Sean melihat Dewi yang berada di tangan kedua pengawal itu dengan wajah bengkak karena habis dipukuli, seketika membuatnya begitu marah dan maju kedepan memukul mereka. Bagaimanapun juga Dewi sudah mati-matian membantu Mega agar bisa kabur, meskipun hal ini tidak ada hubungannya dengan Mega tetapi Dewi masih juga pegawainya. Hal ini juga bisa membuatnya marah. BUGH! BUGH! BUGH! Kedua pengawal itu belum memberikan reaksi tetapi sudah dipukul oleh Sean. Pukulan Sean begitu keras, hanya dengan beberapa kali pukulan saja mereka berdua sudah langsung terjatuh dan langsung tidak sadarkan diri. “Kamu turunlah ke bawah, Mega akan mengantarmu ke rumah sakit.” Melihat Dewi yang terluka dan hanya luka luar membuatnya bernafas dengan lega. “Baiklah, terima kasih,” Dewi merasa lega, meskipun mendapat pukulan beberapa kali, tetapi asalkan tidak dilecehkan, dia merasa bersyukur. Dia juga tidak berani untuk berlama-lama disini, mengambil tas miliknya dan berjalan ce
"Kak Sean, perkataanmu terdengar seperti Perusahaan Champion itu milikmu saja," kata Dewi sambil tersenyum. "Aku bisa meramal kalau satu bulan kedepan kamu akan sangat beruntung," kata Sean sambil tersenyum. "Jangan mengatakan hal yang tidak pasti sembarangan," kata Mega sambil melototi Sean dan dia tahu jelas apa maksud perkataan Sean. Kevin merupakan direktur sementara di perusahaan Champion, maka sangat mudah untuk Sean mengatakan hal ini. Jadi, kemungkinan besar Dewi akan berhasil lolos ke Perusahaan Champion. Namun dia sudah pernah meminta bantuan kepada Kevin, dia tidak bisa memastikan apakah Kevin akan membantunya lagi atau tidak. Bagaimanapun hal seperti ini, akan semakin berkurang jika semakin sering dipakai. Sean hanya tersenyum dan tidak berbicara. Dewi juga tidak menganggap serius dan menganggap kalau Sean sedang bercanda. "Menurutmu haruskah aku melapor pada polisi?" kata Mega kepada Sean. Sean menggelengkan kepala, "Tidak perlu, tidak
"Sean, ini adalah profesor Indra. Yang ini adalah profesor Lubis, dan yang ini adalah profesor Sendi. Mereka bertiga adalah senior dibidang barang antik," jelas Bambang. "Halo profesor Lubis, salam kenal," kata Sean sambil bangkit berdiri dan menjabat tangannya. "Salam kenal, aku sudah pernah mendengar tentang dirimu dari ayah mertuamu. Kamu benar-benar anak muda yang berprestasi," kata Lubis penuh pujian sambil menjabat tangan Sean. "Terimakasih atas pujiannya profesor Lubis, ini semua hanyalah keberuntunganku saja," kata Sean dengan rendah hati. Setelah berbicara dengan profesor Lubis, Sean pun menjabat tangan profesor Sendi, "Halo profesor Sendi, salam kenal." "Halo, nanti silahkan tunjukan kemampuanmu kepada kami ya," kata Sendi sambil menganggukkan kepala dan tidak berkata lebih lagi. Meskipun sebelumnya Bambang telah memuji Sean secara berlebihan, namun Sendi masih tidak percaya kalau pria muda seperti Sean bisa memiliki kemampuan yang tinggi d
Dia melirik Sean lalu memberikan lukisan pada tangannya itu kepada Indra. Indra merupakan seorang senior di bidang barang antik ternama di kota Bandung. Banyak pengusaha dibidang barang antik mengenalnya, Devindra termasuk salah satunya. "Baiklah, aku akan melihatnya dulu," kata Indra sambil menerima lukisan itu. Sean juga merasa penasaran dan langsung menatap kearah lukisan itu. Ini adalah sebuah lukisan kaligrafi yang terbuat dari kain bludru berwarna kuning. terlihat begitu cantik. Terlihat gunung dan air pada lukisan itu dengan tulisan yang ada di sampingnya menambah keeleganannya. Indra mulai menelitinya, Lubis dan Sendi juga menatapnya dengan penasaran. "kain bludru ini memang sangat bagus dan sejak zaman dulu kain ini dipakai oleh orang yang dikenal kaya. Namun teknik melukis diatas kain ini sangatlah biasa. Jika ka dilihat dengan teliti, tidak terlihat begitu elegan juga. Dan jika ingin dijual, maka lukisan ini masih bernilai sekitar 300 juta , bagaim
"Siapa bocah ini, bahkan menghiraukan perkataan ketiga profesor ini. Takutnya dia melakukan ini tanpa berpikir." "Tidak hanya tanpa berpikir, mungkin dia juga merupakan seorang yang bodoh." Kata orang-orang disekelilingnya dan membuat Bambang dan Jennie sedikit malu. "Ada apa ini?" Tiba-tiba Riza dan Surya pun menghampiri mereka. Ketiga profesor itu merupakan ahli pengawas barang yang diundang oleh mereka. Hal yang wajar jika Riza mementingkan segala kecenderungan mereka. Orang-orang disana mengatakan semua kejadian tadi kepada Riza. Dan Riza langsung menatap kearah Sean sambil mengerutkan kening. Ketika ingin mengatakan sesuatu, terdengar suara Surya yang berkata, "Kak Sean, kamu terlihat sedikit nekat sekarang. Ketiga profesor ini merupakan ahli barang antik ternama di Bandung. Meskipun kamu juga ingin mendapatkan sebuah pekerjaan sebagai pengawas produk dari kami, kamu juga tidak seharusnya menantang ketiga profesor ini." "Apa yang kamu katakan?
"Aku rasa kamu tidak perlu mengatakan itu. Ketiga profesor itu sudah memastikannya dari awal kalau ini adalah sebuah produk yang cacat dan bagian yang berharga dari lukisan ini hanyalah kainnya saja." "Aku bahkan mengira kamu begitu hebat dan akan menemukan sesuatu yang berbeda dari ini. Ternyata kamu hanya menipu kami semua." Ketiga profesor itu langsung menggelengkan kepala dan tersenyum hina melihat Sean. Suasana hati mereka seketika menjadi lebih baik. "Lukisan ini tidak ada nilainya jika disimpan. Namun jika kamu menjualnya dengan harga 200 juta, aku akan membelinya. Lagipula lukisan itu hanya bisa disimpan beberapa tahun saja dan hanya berharga sekitar 200 juta saja," kata Sean sambil mengembalikan lukisan itu pada Devindra. Dia sama sekali tidak menghiraukan pandangan semua orang disekitarnya. " 200 juta? Ketiga profesor itu bahkan berkata ini masih bernilai 300 juta," jawab Devindra dengan cuek dan menerima kembali lukisan itu. "Tanyalah mereka, s
Bambang ragu selama setengah menit, lalu berkata, "Baiklah, aku akan mempercayaimu. Tapi aku berharap kamu tidak salah merasakan itu. 200 juta bukan uang yang sedikit." "Tenang saja Ayah, bayar saja dulu," kata Sean sambil tersenyum. "Berapa nomor rekeningmu?" tanya Bambang kepada Devindra setelah kembali. Melihat Bambang yang ingin membelinya, semua orang terkejut. "Bambang, apakah kamu gila? Sebuah kain seharga 200 juta, bagaimana kamu memberi penjelasan kepada istrimu nanti." "Bambang, bagaimana caramu berpikir? Bukankah kamu biasanya tidak suka menyimpan barang seperti ini? kamu harus berpikir dengan matang." "Dia pasti dihipnotis oleh menantunya, kalau tidak dia tidak mungkin menghabiskan 200 juta hanya untuk membeli sebuah kain." "Seorang menantu yang menipu ayah mertuanya sendiri. Kalau aku punya menantu seperti itu, aku akan menghajarnya hingga mati." Semua orang menasehati Bambang agar bersikap tenang dan menatap Sean dengan hina.
"Sepertinya ini lukisan yang dibuat oleh Van Jousen, kalau tidak salah nama lukisannya Guernsey," kata Lubis kepada mereka. Mendengar hal itu, semua orang terkejut. Kalau benar ini lukisan karya Van Jousen, maka Bambang akan sangat beruntung mendapatkan banyak uang nantinya. Orang yang paham di bidang ini pasti tahu kalau lukisan ini bernilai sekitar 100 M dan juga tidak bisa dibeli di tempat lain lagi. Bambang seketika bersemangat dan mulai menatapnya. Meskipun kemampuannya memeriksa barang antik tidak begitu mahir, namun saat ini dia juga terhipnotis akan lukisan itu. "Coba aku ingin melihatnya lagi," kata Indra sambil mengambil lukisan itu dari Lubis. Semua orang ikut gemetaran dan merasa apakah itu benar merupakan Kuno Guernsey? "Tidak salah, ini adalah lukisan Kuno Guernsey karya Van Jousen. Kalau dilelang, setidaknya lukisan ini bisa dilelang dengan harga 100M," kata Indra lalu menghadap Sendi. Sendi juga menganggukkan kepala dan berkata dengan