Beranda / Romansa / Belenggu Cinta / Bab 4 Apa Menahanku Belum Cukup?

Share

Bab 4 Apa Menahanku Belum Cukup?

Penulis: Amsol
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Tidak terasa satu minggu telah berlalu sejak Selina mulai bekerja di rumah Angga. Tapi hingga detik ini, Selina sama sekali tidak mengindahkan perintah Angga yang memintanya mengundang Erlan.

Bukan karena Selina meremehkan Angga. Hanya saja, dia tidak mau Erlan dibawa-bawa dalam urusan mereka karena bisa saja Angga berbuat macam-macam. Apalagi semua orang tahu Angga punya reputasi buruk. Pekerjaannya adalah serendah-rendahnya pekerjaan yang ada di dunia ini, dan menghabisi nyawa orang sudah jadi kebiasaan. Kalaupun harus berurusan dengan lelaki seperti Angga, biar Selina saja, Erlan jangan.

“Selina.” Bik Lastri memanggil.

Selina yang sedang mengupas sekeranjang bawang bombai bersama dua pembantu lainnya langsung menoleh. “Ya?”

“Tolong antar ini ke ruang kerja Tuan Angga,” ujar Bik Lastri sembari mengulurkan nampan berisi dua gelas teh dan beberapa kudapan di piring bermotif bunga berukuran sedang.

“Oke.”

Selina menerima nampan tersebut dan pergi meninggalkan dapur. Di antara keempat pembantu yang ada di rumah ini, Selina merasa dirinya yang paling banyak diberi pekerjaan yang berhubungan dengan Angga. Seperti mengantarkan teh untuk lelaki itu, membersihkan kamarnya selepas Angga bangun tidur, memasangkan koyo di punggung, dan masih banyak lagi, yang sebetulnya tugas-tugas itu adalah jatah pembantu lain.

Lagi pula, sejak awal Angga hanya memintanya berbagi tugas dengan Bik Lastri, tapi sekarang semua pembantu di rumah ini berbagi tugas dengannya, sungguh melelahkan.

“Permisi.” Selina masuk ruang kerja Angga dan mendapati lelaki itu sedang berbincang dengan anak buahnya yang tidak Selina kenal. “Bik Lastri memintaku mengantarkan ini untuk kalian.”

“Terima kasih.” Anak buah Angga menjawab.

Sementara Angga hanya diam mengamati Selina meletakkan teh dan piring berisi kudapan di atas meja. Saat wanita itu hendak pergi, barulah Angga bicara. “Selina, kapan pacarmu akan ke sini?”

Selina tidak bisa menahan diri untuk tidak mengernyit. Tatapannya kepada Angga bahkan mulai menajam. “Apa menahanku saja belum cukup?”

“Apa maksudmu?” tanya Angga.

“Kamu udah bikin aku tinggal di sini karena utang. Aku nggak menyalahkanmu karena itu utangku, tapi tolong jangan libatkan dia dalam masalah ini.” Ada kilat amarah di mata Selina, yang belum pernah Angga lihat sebelumnya. “Kalau kamu berani mengusik orangku, aku nggak akan tinggal diam!”

Mendengar hal itu, anak buah Angga langsung mengerutkan dahi tanda tak suka. Tapi di sisi lain, Angga justru terlihat kagum pada sosok Selina yang pemberani. Dari semua wanita yang dia kenal, Selina-lah satu-satunya wanita yang tidak takut padanya. Sungguh menarik, Angga jadi penasaran sejauh mana keberanian wanita itu akan bertahan.

“Di matamu, apa aku seburuk itu sampai nggak boleh berurusan dengan pacarmu?” tanya Angga.

Kontan Selina mengiyakan. “Pacarku terlalu baik untuk berurusan dengan penjahat seperti kamu.”

“Hei! Jaga bicaramu!” Anak buah Angga tiba-tiba menyahut karena tak tahan mendengar penghinaan yang Selina lakukan kepada bosnya.

Dengan tenang, Angga mengulurkan tangan sebagai kode supaya anak buahnya itu diam. “Dia benar, Dion, aku memang penjahat.”

“Tapi, Bos—”

“Udah.” Angga memotong, kemudian mengalihkan pandangannya ke arah Selina yang juga tampak bersungut-sungut karena Dion tiba-tiba menyela. “Kembalilah ke dapur sebelum ada keributan yang lebih parah di sini,” perintah Angga.

Selina langsung pergi tanpa menjawab.

Selepas kepergian wanita itu, Angga menyandarkan punggungnya ke sofa dan menarik napas dalam-dalam sembari memejamkan mata. Berbeda dengan Dion yang sampai saat ini masih kesal, Angga malah sama sekali tidak tersinggung. “Kamu lihat betapa beraninya dia?”

Dion—orang kepercayaan Angga yang selama ini ditugaskan untuk mengikuti Selina—menjawab dengan serius, “Ya, dia terlalu berani sampai saya nggak sabar ingin membunuhnya.”

“Hei, udah kubilang dia harus tetap hidup.”

“Tapi dia lebih pantas mati, Bos.” Berkat kesetiaannya selama lima tahun terakhir, perkataan Dion yang kadang-kadang kurang ajar tidak pernah Angga permasalahkan. “Kenapa Anda nggak langsung ‘memakai’ wanita itu dan membunuhnya? Pengkhianat kalau dibiarkan hidup, lama-lama makin ngelunjak.”

Angga terkekeh, tampaknya anak buahnya ini salah paham tentang Selina. “Dia bukan pengkhianat seperti yang kamu pikirkan.”

“Maksudnya?”

“Apa kamu tahu kalau kami pernah pacaran?” Angga mengambil cangkir teh di hadapannya, pada saat yang sama Dion membelalak karena kaget. “Dia pernah selingkuh, jadi aku menyebutnya pengkhianat.”

“APA?!”

Tanpa menghiraukan keterkejutan Dion, Angga yang tidak terlalu tertarik membicarakan masa lalu segera mengalihkan pembicaraan. “Seperti yang kamu lihat, wanita keras kepala itu nggak akan mengundang pacarnya datang ke sini. Jadi, sebagai gantinya, kamu yang harus membawanya.”

***

Waktu sudah menunjukkan pukul dua belas malam, yang artinya jam kerja Selina telah selesai. Sambil melepas ikat rambutnya, Selina berjalan menaiki tangga menuju kamar. Berbeda dengan pembantu lain yang harus berbagi kamar, Selina memiliki kamar sendiri yang bahkan luasnya hampir sama dengan kamar tamu.

Sayangnya, kamar tersebut terletak di lantai tiga sehingga Selina harus menaiki banyak anak tangga yang seringkali membuatnya terengah-engah begitu sampai atas, apalagi tangga di rumah Angga bentuknya melingkar seperti tangga di rumah orang-orang kaya yang sering Selina lihat di televisi—tangga di rumah Selina dulu tidak begini, dan kamarnya selalu ada di lantai dasar.

“Heuhhh … heuhhh ….” Napas Selina memburu.

“Apa naik tangga begitu melelahkan?” Terdengar suara laki-laki dari arah pintu kamar Selina. Selina lantas menoleh dan mendapati Angga berjalan mendekat. “Kalau kuminta turun lagi, apa kamu mau?” lanjut lelaki itu.

Selina berdecak kesal. “Nggak mau, lah!”

“Kalau begitu, kita lakukan saja di kamarmu.”

“Eh?” Selina benar-benar tidak mengerti apa yang Angga bicarakan. Bahkan sebelum dia sempat bertanya, Angga sudah berjalan ke kamarnya dan masuk begitu saja. Mau tak mau Selina mengejarnya. “Hei, apa yang kamu lakukan?”

Sesampainya Selina di ambang pintu, Angga sudah duduk di atas tempat tidur sembari melepas kancing teratas kemeja hitamnya.

“Tutup pintunya,” perintah lelaki itu.

Selina menelan ludah dan agak ketakutan.

“Kamu punya koin, kan?”

“Koin?” Selina nge-bug sebentar, hingga akhirnya, “Oh, kamu mau kerokan?”

“Iya, lah, memangnya apa lagi?” Selesai melepas baju, Angga lekas menelungkupkan badannya di atas tempat tidur Selina. Tak lama kemudian wanita itu menyusul dengan membawa uang koin dan minyak angin.

Selina duduk di sebelah Angga, badannya dicondongkan ke arah lelaki itu agar mudah mengerok punggungnya. Jika dibandingkan dengan Erlan, Angga memiliki badan yang lebih kekar dan warna kulit sedikit lebih gelap. Namun bukan berarti Angga berkulit gelap, hanya saja, Erlan yang terlalu putih. Selina bahkan kalah.

“Selina.” Angga memanggil.

“Apa?” jawab wanita itu ketus.

“Kamu … udah berapa lama pacaran sama Erlan?”

“Sembilan tahun.”

Angga terbelalak. “Selama itu?! Apa yang kamu cari dari laki-laki miskin sepertinya?”

“Jaga mulutmu, bedebah!” Selina menekan kuat-kuat kerokannya ke punggung Angga hingga lelaki itu mengaduh kesakitan. Dia paling benci setiap kali ada yang meremehkan Erlan. “Kalau kamu tanya apa yang kucari, aku sendiri juga nggak tahu. Tapi kalau kamu tanya apa tujuanku, tentu saja untuk menikah.”

Sedetik usai Selina mengatakan itu, ponselnya yang ada di atas nakas tiba-tiba berdering karena panggilan telepon dari Erlan.

“Angkatlah,” kata Angga.

“Nggak usah.” Selina menolak. Daripada berbincang dengan Erlan di dekat Angga, lebih baik Selina menelepon balik lelaki itu setelah Angga pergi dari kamarnya.

Namun ternyata Angga bersikeras. “Angkat, Selina! Kalau kamu nggak mau, biar aku yang angkat.”

“Iya, iya!” Selina langsung menjawab panggilan tersebut dan meminta Angga cepat-cepat pergi dari kamarnya karena sudah selesai. “Halo,” ucap Selina.

[“Hai.”]

Suara berat Erlan selalu membuat Selina senyum-senyum sendiri. Melihat itu, Angga yang sedang memakai baju hanya memandang jijik ke arah Selina.

[“Kamu di mana?”] tanya Erlan dari seberang telepon.

“Di kamar,” jawab Selina.

[“Udah mau ti—”] Erlan langsung berhenti bicara saat mendengar suara laki-laki di sebelah Selina yang berkata:

“Makasih ya, Sel, yang tadi enak banget.”

Sontak, Selina membulatkan mata karena kaget dan refleks melempari Angga dengan bantal. Dia juga memakinya tanpa suara. Kalau tahu akan dijaili begini, Selina tidak akan menuruti perkataan Angga untuk menjawab panggilan telepon dari Erlan.

Sial!

[“Siapa itu?”] tanya Erlan penasaran.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
eksa viera
Angga sengaja nih biar Erlan salah paham.. wkwkwkwk
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Belenggu Cinta   Bab 5 Selera Suami

    “I-itu … Angga,” jawab Selina merasa bersalah. [“Kalian berduaan di kamar? Di jam segini?”] Selina meraup wajahnya dengan panik. “Ini nggak seperti yang kamu pikirkan, kok. Dia cuma minta tolong dan langsung pergi, udah.” [“Oh ….”] Sungguh di luar dugaan, hanya kata itu yang keluar dari mulut Erlan. Padahal, kalau Selina yang ada di posisi lelaki itu dia akan langsung murka. “Kamu nggak marah?” tanya Selina hati-hati. [“Nggak, aku percaya sama kamu,”] ujar Erlan, kemudian meminta Selina tidur sebelum akhirnya menutup panggilan. Meski bibirnya berkata tidak, di dalam hati sebetulnya Erlan benar-benar kesal. Dia cemburu. Wajahnya mengetat setiap kali membayangkan Selina berduaan dengan lelaki lain di dalam kamar, apalagi lelaki itu adalah Angga, mantan Selina. “Aarrgghh!” Sekuat tenaga Erlan mengarahkan tinjunya ke cermin yang menggantung di dinding kamar hingga buku-buku jarinya terluka. Namun hal itu tidak membuat amarahnya meredam. Erlan butuh sesuatu yang bisa mengalihkan pik

  • Belenggu Cinta   Bab 6 Erlan Si Pemberani

    “B-bagaimana bisa dia ada di sini?” Selina menatap Angga. “Aku mengundangnya makan malam.” “Apa?!” Tanpa memedulikan keterkejutan Selina, Angga langsung turun dari mobil untuk menyapa Erlan. Lelaki itu dengan sok akrab dan sok dekatnya menyalami kekasih Selina sambil tersenyum. Tak tahan melihat pemandangan itu dari dalam mobil, Selina akhirnya keluar. Dia ingin menarik Erlan menjauh dari Angga untuk bicara berdua. Tapi belum sempat dia melakukan itu, Angga tiba-tiba mengajak masuk. Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam saat Angga mengambil posisi duduk di ujung meja sebagai tuan rumah. Erlan lalu dipersilakan duduk di hadapan Angga, tepat di kursi yang biasa diduduki Selina ketika makan. Sedangkan Selina duduk di tengah-tengah kedua lelaki itu dalam jarak yang cukup jauh. “Terima kasih sudah mengundang saya makan malam di sini.” Erlan memulai pembicaraan, namun dengan ekspresi datar karena tidak menyukai lawan bicaranya. Angga tersenyum meremehkan. “Kamu adalah satu-satunya

  • Belenggu Cinta   Bab 7 Aslinya Angga Jauh Lebih Kejam

    Erlan tidak menyangka aslinya Angga jauh lebih buruk dari yang dia bayangkan. Tak hanya menghina dan mengancamnya dengan pembunuhan, lelaki itu juga menyuapnya untuk meninggalkan Selina? Yang benar saja! Erlan yang tempo hari sempat berpikir untuk melepaskan Selina karena tidak mau menahannya dalam kemiskinan, mendadak membuang jauh-jauh pikiran konyolnya itu. Apa pun yang terjadi, dia takkan melepaskan Selina. Dia tidak rela wanita yang paling dicintainya menjadi milik bedebah ini. Dengan mantap, Erlan menjawab, “Saya nggak butuh uang kotormu!” Kemudian pergi tanpa pamit. Angga melipat kedua tangannya di depan perut. Bibirnya tersenyum miring. Sungguh keberanian yang patut diapresiasi, baru kali ini ada orang miskin yang bersikap sok di depannya. Terlebih, di kediaman Angga yang jelas-jelas dijaga tiga orang satpam bersenjata tajam. Belum lagi, ada Dion yang darahnya selalu mendidih setiap kali melihat bosnya tidak dihormati. Apa Erlan benar-benar tidak punya rasa takut? “Loh, d

  • Belenggu Cinta   Bab 8 Bersembunyi di Kamar Majikan

    Beberapa saat yang lalu Angga memuji Selina karena telah memilih pilihan yang tepat. Ya, Selina memenuhi permintaan Angga untuk berjanji. Tapi, Selina sendiri tidak yakin apakah yang dilakukannya itu benar. Berjanji tidak akan menemui kekasihnya lagi demi menyelamatkan pria asing yang baru ditemuinya sekali, akankah Erlan memaafkannya? “Sebenarnya, kenapa kamu melakukan ini?” Selina berhenti di ujung tangga lantai tiga. Setelah kejadian tadi, Angga bersikeras ingin mengantarnya ke kamar. Kini lelaki itu berdiri di sebelah Selina, menatapnya dengan sorot mata yang jauh lebih hangat ketimbang tadi. “Melakukan apa?” tanyanya sok polos, dan itu membuat Selina makin kesal. Sembari mengepalkan kedua tangan, Selina menjawab, “Memaksaku menjauhi pacarku! Kamu sadar nggak, sih, tindakanmu akhir-akhir ini keterlaluan? Ya, benar, Aku memang punya utang padamu, jadi aku nggak keberatan kalau kamu menganggapku sebagai jaminan, sebagai milikmu, atau apalah. Tapi yang sekarang kelewatan! Kenapa ha

  • Belenggu Cinta   Bab 9 Maukah Kamu 'Tidur' Denganku?

    Setelah Selina duduk di sebelahnya, Angga mengambil sesuatu dari laci nakas kemudian memberikannya kepada wanita itu. Selina mengerutkan dahi. “Potongan kuku?” Angga mengangguk seraya mengulurkan tangan kanannya ke depan wajah Selina. “Tolong potong kukuku.” “Memangnya kamu nggak bisa melakukannya sendiri?!” “Tentu saja bisa,” ujar lelaki itu. “Tapi aku butuh alasan untuk menahanmu di sini. Atau …, kamu ingin mengolah daging kerbau saja daripada memotong kukuku?” Sial! Selina tidak dapat memungkiri bahwa memotong kuku Angga jauh lebih mudah ketimbang mengolah daging kerbau, yang dia sendiri tidak tahu bagaimana caranya. Selina bahkan belum pernah makan daging kerbau. Bagaimana wujud dagingnya juga tidak tahu. Seperti daging sapikah? Atau justru lebih mirip daging kambing yang bau? Ewh, memikirkannya saja membuat Selina bergidik. Akhirnya, dia memutuskan untuk meraih tangan Angga dan mulai memotong kuku lelaki itu tanpa bicara apa-apa. Di sebelah Selina, Angga tersenyum. Sesekali

  • Belenggu Cinta   Bab 10 Uang tak Dapat Membeli Hati

    Suasana hati Selina tiba-tiba berubah jadi buruk setelah Dion mengatakan itu. Lirikan sinisnya kemudian tertuju ke lelaki berpakaian serba hitam yang duduk di sebelah Dion dengan menyandarkan kepalanya di atas meja. Itu Angga, dan dia mabuk. Dalam keadaan waras saja mulut Angga dengan gampangnya mengajak Selina “tidur”, apa kabar jika mereka berduaan di kamar lagi dengan kondisi Angga yang mabuk begini? Bisa-bisa, Angga hilang kendali dan melakukan sesuatu yang tidak-tidak. “Sesekali masuk angin nggak akan bikin orang kehilangan nyawa, kok. Jadi, biarkan saja dia tidur di sini kayak yang lain,” jawab Selina. Seluruh tamu yang hadir memang tidak diperbolehkan pulang karena sedang dalam pengaruh alkohol. Jadi, mereka semua tidur di sembarang tempat di halaman rumah Angga. Ada yang tidur di kursi, ada yang tidur di atas panggung, ada yang di teras, di atas meja prasmanan, bahkan juga ada yang tergeletak di rerumputan tanpa alas apa pun. “Bos Angga beda dengan mereka, kesehatannya jauh

  • Belenggu Cinta   Bab 11 Boleh Aku Dapat Ciuman?

    Angga menyandarkan punggungnya ke kursi yang ada di belakang meja kerjanya dengan pasrah. Matanya terpejam, dibarengi dengan tarikan napas yang begitu dalam. Masalah seperti ini bukan hal baru lagi di dunia perbegalan. Meski orang-orangnya sudah dibekali dengan pelatihan bela diri, senjata tajam, bahkan ilmu kebal dan jimat, kalau ajal datang maka tidak ada yang bisa menghindar. Orang-orangnya ini masih beruntung karena hanya dibakar hidup-hidup. Kalau sampai ditelanjangi dan diarak berkeliling desa sebelum akhirnya dipenggal, tidak hanya sakit, mereka juga akan merasa malu. Belum lagi, biasanya kepala pelaku begal yang tertangkap akan dipertontonkan selama berhari-hari di tiang bambu yang sengaja dipasang di tempat ramai. Tapi itu bukan yang paling parah. Pernah sekali di masa kepemimpinan kakek Angga, salah satu pelaku begal yang tertangkap tidak hanya dipenggal, namun kepalanya juga dikirim ke keluarganya sebagai pelajaran. Parahnya, yang menerima kotak kayu berisi kepala tersebut

  • Belenggu Cinta   Bab 12 Menangkan Dia dengan Cara yang Baik

    Cium kening. Sama sekali bukan hal tabu dalam gaya pacaran mereka dalam kurun waktu sembilan tahun ini. Jadi, Selina pasti akan mendapatkannya andai saja Bik Lastri tidak datang dan mengajaknya pulang. “Sial!” gumam Selina, yang hanya didengar oleh Erlan. Erlan tersenyum gemas. “Jangan sering-sering mengumpat, Sayang, nggak baik.” Usai berpisah dengan kekasihnya, Selina mampir ke toserba yang tak jauh dari parkiran untuk membeli sesuatu yang nantinya akan diberikan kepada Angga jika lelaki itu menginterogasinya soal barang-barang apa saja yang dibelinya di pasar. Tapi sesampainya Selina di rumah, Angga belum pulang. Setiap kali ada orangnya yang meninggal, Angga memang selalu melayat dan tak langsung pulang hingga berjam-jam. Dia bahkan kerap kali ikut mengantarkan anak buahnya sampai ke liang lahat. Itu merupakan sikap pemimpin yang diajarkan kakeknya sejak dini dan hingga kini masih Angga terapkan. Termasuk pesan kakeknya yang mengatakan bahwa anak-anak yang orangtuanya tertangk

Bab terbaru

  • Belenggu Cinta   Bab 14 Campur Tangan Seorang Ibu

    Sebelum ibunya berselingkuh, masa remaja Selina tak pernah sepi dari pertengkarannya dengan sang ibu. Wanita yang melahirkannya itu kerap kali menudingnya macam-macam setiap kali Selina melakukan kenakalan, tapi ayahnya tak pernah sekalipun membela. Jangankan mencari cara supaya Selina berhenti diomeli ibunya, melerai pertengkaran yang terjadi di antara anak-istrinya saja tidak.Ayah Selina, meskipun sebetulnya penyayang namun sikapnya kadang-kadang seperti pecundang. Itulah kenapa sejak dulu Selina selalu menjauhkan laki-laki yang mirip dengan ayahnya dari daftar suami idaman.“Apa kamu tersinggung karena aku mengatakan itu, mengaku kita akan menikah?”Selina dengan cepat menggelengkan kepala.Bagaimana dia bisa tersinggung kalau Angga secara mengejutkan menunjukkan perilaku yang bertolak belakang dengan sikap ayah Selina yang pecundang? Angga membelanya, sungguh mengagumkan.“Syukurlah,” ujar lelaki itu.*** Hari ini menjadi hari tersial Dion karena Angga memintanya mengantarkan Li

  • Belenggu Cinta   Bab 13 Dia 'Mainan' atau Pembantu?

    Gara-gara posisi mereka yang terlalu dekat, detak jantung Selina jadi dua kali lipat lebih kencang dari biasanya. Nyaris meledak. Pipinya juga merona. Akan tetapi, pertanyaan Angga yang menyebut-nyebut nama Erlan membuatnya dilanda kekhawatiran seketika. “Kenapa kamu tiba-tiba tanya soal Erlan?” “Apa nggak boleh?” “Bukan begitu.” Suara Selina bergetar. “Maksudku, bagaimana aku bisa memberinya sesuatu kalau aku sendiri udah janji nggak akan menemuinya lagi?” Angga tersenyum tawar. “Selina, bukankah seharusnya ada hukuman bagi pengingkar janji?” Selina menelan ludah dengan susah payah. “Saat ada yang memberitahuku kalau kamu menemui laki-laki itu lagi, aku sangat marah. Kalau bukan karena seseorang yang memintaku memenangkan hatimu dengan cara yang baik, aku mungkin akan langsung menghabisi pacarmu supaya kalian nggak bisa bertemu lagi.” “Angga, kamu gila!” beri tahu Selina. “Ya, aku tahu.” Sejak Angga menyadari perasaannya kepada Selina adalah antara benci dan cinta, sikapnya pada

  • Belenggu Cinta   Bab 12 Menangkan Dia dengan Cara yang Baik

    Cium kening. Sama sekali bukan hal tabu dalam gaya pacaran mereka dalam kurun waktu sembilan tahun ini. Jadi, Selina pasti akan mendapatkannya andai saja Bik Lastri tidak datang dan mengajaknya pulang. “Sial!” gumam Selina, yang hanya didengar oleh Erlan. Erlan tersenyum gemas. “Jangan sering-sering mengumpat, Sayang, nggak baik.” Usai berpisah dengan kekasihnya, Selina mampir ke toserba yang tak jauh dari parkiran untuk membeli sesuatu yang nantinya akan diberikan kepada Angga jika lelaki itu menginterogasinya soal barang-barang apa saja yang dibelinya di pasar. Tapi sesampainya Selina di rumah, Angga belum pulang. Setiap kali ada orangnya yang meninggal, Angga memang selalu melayat dan tak langsung pulang hingga berjam-jam. Dia bahkan kerap kali ikut mengantarkan anak buahnya sampai ke liang lahat. Itu merupakan sikap pemimpin yang diajarkan kakeknya sejak dini dan hingga kini masih Angga terapkan. Termasuk pesan kakeknya yang mengatakan bahwa anak-anak yang orangtuanya tertangk

  • Belenggu Cinta   Bab 11 Boleh Aku Dapat Ciuman?

    Angga menyandarkan punggungnya ke kursi yang ada di belakang meja kerjanya dengan pasrah. Matanya terpejam, dibarengi dengan tarikan napas yang begitu dalam. Masalah seperti ini bukan hal baru lagi di dunia perbegalan. Meski orang-orangnya sudah dibekali dengan pelatihan bela diri, senjata tajam, bahkan ilmu kebal dan jimat, kalau ajal datang maka tidak ada yang bisa menghindar. Orang-orangnya ini masih beruntung karena hanya dibakar hidup-hidup. Kalau sampai ditelanjangi dan diarak berkeliling desa sebelum akhirnya dipenggal, tidak hanya sakit, mereka juga akan merasa malu. Belum lagi, biasanya kepala pelaku begal yang tertangkap akan dipertontonkan selama berhari-hari di tiang bambu yang sengaja dipasang di tempat ramai. Tapi itu bukan yang paling parah. Pernah sekali di masa kepemimpinan kakek Angga, salah satu pelaku begal yang tertangkap tidak hanya dipenggal, namun kepalanya juga dikirim ke keluarganya sebagai pelajaran. Parahnya, yang menerima kotak kayu berisi kepala tersebut

  • Belenggu Cinta   Bab 10 Uang tak Dapat Membeli Hati

    Suasana hati Selina tiba-tiba berubah jadi buruk setelah Dion mengatakan itu. Lirikan sinisnya kemudian tertuju ke lelaki berpakaian serba hitam yang duduk di sebelah Dion dengan menyandarkan kepalanya di atas meja. Itu Angga, dan dia mabuk. Dalam keadaan waras saja mulut Angga dengan gampangnya mengajak Selina “tidur”, apa kabar jika mereka berduaan di kamar lagi dengan kondisi Angga yang mabuk begini? Bisa-bisa, Angga hilang kendali dan melakukan sesuatu yang tidak-tidak. “Sesekali masuk angin nggak akan bikin orang kehilangan nyawa, kok. Jadi, biarkan saja dia tidur di sini kayak yang lain,” jawab Selina. Seluruh tamu yang hadir memang tidak diperbolehkan pulang karena sedang dalam pengaruh alkohol. Jadi, mereka semua tidur di sembarang tempat di halaman rumah Angga. Ada yang tidur di kursi, ada yang tidur di atas panggung, ada yang di teras, di atas meja prasmanan, bahkan juga ada yang tergeletak di rerumputan tanpa alas apa pun. “Bos Angga beda dengan mereka, kesehatannya jauh

  • Belenggu Cinta   Bab 9 Maukah Kamu 'Tidur' Denganku?

    Setelah Selina duduk di sebelahnya, Angga mengambil sesuatu dari laci nakas kemudian memberikannya kepada wanita itu. Selina mengerutkan dahi. “Potongan kuku?” Angga mengangguk seraya mengulurkan tangan kanannya ke depan wajah Selina. “Tolong potong kukuku.” “Memangnya kamu nggak bisa melakukannya sendiri?!” “Tentu saja bisa,” ujar lelaki itu. “Tapi aku butuh alasan untuk menahanmu di sini. Atau …, kamu ingin mengolah daging kerbau saja daripada memotong kukuku?” Sial! Selina tidak dapat memungkiri bahwa memotong kuku Angga jauh lebih mudah ketimbang mengolah daging kerbau, yang dia sendiri tidak tahu bagaimana caranya. Selina bahkan belum pernah makan daging kerbau. Bagaimana wujud dagingnya juga tidak tahu. Seperti daging sapikah? Atau justru lebih mirip daging kambing yang bau? Ewh, memikirkannya saja membuat Selina bergidik. Akhirnya, dia memutuskan untuk meraih tangan Angga dan mulai memotong kuku lelaki itu tanpa bicara apa-apa. Di sebelah Selina, Angga tersenyum. Sesekali

  • Belenggu Cinta   Bab 8 Bersembunyi di Kamar Majikan

    Beberapa saat yang lalu Angga memuji Selina karena telah memilih pilihan yang tepat. Ya, Selina memenuhi permintaan Angga untuk berjanji. Tapi, Selina sendiri tidak yakin apakah yang dilakukannya itu benar. Berjanji tidak akan menemui kekasihnya lagi demi menyelamatkan pria asing yang baru ditemuinya sekali, akankah Erlan memaafkannya? “Sebenarnya, kenapa kamu melakukan ini?” Selina berhenti di ujung tangga lantai tiga. Setelah kejadian tadi, Angga bersikeras ingin mengantarnya ke kamar. Kini lelaki itu berdiri di sebelah Selina, menatapnya dengan sorot mata yang jauh lebih hangat ketimbang tadi. “Melakukan apa?” tanyanya sok polos, dan itu membuat Selina makin kesal. Sembari mengepalkan kedua tangan, Selina menjawab, “Memaksaku menjauhi pacarku! Kamu sadar nggak, sih, tindakanmu akhir-akhir ini keterlaluan? Ya, benar, Aku memang punya utang padamu, jadi aku nggak keberatan kalau kamu menganggapku sebagai jaminan, sebagai milikmu, atau apalah. Tapi yang sekarang kelewatan! Kenapa ha

  • Belenggu Cinta   Bab 7 Aslinya Angga Jauh Lebih Kejam

    Erlan tidak menyangka aslinya Angga jauh lebih buruk dari yang dia bayangkan. Tak hanya menghina dan mengancamnya dengan pembunuhan, lelaki itu juga menyuapnya untuk meninggalkan Selina? Yang benar saja! Erlan yang tempo hari sempat berpikir untuk melepaskan Selina karena tidak mau menahannya dalam kemiskinan, mendadak membuang jauh-jauh pikiran konyolnya itu. Apa pun yang terjadi, dia takkan melepaskan Selina. Dia tidak rela wanita yang paling dicintainya menjadi milik bedebah ini. Dengan mantap, Erlan menjawab, “Saya nggak butuh uang kotormu!” Kemudian pergi tanpa pamit. Angga melipat kedua tangannya di depan perut. Bibirnya tersenyum miring. Sungguh keberanian yang patut diapresiasi, baru kali ini ada orang miskin yang bersikap sok di depannya. Terlebih, di kediaman Angga yang jelas-jelas dijaga tiga orang satpam bersenjata tajam. Belum lagi, ada Dion yang darahnya selalu mendidih setiap kali melihat bosnya tidak dihormati. Apa Erlan benar-benar tidak punya rasa takut? “Loh, d

  • Belenggu Cinta   Bab 6 Erlan Si Pemberani

    “B-bagaimana bisa dia ada di sini?” Selina menatap Angga. “Aku mengundangnya makan malam.” “Apa?!” Tanpa memedulikan keterkejutan Selina, Angga langsung turun dari mobil untuk menyapa Erlan. Lelaki itu dengan sok akrab dan sok dekatnya menyalami kekasih Selina sambil tersenyum. Tak tahan melihat pemandangan itu dari dalam mobil, Selina akhirnya keluar. Dia ingin menarik Erlan menjauh dari Angga untuk bicara berdua. Tapi belum sempat dia melakukan itu, Angga tiba-tiba mengajak masuk. Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam saat Angga mengambil posisi duduk di ujung meja sebagai tuan rumah. Erlan lalu dipersilakan duduk di hadapan Angga, tepat di kursi yang biasa diduduki Selina ketika makan. Sedangkan Selina duduk di tengah-tengah kedua lelaki itu dalam jarak yang cukup jauh. “Terima kasih sudah mengundang saya makan malam di sini.” Erlan memulai pembicaraan, namun dengan ekspresi datar karena tidak menyukai lawan bicaranya. Angga tersenyum meremehkan. “Kamu adalah satu-satunya

DMCA.com Protection Status