“Apa maksudnya? Kalian sudah menyinggung Direktur Arfan dan ingin pergi begitu saja? Kalian anggap Direktur Arfan apa?” Ricky tersenyum sinis. “Aku sedikit tidak enak badan dan tidak bisa menemani kalian minum, kalian menganggapnya jika aku menyinggung kalian? Pemikiran macam apa itu?” Mega bertanya dengan geram. “Mega kamu juga tidak mencari tahu siapa sebenarnya direktur kami, kalian hanya pegawai kecil tetapi tidak memperlakukannya dengan tidak baik. Bagaimana kelak direktur kami akan menghadapi kalian?” Ricky berkata sinis. Seketika ekspresi wajah Dewi terlihat berubah, dalam hatinya dia merasa takut, kemudian dia membisikan sesuatu ditelinga Mega: “ Manajer Mega, Direktur Arfan itu mungkin sebenarnya dia adalah Arfan putra dari keluarga Suryana, ada desas-desus jika dia begitu berambisi, pandai menggertak dan mengontrol begitu banyak perusahaan besar dan sering menindas mereka yang lemah.” Arfan? Ekspresi diwajah Mega sedikit berubah, tentu saja dia
“Kamu sekarang ada dimana? Kita berada dalam masalah, cepat datang dan selamatkan kita,” begitu Sean mengangkat teleponnya Mega langsung berkata dengan terburu-buru. “Kenapa, kamu sekarang ada dimana, aku akan segera pergi kesana,” Sean bertanya cemas. ”Hari ini aku membantu pegawaiku untuk mengurus satu klien tetapi tidak disangka klien itu adalah Arfan dari keluarga Suryana. Dan yang paling gawat adalah Dewi berusaha membantuku untuk menghadang mereka, dan dia tidak bisa menyelamatkan diri, cepat datang dan selamatkan dia,” Mega menjelaskan singkat. Mega tahu jika Sean pandai berkelahi, jika bisa menghabisi Arfan yang begitu brengsek maka hal itu baru setimpal. Mengenai apa yang terjadi selanjutnya dia tidak sempat memikirkan begitu banyak, yang terpenting adalah dia bisa menyelamatkan Dewi. “Baiklah aku akan segera kesana,” setelah mendengar Mega yang sudah berhasil kabur Sean merasa lega. Tetapi dia tidak berlama-lama lagi dan langsung menjalankan dengan k
Sean melihat Dewi yang berada di tangan kedua pengawal itu dengan wajah bengkak karena habis dipukuli, seketika membuatnya begitu marah dan maju kedepan memukul mereka. Bagaimanapun juga Dewi sudah mati-matian membantu Mega agar bisa kabur, meskipun hal ini tidak ada hubungannya dengan Mega tetapi Dewi masih juga pegawainya. Hal ini juga bisa membuatnya marah. BUGH! BUGH! BUGH! Kedua pengawal itu belum memberikan reaksi tetapi sudah dipukul oleh Sean. Pukulan Sean begitu keras, hanya dengan beberapa kali pukulan saja mereka berdua sudah langsung terjatuh dan langsung tidak sadarkan diri. “Kamu turunlah ke bawah, Mega akan mengantarmu ke rumah sakit.” Melihat Dewi yang terluka dan hanya luka luar membuatnya bernafas dengan lega. “Baiklah, terima kasih,” Dewi merasa lega, meskipun mendapat pukulan beberapa kali, tetapi asalkan tidak dilecehkan, dia merasa bersyukur. Dia juga tidak berani untuk berlama-lama disini, mengambil tas miliknya dan berjalan ce
"Kak Sean, perkataanmu terdengar seperti Perusahaan Champion itu milikmu saja," kata Dewi sambil tersenyum. "Aku bisa meramal kalau satu bulan kedepan kamu akan sangat beruntung," kata Sean sambil tersenyum. "Jangan mengatakan hal yang tidak pasti sembarangan," kata Mega sambil melototi Sean dan dia tahu jelas apa maksud perkataan Sean. Kevin merupakan direktur sementara di perusahaan Champion, maka sangat mudah untuk Sean mengatakan hal ini. Jadi, kemungkinan besar Dewi akan berhasil lolos ke Perusahaan Champion. Namun dia sudah pernah meminta bantuan kepada Kevin, dia tidak bisa memastikan apakah Kevin akan membantunya lagi atau tidak. Bagaimanapun hal seperti ini, akan semakin berkurang jika semakin sering dipakai. Sean hanya tersenyum dan tidak berbicara. Dewi juga tidak menganggap serius dan menganggap kalau Sean sedang bercanda. "Menurutmu haruskah aku melapor pada polisi?" kata Mega kepada Sean. Sean menggelengkan kepala, "Tidak perlu, tidak
"Sean, ini adalah profesor Indra. Yang ini adalah profesor Lubis, dan yang ini adalah profesor Sendi. Mereka bertiga adalah senior dibidang barang antik," jelas Bambang. "Halo profesor Lubis, salam kenal," kata Sean sambil bangkit berdiri dan menjabat tangannya. "Salam kenal, aku sudah pernah mendengar tentang dirimu dari ayah mertuamu. Kamu benar-benar anak muda yang berprestasi," kata Lubis penuh pujian sambil menjabat tangan Sean. "Terimakasih atas pujiannya profesor Lubis, ini semua hanyalah keberuntunganku saja," kata Sean dengan rendah hati. Setelah berbicara dengan profesor Lubis, Sean pun menjabat tangan profesor Sendi, "Halo profesor Sendi, salam kenal." "Halo, nanti silahkan tunjukan kemampuanmu kepada kami ya," kata Sendi sambil menganggukkan kepala dan tidak berkata lebih lagi. Meskipun sebelumnya Bambang telah memuji Sean secara berlebihan, namun Sendi masih tidak percaya kalau pria muda seperti Sean bisa memiliki kemampuan yang tinggi d
Dia melirik Sean lalu memberikan lukisan pada tangannya itu kepada Indra. Indra merupakan seorang senior di bidang barang antik ternama di kota Bandung. Banyak pengusaha dibidang barang antik mengenalnya, Devindra termasuk salah satunya. "Baiklah, aku akan melihatnya dulu," kata Indra sambil menerima lukisan itu. Sean juga merasa penasaran dan langsung menatap kearah lukisan itu. Ini adalah sebuah lukisan kaligrafi yang terbuat dari kain bludru berwarna kuning. terlihat begitu cantik. Terlihat gunung dan air pada lukisan itu dengan tulisan yang ada di sampingnya menambah keeleganannya. Indra mulai menelitinya, Lubis dan Sendi juga menatapnya dengan penasaran. "kain bludru ini memang sangat bagus dan sejak zaman dulu kain ini dipakai oleh orang yang dikenal kaya. Namun teknik melukis diatas kain ini sangatlah biasa. Jika ka dilihat dengan teliti, tidak terlihat begitu elegan juga. Dan jika ingin dijual, maka lukisan ini masih bernilai sekitar 300 juta , bagaim
"Siapa bocah ini, bahkan menghiraukan perkataan ketiga profesor ini. Takutnya dia melakukan ini tanpa berpikir." "Tidak hanya tanpa berpikir, mungkin dia juga merupakan seorang yang bodoh." Kata orang-orang disekelilingnya dan membuat Bambang dan Jennie sedikit malu. "Ada apa ini?" Tiba-tiba Riza dan Surya pun menghampiri mereka. Ketiga profesor itu merupakan ahli pengawas barang yang diundang oleh mereka. Hal yang wajar jika Riza mementingkan segala kecenderungan mereka. Orang-orang disana mengatakan semua kejadian tadi kepada Riza. Dan Riza langsung menatap kearah Sean sambil mengerutkan kening. Ketika ingin mengatakan sesuatu, terdengar suara Surya yang berkata, "Kak Sean, kamu terlihat sedikit nekat sekarang. Ketiga profesor ini merupakan ahli barang antik ternama di Bandung. Meskipun kamu juga ingin mendapatkan sebuah pekerjaan sebagai pengawas produk dari kami, kamu juga tidak seharusnya menantang ketiga profesor ini." "Apa yang kamu katakan?
"Aku rasa kamu tidak perlu mengatakan itu. Ketiga profesor itu sudah memastikannya dari awal kalau ini adalah sebuah produk yang cacat dan bagian yang berharga dari lukisan ini hanyalah kainnya saja." "Aku bahkan mengira kamu begitu hebat dan akan menemukan sesuatu yang berbeda dari ini. Ternyata kamu hanya menipu kami semua." Ketiga profesor itu langsung menggelengkan kepala dan tersenyum hina melihat Sean. Suasana hati mereka seketika menjadi lebih baik. "Lukisan ini tidak ada nilainya jika disimpan. Namun jika kamu menjualnya dengan harga 200 juta, aku akan membelinya. Lagipula lukisan itu hanya bisa disimpan beberapa tahun saja dan hanya berharga sekitar 200 juta saja," kata Sean sambil mengembalikan lukisan itu pada Devindra. Dia sama sekali tidak menghiraukan pandangan semua orang disekitarnya. " 200 juta? Ketiga profesor itu bahkan berkata ini masih bernilai 300 juta," jawab Devindra dengan cuek dan menerima kembali lukisan itu. "Tanyalah mereka, s