Beranda / Romansa / Belenggu Cinta / Bab 1 Jadilah Milikku

Share

Belenggu Cinta
Belenggu Cinta
Penulis: Amsol

Bab 1 Jadilah Milikku

Penulis: Amsol
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Aku bisa melunasi semua utangmu, tapi sebagai gantinya jadilah milikku.”

Lelaki bernama Angga Alvian itu, mantan kekasih yang pernah Selina campakkan, tampaknya tahu kapan waktu yang tepat untuk balas dendam.

Ya, sekarang!

Setelah Selina jatuh miskin dan terlilit utang.

Padahal, rasanya baru kemarin hidup Selina begitu cemerlang dan penuh kebahagiaan. Namun kini, dalam sekejap semuanya hilang. Ibunya selingkuh dan pergi entah ke mana, perusahaan milik keluarganya bangkrut, asetnya habis terjual untuk membayar utang judi yang ditinggalkan ayahnya sebelum meninggal. Itupun belum cukup, Selina masih harus mencari pinjaman ke mana-mana, bahkan rela melakukan pekerjaan paruh waktu hanya untuk menyambung hidup.

Bagi Selina yang biasa hidup bergelimang harta, tiba-tiba jatuh miskin terasa sangat menyiksa. Belum lagi setiap hari gerak-geriknya diawasi rentenir, sungguh menambah keresahan dan kecemasan. Takut kalau suatu hari nanti dirinya dijual karena tidak bisa melunasi utang. Hingga akhirnya, ketakutan itu membawa Selina nekat mendatangi Angga untuk meminta bantuan, tapi tak disangka lelaki itu malah memberinya tawaran tidak masuk akal.

“Harus berapa kali kubilang kalau aku nggak mau?!” Selina kesal. Sejak mereka putus, ini sudah ketiga kalinya Angga minta balikan. “Tolong berhenti ngajak aku balikan, aku udah punya pacar.”

“Aku nggak bilang aku mau balikan,” jawab Angga.

“Lah? Terus?” Selina tidak mengerti.

“Aku cuma mau kamu ada di sisiku,” kata Angga.

“Hanya itu?”

“Ya.”

Sungguh tawaran yang menarik. Kalau hanya dengan berada di sisi Angga semua utangnya bisa lunas, maka tidak ada alasan bagi Selina untuk menolak. Apalagi utangnya tidak sedikit, setengahnya saja sudah lebih dari cukup untuk membeli dua mobil mewah. Ketimbang mencicil dengan upah tak seberapa dari pekerjaan paruh waktunya, lebih baik Selina menerima tawaran Angga.

“Lalu, apa yang harus kulakukan saat berada di sisimu?” tanya Selina lebih lanjut.

“Everything I want, dan kamu nggak boleh nolak.”

“Apa?! Itu bahkan lebih parah dari balikan! Gimana kalau apa yang kamu inginkan nanti melampaui batas, seperti … kamu tiba-tiba ingin tidur denganku, misalnya?”

Angga menyeringai mendengar pertanyaan Selina. “Itu memang salah satu yang kuinginkan, tapi aku nggak akan memintanya dalam waktu dekat ini. Jadi, masih ada waktu kalau kamu mau kasih tahu pacarmu. Bilang padanya kalau kamu akan melakukan ‘itu’ denganku.”

“Dasar brengsek!” Jawaban Angga benar-benar minta ditampar. Selina langsung bangkit dari kursi ruang tamu lelaki itu dengan api kemarahan yang berkobar-kobar di dadanya. “Omong kosong macam apa ini? Kalau kamu mau balas dendam karena aku pernah mencampakkanmu, bukan begini caranya!” Selina menduga penyebab Angga menghinanya seperti ini adalah sakit hati di masa lalu.

Dua belas tahun silam, saat keduanya masih duduk di bangku SMA Selina pernah mencampakkan Angga. Kala itu, Selina yang tidak tahan melihat Angga dirundung oleh salah satu geng kakak kelas lantas menolongnya. Dia dengan berani melawan gerombolan kakak kelas itu, bahkan mengutuk mereka dengan kata-kata kasar. Sejak saat itu dirinya dan Angga berteman. Angga selalu mengikuti Selina ke mana pun dia pergi. Selina tidak keberatan karena bila bersamanya Angga akan aman, tak ada lagi yang berani merundungnya. Tapi lambat laun, Angga mulai menunjukkan ketertarikan yang membuat Selina merasa risi.

Saat akhirnya lelaki itu menyatakan cinta, Selina yang tidak enak hati untuk menolak terpaksa menerimanya. Tak dapat dipungkiri, selama satu tahun pacaran Angga memang begitu menyayanginya. Lelaki yang gosipnya adalah anak tunggal kaya raya itu sangat memanjakan Selina dan selalu memperlakukannya seperti ratu. Namun sekuat apa pun berusaha, sebuah hubungan tetap sulit jika bukan wanita dulu yang jatuh cinta. Setiap kali Selina ingin mengakhiri hubungan mereka, Angga selalu menahannya. Jadi, mau tak mau Selina dengan terang-terangan selingkuh supaya Angga menyerah.

“Aku bukan wanita gampangan! Sebanyak apa pun uangmu dan sehebat apa pun kamu, kamu nggak akan bisa menginjak-injak harga diriku!” lanjut Selina, dia benar-benar marah.

Namun Angga menanggapinya dengan tenang. Seraya mengambil secangkir teh yang ada di hadapannya, lelaki itu berkata, “Untuk ukuran orang yang lagi cari pinjaman, kamu terlalu pemarah, Selina. Padahal nggak ada, loh, yang menganggap kamu gampangan, aku hanya mencoba memberi tawaran terbaik.”

“Oh, makasih! Tapi kalaupun harus mati, aku nggak akan pernah menjual tubuhku demi uang!”

Selina muak mendengar orang-orang yang menyarankannya untuk menikah saja dengan pria kaya, atau paling tidak menjadi simpanan konglomerat supaya bisa membayar utang. Selina tahu dia sangat tidak berbakat dalam banyak hal. Upah tak seberapa dari pekerjaan paruh waktunya juga tidak bisa membebaskannya dari lilitan utang. Tapi bagaimana bisa orang-orang itu, termasuk Angga, menyarankan untuk menggadaikan harga dirinya demi uang? Apa mereka pikir Selina serendah itu?!

“Tenanglah.” Angga berkata dengan lembut. “Kamu boleh mempertimbangkannya lagi dan kembali setelah punya jawaban.”

“Cih! Nggak ada yang perlu dipertimbangkan.”

Selina langsung pergi usai mengatakan itu. Namun amarahnya belum selesai, di dekat pintu dia dengan sengaja menjatuhkan sebuah guci berukuran besar untuk menunjukkan kepada Angga bahwa jatuh miskin tidak membuatnya menjadi lemah.

Bunyi pecahan guci itu seketika menggema di ruang tamu Angga yang luas. Pembantu yang tak sengaja melihat kejadian tersebut dari ruang keluarga ketar-ketir karena harga guci itu tidak murah. Siapa pun yang merusaknya pasti akan diberi pelajaran oleh si empunya rumah. Tapi di sisi lain, Angga justru tampak tenang. Sambil menyeruput tehnya yang mulai dingin, dia berjalan menuju ruang kerja dan memanggil orang kepercayaannya untuk diam-diam mengikuti Selina.

“Laporkan semuanya, termasuk hal terkecil yang dia lakukan,” perintah Angga.

“Baik, Bos.”

“Selain kamu, mungkin ada lintah darat yang juga mengikutinya diam-diam. Jadi, pastikan dia selalu dalam keadaan aman.”

“Baik, Bos,” jawabnya patuh. “Kalau boleh tahu, apakah wanita itu orang yang Anda sukai?”

“Mana mungkin, dia itu pengkhianat.”

“Pengkhianat?!” Lelaki yang usianya dua tahun lebih muda dari Angga itu terkejut. Pengkhianat adalah penjahat keji dan hukuman yang pantas untuknya hanyalah mati. Dengan menggebu-gebu, dia lantas berkata, “Lalu kenapa Anda minta saya menjaganya? Saya bisa langsung membunuhnya kalau Anda mengizinkan.”

“Jangan.”

Bagi Angga, pemimpin dari ratusan begal yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia, membunuh orang bukanlah perkara sulit. Hanya dengan sekali anggukan kepala, nyawa manusia bisa melayang di tangannya, tapi bukan itu yang Angga inginkan untuk membalas Selina. Daripada mata dibalas nyawa, dia lebih suka mata dibalas mata. Jadi, wanita yang pernah menghancurkan hatinya juga harus merasakan kehancuran yang sama.

“Dia harus tetap hidup karena aku nggak mau tidur dengan orang mati,” ujar Angga menyeringai.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
eksa viera
wow.. Angga dan Selina, cinta lama belum kelar nih Angga kayaknya, benci dan cinta itu beda tipis lho Angga jadi jan benci² amat ma Selina ya.. main cantik aja udh wkwkwkwk
goodnovel comment avatar
Nada Fajria Salsabila
hadir solllll
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Belenggu Cinta   Bab 2 Serumah dengan Mantan

    Sambil berjalan pergi meninggalkan kediaman Angga yang bak istana, air mata Selina jatuh. “Hiks, gagal lagi. Ke mana sekarang aku harus pergi?” Kerabatnya, meskipun berpunya tapi tidak ada yang sudi meminjamkan sepeser pun uang untuk Selina. Teman-temannya juga tidak bisa diharapkan, semua mendadak menghilang setelah tahu keluarga Selina runtuh dari kejayaan. Pacarnya apalagi, sangat tidak mungkin dimintai bantuan karena keadaannya sama sulitnya dengan Selina. Tapi satu hal yang selalu Selina syukuri, meski tidak dapat membantu secara finansial, setidaknya kekasihnya masih bisa dijadikan tempat pulang. Akhirnya, Selina memutuskan untuk mampir ke rumah kekasihnya, Erlan. “Sayang …,” panggil Selina dengan nada sendu. “Hei, ada apa?” Erlan baru selesai menggoreng keripik pisang saat Selina datang dan langsung memeluknya dari belakang. Kekasih Selina itu memiliki bahu yang lebar dan pinggang ramping sehingga siapa pun yang memeluknya akan merasa nyaman. “Pertemuanku dengan Angga nggak

  • Belenggu Cinta   Bab 3 Sadarlah Selina, Kamu Itu Jaminan!

    “Selina, kenapa kamu di sini?” Erlan baru pulang mengajar saat mendapati Selina duduk di teras rumahnya seorang diri. Di sebelah wanita itu tergeletak koper merah muda berukuran besar dan sebuah ransel berwarna ungu. Selina mendongak menatap Erlan. “Hei, apa yang terjadi?” tanya Erlan begitu menyadari bibir bawah Selina terluka. Dia lantas berlutut dengan sebelah kakinya di hadapan wanita itu untuk memeriksa. “Apa kamu jatuh?” Selina menggeleng. “Rentenir itu datang.” “Dan mereka memukulmu?!” Erlan menebak. Selina mengangguk. Saat itu juga api kemarahan terpancar jelas di mata Erlan, dibarengi dengan kedua tangan lelaki itu yang mengepal kuat-kuat. Menyadari kekasihnya murka, Selina segera menenangkan. “Tapi sekarang semua udah selesai. Angga datang dan melunasi semua utangku,” beri tahunya. “Angga?” “Iya.” Selina membenarkan. “Kamu nggak marah, kan?” “Mana mungkin aku marah,” jawabnya. Erlan memang tidak marah, hanya saja ada sesuatu yang tidak nyaman di dadanya, seperti … s

  • Belenggu Cinta   Bab 4 Apa Menahanku Belum Cukup?

    Tidak terasa satu minggu telah berlalu sejak Selina mulai bekerja di rumah Angga. Tapi hingga detik ini, Selina sama sekali tidak mengindahkan perintah Angga yang memintanya mengundang Erlan. Bukan karena Selina meremehkan Angga. Hanya saja, dia tidak mau Erlan dibawa-bawa dalam urusan mereka karena bisa saja Angga berbuat macam-macam. Apalagi semua orang tahu Angga punya reputasi buruk. Pekerjaannya adalah serendah-rendahnya pekerjaan yang ada di dunia ini, dan menghabisi nyawa orang sudah jadi kebiasaan. Kalaupun harus berurusan dengan lelaki seperti Angga, biar Selina saja, Erlan jangan. “Selina.” Bik Lastri memanggil. Selina yang sedang mengupas sekeranjang bawang bombai bersama dua pembantu lainnya langsung menoleh. “Ya?” “Tolong antar ini ke ruang kerja Tuan Angga,” ujar Bik Lastri sembari mengulurkan nampan berisi dua gelas teh dan beberapa kudapan di piring bermotif bunga berukuran sedang. “Oke.” Selina menerima nampan tersebut dan pergi meninggalkan dapur. Di antara keem

  • Belenggu Cinta   Bab 5 Selera Suami

    “I-itu … Angga,” jawab Selina merasa bersalah. [“Kalian berduaan di kamar? Di jam segini?”] Selina meraup wajahnya dengan panik. “Ini nggak seperti yang kamu pikirkan, kok. Dia cuma minta tolong dan langsung pergi, udah.” [“Oh ….”] Sungguh di luar dugaan, hanya kata itu yang keluar dari mulut Erlan. Padahal, kalau Selina yang ada di posisi lelaki itu dia akan langsung murka. “Kamu nggak marah?” tanya Selina hati-hati. [“Nggak, aku percaya sama kamu,”] ujar Erlan, kemudian meminta Selina tidur sebelum akhirnya menutup panggilan. Meski bibirnya berkata tidak, di dalam hati sebetulnya Erlan benar-benar kesal. Dia cemburu. Wajahnya mengetat setiap kali membayangkan Selina berduaan dengan lelaki lain di dalam kamar, apalagi lelaki itu adalah Angga, mantan Selina. “Aarrgghh!” Sekuat tenaga Erlan mengarahkan tinjunya ke cermin yang menggantung di dinding kamar hingga buku-buku jarinya terluka. Namun hal itu tidak membuat amarahnya meredam. Erlan butuh sesuatu yang bisa mengalihkan pik

  • Belenggu Cinta   Bab 6 Erlan Si Pemberani

    “B-bagaimana bisa dia ada di sini?” Selina menatap Angga. “Aku mengundangnya makan malam.” “Apa?!” Tanpa memedulikan keterkejutan Selina, Angga langsung turun dari mobil untuk menyapa Erlan. Lelaki itu dengan sok akrab dan sok dekatnya menyalami kekasih Selina sambil tersenyum. Tak tahan melihat pemandangan itu dari dalam mobil, Selina akhirnya keluar. Dia ingin menarik Erlan menjauh dari Angga untuk bicara berdua. Tapi belum sempat dia melakukan itu, Angga tiba-tiba mengajak masuk. Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam saat Angga mengambil posisi duduk di ujung meja sebagai tuan rumah. Erlan lalu dipersilakan duduk di hadapan Angga, tepat di kursi yang biasa diduduki Selina ketika makan. Sedangkan Selina duduk di tengah-tengah kedua lelaki itu dalam jarak yang cukup jauh. “Terima kasih sudah mengundang saya makan malam di sini.” Erlan memulai pembicaraan, namun dengan ekspresi datar karena tidak menyukai lawan bicaranya. Angga tersenyum meremehkan. “Kamu adalah satu-satunya

  • Belenggu Cinta   Bab 7 Aslinya Angga Jauh Lebih Kejam

    Erlan tidak menyangka aslinya Angga jauh lebih buruk dari yang dia bayangkan. Tak hanya menghina dan mengancamnya dengan pembunuhan, lelaki itu juga menyuapnya untuk meninggalkan Selina? Yang benar saja! Erlan yang tempo hari sempat berpikir untuk melepaskan Selina karena tidak mau menahannya dalam kemiskinan, mendadak membuang jauh-jauh pikiran konyolnya itu. Apa pun yang terjadi, dia takkan melepaskan Selina. Dia tidak rela wanita yang paling dicintainya menjadi milik bedebah ini. Dengan mantap, Erlan menjawab, “Saya nggak butuh uang kotormu!” Kemudian pergi tanpa pamit. Angga melipat kedua tangannya di depan perut. Bibirnya tersenyum miring. Sungguh keberanian yang patut diapresiasi, baru kali ini ada orang miskin yang bersikap sok di depannya. Terlebih, di kediaman Angga yang jelas-jelas dijaga tiga orang satpam bersenjata tajam. Belum lagi, ada Dion yang darahnya selalu mendidih setiap kali melihat bosnya tidak dihormati. Apa Erlan benar-benar tidak punya rasa takut? “Loh, d

  • Belenggu Cinta   Bab 8 Bersembunyi di Kamar Majikan

    Beberapa saat yang lalu Angga memuji Selina karena telah memilih pilihan yang tepat. Ya, Selina memenuhi permintaan Angga untuk berjanji. Tapi, Selina sendiri tidak yakin apakah yang dilakukannya itu benar. Berjanji tidak akan menemui kekasihnya lagi demi menyelamatkan pria asing yang baru ditemuinya sekali, akankah Erlan memaafkannya? “Sebenarnya, kenapa kamu melakukan ini?” Selina berhenti di ujung tangga lantai tiga. Setelah kejadian tadi, Angga bersikeras ingin mengantarnya ke kamar. Kini lelaki itu berdiri di sebelah Selina, menatapnya dengan sorot mata yang jauh lebih hangat ketimbang tadi. “Melakukan apa?” tanyanya sok polos, dan itu membuat Selina makin kesal. Sembari mengepalkan kedua tangan, Selina menjawab, “Memaksaku menjauhi pacarku! Kamu sadar nggak, sih, tindakanmu akhir-akhir ini keterlaluan? Ya, benar, Aku memang punya utang padamu, jadi aku nggak keberatan kalau kamu menganggapku sebagai jaminan, sebagai milikmu, atau apalah. Tapi yang sekarang kelewatan! Kenapa ha

  • Belenggu Cinta   Bab 9 Maukah Kamu 'Tidur' Denganku?

    Setelah Selina duduk di sebelahnya, Angga mengambil sesuatu dari laci nakas kemudian memberikannya kepada wanita itu. Selina mengerutkan dahi. “Potongan kuku?” Angga mengangguk seraya mengulurkan tangan kanannya ke depan wajah Selina. “Tolong potong kukuku.” “Memangnya kamu nggak bisa melakukannya sendiri?!” “Tentu saja bisa,” ujar lelaki itu. “Tapi aku butuh alasan untuk menahanmu di sini. Atau …, kamu ingin mengolah daging kerbau saja daripada memotong kukuku?” Sial! Selina tidak dapat memungkiri bahwa memotong kuku Angga jauh lebih mudah ketimbang mengolah daging kerbau, yang dia sendiri tidak tahu bagaimana caranya. Selina bahkan belum pernah makan daging kerbau. Bagaimana wujud dagingnya juga tidak tahu. Seperti daging sapikah? Atau justru lebih mirip daging kambing yang bau? Ewh, memikirkannya saja membuat Selina bergidik. Akhirnya, dia memutuskan untuk meraih tangan Angga dan mulai memotong kuku lelaki itu tanpa bicara apa-apa. Di sebelah Selina, Angga tersenyum. Sesekali

Bab terbaru

  • Belenggu Cinta   Bab 14 Campur Tangan Seorang Ibu

    Sebelum ibunya berselingkuh, masa remaja Selina tak pernah sepi dari pertengkarannya dengan sang ibu. Wanita yang melahirkannya itu kerap kali menudingnya macam-macam setiap kali Selina melakukan kenakalan, tapi ayahnya tak pernah sekalipun membela. Jangankan mencari cara supaya Selina berhenti diomeli ibunya, melerai pertengkaran yang terjadi di antara anak-istrinya saja tidak.Ayah Selina, meskipun sebetulnya penyayang namun sikapnya kadang-kadang seperti pecundang. Itulah kenapa sejak dulu Selina selalu menjauhkan laki-laki yang mirip dengan ayahnya dari daftar suami idaman.“Apa kamu tersinggung karena aku mengatakan itu, mengaku kita akan menikah?”Selina dengan cepat menggelengkan kepala.Bagaimana dia bisa tersinggung kalau Angga secara mengejutkan menunjukkan perilaku yang bertolak belakang dengan sikap ayah Selina yang pecundang? Angga membelanya, sungguh mengagumkan.“Syukurlah,” ujar lelaki itu.*** Hari ini menjadi hari tersial Dion karena Angga memintanya mengantarkan Li

  • Belenggu Cinta   Bab 13 Dia 'Mainan' atau Pembantu?

    Gara-gara posisi mereka yang terlalu dekat, detak jantung Selina jadi dua kali lipat lebih kencang dari biasanya. Nyaris meledak. Pipinya juga merona. Akan tetapi, pertanyaan Angga yang menyebut-nyebut nama Erlan membuatnya dilanda kekhawatiran seketika. “Kenapa kamu tiba-tiba tanya soal Erlan?” “Apa nggak boleh?” “Bukan begitu.” Suara Selina bergetar. “Maksudku, bagaimana aku bisa memberinya sesuatu kalau aku sendiri udah janji nggak akan menemuinya lagi?” Angga tersenyum tawar. “Selina, bukankah seharusnya ada hukuman bagi pengingkar janji?” Selina menelan ludah dengan susah payah. “Saat ada yang memberitahuku kalau kamu menemui laki-laki itu lagi, aku sangat marah. Kalau bukan karena seseorang yang memintaku memenangkan hatimu dengan cara yang baik, aku mungkin akan langsung menghabisi pacarmu supaya kalian nggak bisa bertemu lagi.” “Angga, kamu gila!” beri tahu Selina. “Ya, aku tahu.” Sejak Angga menyadari perasaannya kepada Selina adalah antara benci dan cinta, sikapnya pada

  • Belenggu Cinta   Bab 12 Menangkan Dia dengan Cara yang Baik

    Cium kening. Sama sekali bukan hal tabu dalam gaya pacaran mereka dalam kurun waktu sembilan tahun ini. Jadi, Selina pasti akan mendapatkannya andai saja Bik Lastri tidak datang dan mengajaknya pulang. “Sial!” gumam Selina, yang hanya didengar oleh Erlan. Erlan tersenyum gemas. “Jangan sering-sering mengumpat, Sayang, nggak baik.” Usai berpisah dengan kekasihnya, Selina mampir ke toserba yang tak jauh dari parkiran untuk membeli sesuatu yang nantinya akan diberikan kepada Angga jika lelaki itu menginterogasinya soal barang-barang apa saja yang dibelinya di pasar. Tapi sesampainya Selina di rumah, Angga belum pulang. Setiap kali ada orangnya yang meninggal, Angga memang selalu melayat dan tak langsung pulang hingga berjam-jam. Dia bahkan kerap kali ikut mengantarkan anak buahnya sampai ke liang lahat. Itu merupakan sikap pemimpin yang diajarkan kakeknya sejak dini dan hingga kini masih Angga terapkan. Termasuk pesan kakeknya yang mengatakan bahwa anak-anak yang orangtuanya tertangk

  • Belenggu Cinta   Bab 11 Boleh Aku Dapat Ciuman?

    Angga menyandarkan punggungnya ke kursi yang ada di belakang meja kerjanya dengan pasrah. Matanya terpejam, dibarengi dengan tarikan napas yang begitu dalam. Masalah seperti ini bukan hal baru lagi di dunia perbegalan. Meski orang-orangnya sudah dibekali dengan pelatihan bela diri, senjata tajam, bahkan ilmu kebal dan jimat, kalau ajal datang maka tidak ada yang bisa menghindar. Orang-orangnya ini masih beruntung karena hanya dibakar hidup-hidup. Kalau sampai ditelanjangi dan diarak berkeliling desa sebelum akhirnya dipenggal, tidak hanya sakit, mereka juga akan merasa malu. Belum lagi, biasanya kepala pelaku begal yang tertangkap akan dipertontonkan selama berhari-hari di tiang bambu yang sengaja dipasang di tempat ramai. Tapi itu bukan yang paling parah. Pernah sekali di masa kepemimpinan kakek Angga, salah satu pelaku begal yang tertangkap tidak hanya dipenggal, namun kepalanya juga dikirim ke keluarganya sebagai pelajaran. Parahnya, yang menerima kotak kayu berisi kepala tersebut

  • Belenggu Cinta   Bab 10 Uang tak Dapat Membeli Hati

    Suasana hati Selina tiba-tiba berubah jadi buruk setelah Dion mengatakan itu. Lirikan sinisnya kemudian tertuju ke lelaki berpakaian serba hitam yang duduk di sebelah Dion dengan menyandarkan kepalanya di atas meja. Itu Angga, dan dia mabuk. Dalam keadaan waras saja mulut Angga dengan gampangnya mengajak Selina “tidur”, apa kabar jika mereka berduaan di kamar lagi dengan kondisi Angga yang mabuk begini? Bisa-bisa, Angga hilang kendali dan melakukan sesuatu yang tidak-tidak. “Sesekali masuk angin nggak akan bikin orang kehilangan nyawa, kok. Jadi, biarkan saja dia tidur di sini kayak yang lain,” jawab Selina. Seluruh tamu yang hadir memang tidak diperbolehkan pulang karena sedang dalam pengaruh alkohol. Jadi, mereka semua tidur di sembarang tempat di halaman rumah Angga. Ada yang tidur di kursi, ada yang tidur di atas panggung, ada yang di teras, di atas meja prasmanan, bahkan juga ada yang tergeletak di rerumputan tanpa alas apa pun. “Bos Angga beda dengan mereka, kesehatannya jauh

  • Belenggu Cinta   Bab 9 Maukah Kamu 'Tidur' Denganku?

    Setelah Selina duduk di sebelahnya, Angga mengambil sesuatu dari laci nakas kemudian memberikannya kepada wanita itu. Selina mengerutkan dahi. “Potongan kuku?” Angga mengangguk seraya mengulurkan tangan kanannya ke depan wajah Selina. “Tolong potong kukuku.” “Memangnya kamu nggak bisa melakukannya sendiri?!” “Tentu saja bisa,” ujar lelaki itu. “Tapi aku butuh alasan untuk menahanmu di sini. Atau …, kamu ingin mengolah daging kerbau saja daripada memotong kukuku?” Sial! Selina tidak dapat memungkiri bahwa memotong kuku Angga jauh lebih mudah ketimbang mengolah daging kerbau, yang dia sendiri tidak tahu bagaimana caranya. Selina bahkan belum pernah makan daging kerbau. Bagaimana wujud dagingnya juga tidak tahu. Seperti daging sapikah? Atau justru lebih mirip daging kambing yang bau? Ewh, memikirkannya saja membuat Selina bergidik. Akhirnya, dia memutuskan untuk meraih tangan Angga dan mulai memotong kuku lelaki itu tanpa bicara apa-apa. Di sebelah Selina, Angga tersenyum. Sesekali

  • Belenggu Cinta   Bab 8 Bersembunyi di Kamar Majikan

    Beberapa saat yang lalu Angga memuji Selina karena telah memilih pilihan yang tepat. Ya, Selina memenuhi permintaan Angga untuk berjanji. Tapi, Selina sendiri tidak yakin apakah yang dilakukannya itu benar. Berjanji tidak akan menemui kekasihnya lagi demi menyelamatkan pria asing yang baru ditemuinya sekali, akankah Erlan memaafkannya? “Sebenarnya, kenapa kamu melakukan ini?” Selina berhenti di ujung tangga lantai tiga. Setelah kejadian tadi, Angga bersikeras ingin mengantarnya ke kamar. Kini lelaki itu berdiri di sebelah Selina, menatapnya dengan sorot mata yang jauh lebih hangat ketimbang tadi. “Melakukan apa?” tanyanya sok polos, dan itu membuat Selina makin kesal. Sembari mengepalkan kedua tangan, Selina menjawab, “Memaksaku menjauhi pacarku! Kamu sadar nggak, sih, tindakanmu akhir-akhir ini keterlaluan? Ya, benar, Aku memang punya utang padamu, jadi aku nggak keberatan kalau kamu menganggapku sebagai jaminan, sebagai milikmu, atau apalah. Tapi yang sekarang kelewatan! Kenapa ha

  • Belenggu Cinta   Bab 7 Aslinya Angga Jauh Lebih Kejam

    Erlan tidak menyangka aslinya Angga jauh lebih buruk dari yang dia bayangkan. Tak hanya menghina dan mengancamnya dengan pembunuhan, lelaki itu juga menyuapnya untuk meninggalkan Selina? Yang benar saja! Erlan yang tempo hari sempat berpikir untuk melepaskan Selina karena tidak mau menahannya dalam kemiskinan, mendadak membuang jauh-jauh pikiran konyolnya itu. Apa pun yang terjadi, dia takkan melepaskan Selina. Dia tidak rela wanita yang paling dicintainya menjadi milik bedebah ini. Dengan mantap, Erlan menjawab, “Saya nggak butuh uang kotormu!” Kemudian pergi tanpa pamit. Angga melipat kedua tangannya di depan perut. Bibirnya tersenyum miring. Sungguh keberanian yang patut diapresiasi, baru kali ini ada orang miskin yang bersikap sok di depannya. Terlebih, di kediaman Angga yang jelas-jelas dijaga tiga orang satpam bersenjata tajam. Belum lagi, ada Dion yang darahnya selalu mendidih setiap kali melihat bosnya tidak dihormati. Apa Erlan benar-benar tidak punya rasa takut? “Loh, d

  • Belenggu Cinta   Bab 6 Erlan Si Pemberani

    “B-bagaimana bisa dia ada di sini?” Selina menatap Angga. “Aku mengundangnya makan malam.” “Apa?!” Tanpa memedulikan keterkejutan Selina, Angga langsung turun dari mobil untuk menyapa Erlan. Lelaki itu dengan sok akrab dan sok dekatnya menyalami kekasih Selina sambil tersenyum. Tak tahan melihat pemandangan itu dari dalam mobil, Selina akhirnya keluar. Dia ingin menarik Erlan menjauh dari Angga untuk bicara berdua. Tapi belum sempat dia melakukan itu, Angga tiba-tiba mengajak masuk. Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam saat Angga mengambil posisi duduk di ujung meja sebagai tuan rumah. Erlan lalu dipersilakan duduk di hadapan Angga, tepat di kursi yang biasa diduduki Selina ketika makan. Sedangkan Selina duduk di tengah-tengah kedua lelaki itu dalam jarak yang cukup jauh. “Terima kasih sudah mengundang saya makan malam di sini.” Erlan memulai pembicaraan, namun dengan ekspresi datar karena tidak menyukai lawan bicaranya. Angga tersenyum meremehkan. “Kamu adalah satu-satunya

DMCA.com Protection Status