Beranda / CEO / Tuan Muda Konglomerat / Bab 141 - Bab 150

Semua Bab Tuan Muda Konglomerat: Bab 141 - Bab 150

257 Bab

Bab 141

Devindra yang meskipun mengendarai mobil lebih bagus dari Sean, tetapi dia benar-benar kehilangan muka untuk saat ini. Sejujurnya, dia sebelumnya hanya menganggap Sean sebagai orang miskin saja, dan tidak begitu ingin memperdulikannya. Tetapi, tidak disangka jika Sean adalah salah satu orang diantara teman lamanya yang sudah sukses. Dan yang lebih tercengang tidak percaya adalah Devan. Dia sempat bersitegang dengan Sean dan Irfan, dan dengan jelas membandingkan status mereka. Dia juga sampai membawa-bawa uang untuk merundung mereka. Kemudian, setelah itu dia baru menyadari jika status dan kekayaan yang dia miliki benar-benar jauh dari jangkauannya, dan bisa membuatnya mati terpuruk. “Pak Irwan,” melihat atasannya datang mendekat, Erwin menyapanya dengan terburu-buru dan mengkondisikan perasaannya. Irwan yang melihat Erwin kembali melihat Sean yang sudah pergi tidak terlihat lagi, dan seketika dia mengerti mengapa Sean mengatakan hal seperti itu kepadanya tadi.
Baca selengkapnya

Bab 142

“Agung, apa kamu sudah mengetahui tentang keluarga Suryana?” Sean bertanya setelah Agung menerima telepon darinya. Sebagai teman baik, Sean pasti akan membantu Irfan walaupun tidak mengatakannya secara langsung. “Keluarga Suryana dari kota Jakarta memiliki kekuasaan yang begitu kuat, mereka memiliki kekayaan lebih dari 5 triliun. Diantara semua keluarganya, keluarga mereka lah yang paling hebat,” Agung menjelaskan. “Iya, bagaimana keadaanmu disana?” Sean bertanya balik. “Sudah stabil. Memangnya apa yang akan kamu lakukan kepada keluarga Suryana, kamu tidak akan mencari masalah dengan keluarga itu kan? Sean, aku peringatkan kamu lebih baik jangan berurusan dengan keluarga Suryana, berdasarkan kemampuan yang kita miliki kita tidak akan mampu untuk mengalahkan keluarga Suryana, kecuali jika mereka mati dan perusahaannya bangkrut,” Agung mengatakan. “Bagus, aku memang akan mengincar dari titik yang paling dalam, kamu habisi mereka, aku tidak akan melakukan ha
Baca selengkapnya

Bab 143

“Manajer Mega aku sudah menentukan waktu dan tempatnya, dia meminta kita untuk segera pergi kesana,” Saat pukul 2 siang Dewi datang ke ruangan Mega untuk menyampaikan hal ini. “Baiklah,” Mega mengangguk mengiyakan, dia membereskan dokumen di atas mejanya dan keluar bersama Dewi. “Manajer Mega mobilmu bagus sekali,” saat berada di depan mobil Mega, Dewi memujinya. Mega hanya tersenyum, mobil BMW 320i sport ya memang seperti ini, tidak bisa dibandingkan dengan mobil mewah, tetapi jika dibandingkan dengan mobil dalam negeri maka terlihat jauh lebih baik. “Dimana kita akan bertemu dengannya?” Mega bertanya setelah masuk kedalam mobil. “Hotel Marbella,” Dewi menjawab. Mega mengangguk mengiyakan dan melajukan mobilnya ke hotel Marbella. Hotel itu berada di sebelah utara kota Bandung, jika jalanan macet maka membutuhkan waktu sedikitnya 1jam. Pukul 3 sore mereka berdua akhirnya sampai di depan gedung hotel Marbella, mereka berdua masuk kedalam dan memb
Baca selengkapnya

Bab 144

Mega terlihat mengerutkan keningnya, dia juga tidak bodoh cara Direktur Arfan memandangnya terlihat jika dia memiliki niat lain, dan juga saat meminum gelas pertamanya tadi hal itu benar-benar terlihat jelas. “Direktur Arfan, manajer Mega memang sedikit tidak enak badan beberapa hari ini, aku akan menggantikannya untuk minum,” Dewi melihat jika Ricky memaksakan kehendaknya dan dia langsung beranjak dari tempat duduknya dan meraih gelas meneguknya menggantikan Mega. “Dewi jika begini kamu sama saja mempermainkanku,” Direktur Arfan berkata sambil menatap Dewi. “Direktur Arfan jangan berkata seperti itu. Kalau begitu aku akan meminum 4 gelas sebagai hukumannya,” Dewi tersenyum sambil menuangkan minumannya kedalam gelasnya. Dewi menenggak habis 4 gelas minuman kemudian Ricky berkata, “Nona Dewi yang dimaksud direktur kami adalah kamu masih belum pantas mengajaknya bersulang.” Dewi seketika tercengan dan hatinya begitu kesal, tetapi sebagai seseorang yang suda
Baca selengkapnya

Bab 145

“Apa maksudnya? Kalian sudah menyinggung Direktur Arfan dan ingin pergi begitu saja? Kalian anggap Direktur Arfan apa?” Ricky tersenyum sinis. “Aku sedikit tidak enak badan dan tidak bisa menemani kalian minum, kalian menganggapnya jika aku menyinggung kalian? Pemikiran macam apa itu?” Mega bertanya dengan geram. “Mega kamu juga tidak mencari tahu siapa sebenarnya direktur kami, kalian hanya pegawai kecil tetapi tidak memperlakukannya dengan tidak baik. Bagaimana kelak direktur kami akan menghadapi kalian?” Ricky berkata sinis. Seketika ekspresi wajah Dewi terlihat berubah, dalam hatinya dia merasa takut, kemudian dia membisikan sesuatu ditelinga Mega: “ Manajer Mega, Direktur Arfan itu mungkin sebenarnya dia adalah Arfan putra dari keluarga Suryana, ada desas-desus jika dia begitu berambisi, pandai menggertak dan mengontrol begitu banyak perusahaan besar dan sering menindas mereka yang lemah.” Arfan? Ekspresi diwajah Mega sedikit berubah, tentu saja dia
Baca selengkapnya

Bab 146

“Kamu sekarang ada dimana? Kita berada dalam masalah, cepat datang dan selamatkan kita,” begitu Sean mengangkat teleponnya Mega langsung berkata dengan terburu-buru. “Kenapa, kamu sekarang ada dimana, aku akan segera pergi kesana,” Sean bertanya cemas. ”Hari ini aku membantu pegawaiku untuk mengurus satu klien tetapi tidak disangka klien itu adalah Arfan dari keluarga Suryana. Dan yang paling gawat adalah Dewi berusaha membantuku untuk menghadang mereka, dan dia tidak bisa menyelamatkan diri, cepat datang dan selamatkan dia,” Mega menjelaskan singkat. Mega tahu jika Sean pandai berkelahi, jika bisa menghabisi Arfan yang begitu brengsek maka hal itu baru setimpal. Mengenai apa yang terjadi selanjutnya dia tidak sempat memikirkan begitu banyak, yang terpenting adalah dia bisa menyelamatkan Dewi. “Baiklah aku akan segera kesana,” setelah mendengar Mega yang sudah berhasil kabur Sean merasa lega. Tetapi dia tidak berlama-lama lagi dan langsung menjalankan dengan k
Baca selengkapnya

Bab 147

Sean melihat Dewi yang berada di tangan kedua pengawal itu dengan wajah bengkak karena habis dipukuli, seketika membuatnya begitu marah dan maju kedepan memukul mereka. Bagaimanapun juga Dewi sudah mati-matian membantu Mega agar bisa kabur, meskipun hal ini tidak ada hubungannya dengan Mega tetapi Dewi masih juga pegawainya. Hal ini juga bisa membuatnya marah. BUGH! BUGH! BUGH! Kedua pengawal itu belum memberikan reaksi tetapi sudah dipukul oleh Sean. Pukulan Sean begitu keras, hanya dengan beberapa kali pukulan saja mereka berdua sudah langsung terjatuh dan langsung tidak sadarkan diri. “Kamu turunlah ke bawah, Mega akan mengantarmu ke rumah sakit.” Melihat Dewi yang terluka dan hanya luka luar membuatnya bernafas dengan lega. “Baiklah, terima kasih,” Dewi merasa lega, meskipun mendapat pukulan beberapa kali, tetapi asalkan tidak dilecehkan, dia merasa bersyukur. Dia juga tidak berani untuk berlama-lama disini, mengambil tas miliknya dan berjalan ce
Baca selengkapnya

Bab 148

"Kak Sean, perkataanmu terdengar seperti Perusahaan Champion itu milikmu saja," kata Dewi sambil tersenyum. "Aku bisa meramal kalau satu bulan kedepan kamu akan sangat beruntung," kata Sean sambil tersenyum. "Jangan mengatakan hal yang tidak pasti sembarangan," kata Mega sambil melototi Sean dan dia tahu jelas apa maksud perkataan Sean. Kevin merupakan direktur sementara di perusahaan Champion, maka sangat mudah untuk Sean mengatakan hal ini. Jadi, kemungkinan besar Dewi akan berhasil lolos ke Perusahaan Champion. Namun dia sudah pernah meminta bantuan kepada Kevin, dia tidak bisa memastikan apakah Kevin akan membantunya lagi atau tidak. Bagaimanapun hal seperti ini, akan semakin berkurang jika semakin sering dipakai. Sean hanya tersenyum dan tidak berbicara. Dewi juga tidak menganggap serius dan menganggap kalau Sean sedang bercanda. "Menurutmu haruskah aku melapor pada polisi?" kata Mega kepada Sean. Sean menggelengkan kepala, "Tidak perlu, tidak
Baca selengkapnya

Bab 149

"Sean, ini adalah profesor Indra. Yang ini adalah profesor Lubis, dan yang ini adalah profesor Sendi. Mereka bertiga adalah senior dibidang barang antik," jelas Bambang. "Halo profesor Lubis, salam kenal," kata Sean sambil bangkit berdiri dan menjabat tangannya. "Salam kenal, aku sudah pernah mendengar tentang dirimu dari ayah mertuamu. Kamu benar-benar anak muda yang berprestasi," kata Lubis penuh pujian sambil menjabat tangan Sean. "Terimakasih atas pujiannya profesor Lubis, ini semua hanyalah keberuntunganku saja," kata Sean dengan rendah hati. Setelah berbicara dengan profesor Lubis, Sean pun menjabat tangan profesor Sendi, "Halo profesor Sendi, salam kenal." "Halo, nanti silahkan tunjukan kemampuanmu kepada kami ya," kata Sendi sambil menganggukkan kepala dan tidak berkata lebih lagi. Meskipun sebelumnya Bambang telah memuji Sean secara berlebihan, namun Sendi masih tidak percaya kalau pria muda seperti Sean bisa memiliki kemampuan yang tinggi d
Baca selengkapnya

Bab 150

Dia melirik Sean lalu memberikan lukisan pada tangannya itu kepada Indra. Indra merupakan seorang senior di bidang barang antik ternama di kota Bandung. Banyak pengusaha dibidang barang antik mengenalnya, Devindra termasuk salah satunya. "Baiklah, aku akan melihatnya dulu," kata Indra sambil menerima lukisan itu. Sean juga merasa penasaran dan langsung menatap kearah lukisan itu. Ini adalah sebuah lukisan kaligrafi yang terbuat dari kain bludru berwarna kuning. terlihat begitu cantik. Terlihat gunung dan air pada lukisan itu dengan tulisan yang ada di sampingnya menambah keeleganannya. Indra mulai menelitinya, Lubis dan Sendi juga menatapnya dengan penasaran. "kain bludru ini memang sangat bagus dan sejak zaman dulu kain ini dipakai oleh orang yang dikenal kaya. Namun teknik melukis diatas kain ini sangatlah biasa. Jika ka dilihat dengan teliti, tidak terlihat begitu elegan juga. Dan jika ingin dijual, maka lukisan ini masih bernilai sekitar 300 juta , bagaim
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1314151617
...
26
DMCA.com Protection Status