"Siapa bocah ini, bahkan menghiraukan perkataan ketiga profesor ini. Takutnya dia melakukan ini tanpa berpikir." "Tidak hanya tanpa berpikir, mungkin dia juga merupakan seorang yang bodoh." Kata orang-orang disekelilingnya dan membuat Bambang dan Jennie sedikit malu. "Ada apa ini?" Tiba-tiba Riza dan Surya pun menghampiri mereka. Ketiga profesor itu merupakan ahli pengawas barang yang diundang oleh mereka. Hal yang wajar jika Riza mementingkan segala kecenderungan mereka. Orang-orang disana mengatakan semua kejadian tadi kepada Riza. Dan Riza langsung menatap kearah Sean sambil mengerutkan kening. Ketika ingin mengatakan sesuatu, terdengar suara Surya yang berkata, "Kak Sean, kamu terlihat sedikit nekat sekarang. Ketiga profesor ini merupakan ahli barang antik ternama di Bandung. Meskipun kamu juga ingin mendapatkan sebuah pekerjaan sebagai pengawas produk dari kami, kamu juga tidak seharusnya menantang ketiga profesor ini." "Apa yang kamu katakan?
"Aku rasa kamu tidak perlu mengatakan itu. Ketiga profesor itu sudah memastikannya dari awal kalau ini adalah sebuah produk yang cacat dan bagian yang berharga dari lukisan ini hanyalah kainnya saja." "Aku bahkan mengira kamu begitu hebat dan akan menemukan sesuatu yang berbeda dari ini. Ternyata kamu hanya menipu kami semua." Ketiga profesor itu langsung menggelengkan kepala dan tersenyum hina melihat Sean. Suasana hati mereka seketika menjadi lebih baik. "Lukisan ini tidak ada nilainya jika disimpan. Namun jika kamu menjualnya dengan harga 200 juta, aku akan membelinya. Lagipula lukisan itu hanya bisa disimpan beberapa tahun saja dan hanya berharga sekitar 200 juta saja," kata Sean sambil mengembalikan lukisan itu pada Devindra. Dia sama sekali tidak menghiraukan pandangan semua orang disekitarnya. " 200 juta? Ketiga profesor itu bahkan berkata ini masih bernilai 300 juta," jawab Devindra dengan cuek dan menerima kembali lukisan itu. "Tanyalah mereka, s
Bambang ragu selama setengah menit, lalu berkata, "Baiklah, aku akan mempercayaimu. Tapi aku berharap kamu tidak salah merasakan itu. 200 juta bukan uang yang sedikit." "Tenang saja Ayah, bayar saja dulu," kata Sean sambil tersenyum. "Berapa nomor rekeningmu?" tanya Bambang kepada Devindra setelah kembali. Melihat Bambang yang ingin membelinya, semua orang terkejut. "Bambang, apakah kamu gila? Sebuah kain seharga 200 juta, bagaimana kamu memberi penjelasan kepada istrimu nanti." "Bambang, bagaimana caramu berpikir? Bukankah kamu biasanya tidak suka menyimpan barang seperti ini? kamu harus berpikir dengan matang." "Dia pasti dihipnotis oleh menantunya, kalau tidak dia tidak mungkin menghabiskan 200 juta hanya untuk membeli sebuah kain." "Seorang menantu yang menipu ayah mertuanya sendiri. Kalau aku punya menantu seperti itu, aku akan menghajarnya hingga mati." Semua orang menasehati Bambang agar bersikap tenang dan menatap Sean dengan hina.
"Sepertinya ini lukisan yang dibuat oleh Van Jousen, kalau tidak salah nama lukisannya Guernsey," kata Lubis kepada mereka. Mendengar hal itu, semua orang terkejut. Kalau benar ini lukisan karya Van Jousen, maka Bambang akan sangat beruntung mendapatkan banyak uang nantinya. Orang yang paham di bidang ini pasti tahu kalau lukisan ini bernilai sekitar 100 M dan juga tidak bisa dibeli di tempat lain lagi. Bambang seketika bersemangat dan mulai menatapnya. Meskipun kemampuannya memeriksa barang antik tidak begitu mahir, namun saat ini dia juga terhipnotis akan lukisan itu. "Coba aku ingin melihatnya lagi," kata Indra sambil mengambil lukisan itu dari Lubis. Semua orang ikut gemetaran dan merasa apakah itu benar merupakan Kuno Guernsey? "Tidak salah, ini adalah lukisan Kuno Guernsey karya Van Jousen. Kalau dilelang, setidaknya lukisan ini bisa dilelang dengan harga 100M," kata Indra lalu menghadap Sendi. Sendi juga menganggukkan kepala dan berkata dengan
"Sean, setelah uang ini kita cairkan, kita bagi dua hasilnya," kata Bambang sambil menepuk pundak Sean dengan sangat senang. Hari ini benar-benar mendapat untung yang banyak. Rejeki yang tak terduga. "Nanti saja kalau aku perlu, aku akan minta pada ayah. Sekarang simpan dulu saja," kata Sean. Dia hanya ingin membantu ayah mertuanya mendapat sedikit uang saja. Lagipula dia juga tidak membutuhkan uang itu. "Baik kalau begitu, bilang saja kalau kamu membutuhkannya. Jangan minta sama ibumu, langsung cari saja aku," kata Bambang sambil tersenyum, dia semakin suka kepada Sean sekarang. Surya yang berdiri disamping itu terlihat sangat iri, dia semakin ingin segera mendapatkan Jennie. Bambang tidak ada anak laki-laki dan hanya ada 2 anak perempuan. Sean juga tidak membutuhkan uang dari Bambang, dia benar-benar sangat iri. Meskipun Erwin dan Devindra tidak begitu puas akan kemunculan Riza, namun mereka juga tidak mengatakan apapun. Keluarga Hartanto bukanla
"Bocah tengil, berani-beraninya kamu tidak menghiraukan aku dan Yuda. Lihat saja nanti," kata pria itu lalu pergi bersama wanita itu. "Yuda? Anak dari keluarga Suryana yang kaya itu? Kalau memang dia adalah orang itu, maka kamu harus berhati-hati anak muda," kata orang lain dengan perasaan terkejut. "Sepertinya iya, dia anak orang kaya dari keluarga Suryana yang ada di Bandung. Tidak mungkin orang lain lagi selain dia." Jennie dan Bambang sedikit terkejut dan mulai khawatir. "Sean, coba saja kamu bantu dia untuk memeriksa batunya nanti, atau kamu susul dia untuk minta maaf," kata Bambang dengan penuh kekhawatiran. "Iya kakak ipar, kita tidak boleh cari masalah dengan keluarga Suryana. Yuda juga merupakan salah satu anak orang kaya yang terkenal akan sadisnya. Kalau kamu membuat salah padanya, maka itu akan sangat menjadi masalah," kata Jennie dengan penuh kekhawatiran. "Jadi orang itu harus rendah hati, terlihat sombong bisa membuatmu sengsara," kata
Semua orang menatap Bambang dengan penuh kasihan. "Ayah, bagaimana ini, apakah kakak ipar akan dipukul mereka hingga cacat?" kata Jennie dengan khawatir dan dia masih menginginkan bantuan dari Sean untuk membantunya mendapatkan barang antik. Ekspresi wajah Bambang sangat khawatir dengan keadaan Sean, tapi dia juga tidak bisa berbuat apa-apa. "Orang sombong seperti dia memang pantas mendapatkan hal itu," kata Devindra setelah Sean dibawa pergi oleh dua orang itu. "Yang paling buruk adalah dia tidak berakhlak dan bahkan tega menipu teman sendiri. Anggap saja hal ini sebuah pelajaran karena kesombongannya," kata Erwin dengan senyuman hina. "Bambang, bukan aku ingin menasehatimu, hanya saja menantumu itu benar-benar keterlaluan dia menyepelekan orang lain dan merasa dirinya paling hebat," kata Indra dengan tatapan yang terlihat senang. Dia sudah lama tidak senang kepada Sean. Dia tentu saja senang ketika melihat Sean mendapatkan masalah. "Profesor
"Bagaimana mungkin Yuda bisa membiarkanmu kembali dengan selamat?" tanya Devindra dengan judes. "Aku juga tidak tahu, aku hanya membicarakan sedikit hal yang masuk akal dengannya. Mungkin dia merasa hal itu juga benar dan langsung melepaskanku tanpa menyentuh sedikitpun," kata Sean sambil tersenyum misterius. "Bagaimana mungkin, aku tahu sangat jelas akan Yuda. Bagaimana mungkin membicarakan hal yang masuk akal denganmu lalu meloloskan begitu saja. Mungkin kamu meminta maaf dan memohon kepadanya dan perilakumu terlihat tulus, jadinya dia pun melepaskanmu," kata Devindra dengan tidak percaya. Semua orang juga merasa seperti itu. Orang seperti Yuda tidak akan membicarakan hal yang masuk akal. Dia mungkin akan langsung membahas pukulan. "Baguslah kalau tidak apa-apa," kata Bambang dengan lega. Meskipun dia setuju akan perkataan Devindra, namun dia tidak mungkin membuat menantunya sendiri malu. Sean adalah pembawa rezeki bagi Bambang. "Ayo kita pulang, kita t