinan, mendadak membuang jauh-jauh pikiran konyolnya itu. Apa pun yang terjadi, dia takkan melepaskan Selina. Dia tidak rela wanita yang paling dicintainya menjadi milik bedebah ini. Dengan mantap, Erlan menjawab, “Saya nggak butuh uang kotormu!” Kemudian pergi tanpa pamit. Angga melipat kedua tangannya di depan perut. Bibirnya tersenyum miring. Sungguh keberanian yang patut diapresiasi, baru kali ini ada orang miskin yang bersikap sok di depannya. Terlebih, di kediaman Angga yang jelas-jelas dijaga tiga orang satpam bersenjata tajam. Belum lagi, ada Dion yang darahnya selalu mendidih setiap kali melihat bosnya tidak dihormati. Apa Erlan benar-benar tidak punya rasa takut? “Loh, d
Read more

Bab 8 Bersembunyi di Kamar Majikan

Beberapa saat yang lalu Angga memuji Selina karena telah memilih pilihan yang tepat. Ya, Selina memenuhi permintaan Angga untuk berjanji. Tapi, Selina sendiri tidak yakin apakah yang dilakukannya itu benar. Berjanji tidak akan menemui kekasihnya lagi demi menyelamatkan pria asing yang baru ditemuinya sekali, akankah Erlan memaafkannya? “Sebenarnya, kenapa kamu melakukan ini?” Selina berhenti di ujung tangga lantai tiga. Setelah kejadian tadi, Angga bersikeras ingin mengantarnya ke kamar. Kini lelaki itu berdiri di sebelah Selina, menatapnya dengan sorot mata yang jauh lebih hangat ketimbang tadi. “Melakukan apa?” tanyanya sok polos, dan itu membuat Selina makin kesal. Sembari mengepalkan kedua tangan, Selina menjawab, “Memaksaku menjauhi pacarku! Kamu sadar nggak, sih, tindakanmu akhir-akhir ini keterlaluan? Ya, benar, Aku memang punya utang padamu, jadi aku nggak keberatan kalau kamu menganggapku sebagai jaminan, sebagai milikmu, atau apalah. Tapi yang sekarang kelewatan! Kenapa ha
Read more

Bab 9 Maukah Kamu 'Tidur' Denganku?

Setelah Selina duduk di sebelahnya, Angga mengambil sesuatu dari laci nakas kemudian memberikannya kepada wanita itu. Selina mengerutkan dahi. “Potongan kuku?” Angga mengangguk seraya mengulurkan tangan kanannya ke depan wajah Selina. “Tolong potong kukuku.” “Memangnya kamu nggak bisa melakukannya sendiri?!” “Tentu saja bisa,” ujar lelaki itu. “Tapi aku butuh alasan untuk menahanmu di sini. Atau …, kamu ingin mengolah daging kerbau saja daripada memotong kukuku?” Sial! Selina tidak dapat memungkiri bahwa memotong kuku Angga jauh lebih mudah ketimbang mengolah daging kerbau, yang dia sendiri tidak tahu bagaimana caranya. Selina bahkan belum pernah makan daging kerbau. Bagaimana wujud dagingnya juga tidak tahu. Seperti daging sapikah? Atau justru lebih mirip daging kambing yang bau? Ewh, memikirkannya saja membuat Selina bergidik. Akhirnya, dia memutuskan untuk meraih tangan Angga dan mulai memotong kuku lelaki itu tanpa bicara apa-apa. Di sebelah Selina, Angga tersenyum. Sesekali
Read more

Bab 10 Uang tak Dapat Membeli Hati

Suasana hati Selina tiba-tiba berubah jadi buruk setelah Dion mengatakan itu. Lirikan sinisnya kemudian tertuju ke lelaki berpakaian serba hitam yang duduk di sebelah Dion dengan menyandarkan kepalanya di atas meja. Itu Angga, dan dia mabuk. Dalam keadaan waras saja mulut Angga dengan gampangnya mengajak Selina “tidur”, apa kabar jika mereka berduaan di kamar lagi dengan kondisi Angga yang mabuk begini? Bisa-bisa, Angga hilang kendali dan melakukan sesuatu yang tidak-tidak. “Sesekali masuk angin nggak akan bikin orang kehilangan nyawa, kok. Jadi, biarkan saja dia tidur di sini kayak yang lain,” jawab Selina. Seluruh tamu yang hadir memang tidak diperbolehkan pulang karena sedang dalam pengaruh alkohol. Jadi, mereka semua tidur di sembarang tempat di halaman rumah Angga. Ada yang tidur di kursi, ada yang tidur di atas panggung, ada yang di teras, di atas meja prasmanan, bahkan juga ada yang tergeletak di rerumputan tanpa alas apa pun. “Bos Angga beda dengan mereka, kesehatannya jauh
Read more
PREV
12
DMCA.com Protection Status