Home / Pernikahan / Ketika Istri Mati Rasa / Chapter 111 - Chapter 120

All Chapters of Ketika Istri Mati Rasa : Chapter 111 - Chapter 120

149 Chapters

Penyesalan Radit 2

"Bang! Buka pintunya!" Desti menggedor pintu kamar yang aku tempati ini.Suasana berduka yang seharusnya tenang berubah menjadi gaduh dan penuh keributan. Dan Desti yang menjadi penyebab semua itu. Seandainya aku tak termakan buaian Desti, mungkin saat kehilangan ibu seperti ini aku sudah terhibur oleh Alina. Wanita itu selalu bisa menyenangkan dan menenangkan. Hanya saja aku tak pandai bersyukur hingga kehilangan perempuan sebaik dia. Saat ini aku sudah tidak lagi bisa menggapai hati Alina yang memiliki ketulusan seluas samudera. "Bang! Kamu dengar suaraku kan?" Dari suaranya aku tahu Desti masih berdiri di balik pintu. Aku tahu maksud Desti memanggilku. Tujuannya adalah uang yang ada dalam genggamanku. Lekas, kubuka amplop putih yang tadi diberikan oleh Randu. Sepuluh lembar berwarna merah. Aku rasa ini cukup untuk bekal meninggalkan rumah ini. Uang dari para pelayat biarlah diambil Desti kalau memang ia sangat ingin uang. Toh, di rumah ini tidak akan ada acara tahlilan seper
Read more

Kenapa Harus Aku?

Niat tulus bertakziah harus ternodai dengan adu mulut. Mulutnya Desti tidak ramah dan tajam membuat aku tak sanggup lagi meredam emosi yang meletup-letup di dalam dada.Berdiam diri sama dengan menyerahkan dan membiarkan harga diriku diinjak-injak oleh istrinya Mas Radit. Dan aku tidak mau serta tak rela bila itu terjadi. Di dalam sini aku berusaha kuat untuk menekan emosi yang ingin meletup-letup. Bisa-bisanya Desti menuduh aku. Dia kira akulah yang mempengaruhi Wildan untuk tidak mau dipangku bapaknya. Padahal, kelakuan Mas Radit sendiri yang membuat anaknya enggan mendekat. Berita meninggalnya ibu adalah duka tersendiri bagiku. Hidup bersama hingga belasan tahun tentu akan menyisakan banyak kenangan dalam hidupku ini. Aku sedih dan merasa ada yang hilang saat diberitahu kabar duka dari Mbak Niswa. Namun, aku tidak antusias untuk bertakziah, sebab sudah ada bayangan perlakuan Desti terhadap kami nantinya.Kalau bukan karena wejangan Bang Randu aku enggan jauh-jauh datang ke rumah
Read more

Pacaran

"Karena saat ini Alina Shasa Putri adalah nyonya rumah di rumah itu." Ada yang menghangat di dalam sini hingga menjalar di pipi. Dari sorot matanya aku tahu Bang Randu tulus mengucapkan itu. Terima kasih ya Allah … telah Engkau berikan suami yang setulus — Bang Randu pada hamba. Terima kasih ya Allah … telah kau hadirkan bahagia setelah merasakan pedihnya pengkhianatan selama beberapa tahun terakhir.Memang, kadang untuk bisa merasakan nikmatnya sesuatu harus merasakan sakit terlebih dahulu. Contoh kecil, kita akan merasakan nikmatnya sehat setelah sembuh dari sakit. "Kok, melamun lagi. Kenapa?" Bang Randu merubah posisi duduknya."Aku bersyukur atas semua nikmat yang Allah berikan. Termasuk mensyukuri karunia diberi suami yang Masya Allah baiknya." "Kamu terlihat cantik kalau sedang merona, Sayang. Teruslah tersenyum seperti ini. Dan jangan biarkan siapapun merusak kebahagiaanmu. Terlebih orang semacam Desti." Bang Randu menggenggam tanganku erat."Terima kasih ya, Bang. Atas semu
Read more

Desti, Mau Apalagi?

"Nggak pengen tau kenapa, gitu?" tanyanya setelah aku ber oh ria. Aku menggeleng. "Karena tidak ada yang cocok di hati ini selain Alina Sasha Putri." "Gombal!" Aku mencibir sembari membuang muka. Lalu segera turun dari mobil. Segera kubawa langkah kaki untuk turun dari mobil. Selain untuk segera melaksanakan salat, aku pun tak ingin terjebak di hadapan Bang Randu dengan perasaan yang entah. Takut dia khilafah. Sebab itu aku sengaja segera lekas turun karena menghindar dari Bang Randu. Saat ini ia tak boleh melihat pipi ini yang seperti kepiting rebus. Merah. Aku pasti sangat malu bila suami melihat pipi ini memerah, disebabkan ada yang menghangat di dalam hati ini. Kepalaku pun rasanya penuh dengan bunga-bunga.Bersama Bang Randu, aku seperti lupa diri kalau sudah tak lagi muda. Bersama lelaki itu rasanya aku seperti kembali ABG yang merasakan jatuh cinta lagi. Semoga Allah menjaga cinta kami hingga ke Jannah-Nya. Aamiin.Segar, itu yang aku rasakan setelah muka ini terbasuh oleh
Read more

Desti Menyerahkan Diri untuk Dihina

Mau ngapain lagi manusia satu itu? belum puas rupanya manusia itu mencari masalah dengan aku? "Sini, Mbak." Tangan ini menengadah pada perempuan berkerudung ungu. Kakak perempuan Mas Radit pun segera menyerahkan benda pipih yang canggih itu padaku."Mau ngomong apa? Cepat, waktuku nggak banyak!" Sedikit kusentak perempuan di seberang sana. Wanita macam dia tidak perlu diajak bicara dengan lemah lembut."Apa yang kamu katakan pada suamiku hingga dia kabur dari rumah? Kamu dari dulu memang jahat, Alina!" Suara Desti tersengal-sengal di sana. Jelas, emosi sedang menguasai dirinya.Baiklah, Desti, kamu ibarat daging yang nyamperin tusukan. Maka siaplah untuk dibakar dengan permainanku. Bersiaplah menjadi sate. Sepertinya asyik kalau aku memainkan perasaannya. "Mau tahu apa yang aku katakan pada suamimu? Tapi, sayangnya aku tidak akan membocorkan padamu!" Salah satu bibir ini kutarik ke atas saat membayangkan Desti menahan geram. "Setan kamu Alina! Tidak salah kalau aku benar-benar mem
Read more

Radit Minggat

Ketika Istri Mati Rasa Bab 76POV Radit"Bang. Mana uang dari pelayat kemarin?" Desti datang padaku dengan tangan menengadahkan. Tak lagi nampak senyum ramah seperti dulu-dulu lagi.Tadi selepas kepergian Alina dan rombongannya Mbak Ratmi menyerahkan uang dari para pelayat. Ia yang menghitung dan mengurusi uang tersebut. "Untuk apa kamu meminta uang tersebut?" tanyaku tanpa menoleh padanya. Saat itu aku sedang memikirkan bagaimana langkah hidupku setelah ini."Iya untuk mengganti biaya perawatan ibumu selama di sinilah." Jawaban Desti membuatku menoleh dan melotot ke arahnya."Berapa banyak uang yang kamu keluarkan untuk membiayai ibuku? Berapa banyak? Itu tidak sebanding dengan apa yang kamu rampas dari ibu. Tanah. Jadi jangan harap aku akan memberikan uang tersebut." "Bang! Jangan pernah kau ungkit lagi uang tanah tersebut. Sudah habis tak bersisa. Selain itu, biaya hidup ibu dan kamu selama di sini itu jumlahnya jauh lebih besar daripada uang tanah tersebut! Nggak imbang, Bang!"
Read more

Jatuh Talak

Dering handphone yang berisik menggagalkan lamunanku tentang Alina.Kuambil salah satu gawai itu dari dalam saku jaket. Nama Desti muncul sebagai pemanggil. Sejenak ku atur napas. Mau apa dia?"Mau apa?" Tak lagi ada salam pembuka saat berbicara dengannya. Muak itu yang aku rasakan saat ini."Bang! Apa yang ada di otakmu hingga benar-benar meninggalkan aku? Apa yang dikatakan Alina padamu? Cepat pulang! Kamu pikir bisa bebas pergi setelah melihat aku jatuh miskin dan hancur begini?" Suara Desti terdengar memburu di sana. Entah apa yang membuatnya marah. Seharusnya ia senang melihat kepergianku. Bukankah ia akan bebas pergi kemanapun bersama Irwan?"Kenapa kamu bawa-bawa nama Alina? Semua ini tidak ada sangkut pautnya dengan mantan istriku. Wanita sebaik dia tidak pernah menghasut orang lain! Aku pergi karena kelakuanmu se —" Aku belum sempat menyelesaikan ucapan sebab segera dipotong oleh Desti."Bang! Aku tahu di mana letak salahku, tapi tidak seharusnya kamu membandingkan aku denga
Read more

Teguran atau Ujian

POV AuthorRadit terduduk lemas setelah mencari keberadaan motor yang juga tak ditemukannya. Kendaraan roda dua itu kini sudah tak lagi di tempat semula. Entah siapa yang membawanya?"Allah … kenapa kendaraan itu harus hilang? Bagaimana caraku pergi dari tempat ini?" Radit bergumam dengan nada sedikit kesal. Kecewa jelas terpatri dari wajahnya yang terlihat lelah.Lelaki yang sedang banyak masalah itu terduduk lemas di keramik yang menjadi batas suci. Dia menjambak rambutnya dengan frustasi. Radit tergugu di tempat duduknya. Udara dingin tak lagi ia hiraukan. Ada yang lebih menyakitkan dari sekedar merasakan dinginnya yang menggigit.Niat awal bangun dari tidur untuk salat malam, kini ia habiskan waktunya untuk menangisi hilangnya motor. Wajah yang disembunyikan di antara dua lutut telah basah oleh air mata."Pak, ada yang bisa kami bantu? Bapak ini siapa? Dari mana? Dan memgapa bisa sampai sini?" Seorang lelaki bersorban dengan gamis putih mendekati Radit. Tangan yang memegang tasbi
Read more

Ancaman Desti untuk Radit

"Bisa jadi ujian yang mengangkat derajat. Bisa pula itu teguran yang menjadi adzab. Kita tidak tahu ini sebuah ujian atau teguran yang menjadi azab?" Pak Rustam sengaja tidak lagi melanjutkan ucapannya sebab ingin melihat respon Radit Jawaban Pak Rustam sukses membuat Radit tercengang. Ia ingin bersuara, tapi kata-katanya tercekat di tenggorokan.Lelaki yang sudah berkepala empat itu menundukkan. Matanya menanas. Seluruh kesalahan dan kedzaliman di masa lalunya bermunculan satu per satu. Seolah mereka mengatakan 'Inilah adzab untukmu sebab pernah melakukan hal ini. Terimalah ganjaranmu yang belum seberapa ini.'Semakin lama penghakiman itu semakin gencar, membuat Radit semakin tergugu. Air mata yang tadi hanya menumpuk di pelupuk kini telah berjatuhan ke pipi tanpa permisi.Pak Rustam sendiri ikut terdiam. Memberi ruang untuk Radit."Lalu, saya harus bagaimana menyikapi ini semua, Pak?" Radit mengendonggak Setelah menyusut air matanya."Anggap ini ujian serta teguran yang akan mengha
Read more

Fakta Tentang Desti yang Diungkap Ratmi

POV AuthorRatmi yang sedang menyapu halaman rumahnya histeris saat menatap Ralia yang ingin menyebrang jalan raya. Sebab dari arah selatan melintas mobil dengan kecepatan lumayan tinggi. "Ralia! Mundur! Diam di situ dulu! Nanti Bude jemput." Ratmi membuang sapu lidi dalam genggamannya.Ratmi tidak melepaskan pandangannya pada gadis kecil yang sedang menangis di tepi jalan itu.Perempuan yang tak pernah akur dengan ibunya Ralia itu berjalan menuju keponakannya. Wanita bertubuh subur itu sudah berhasil menyebrang jalan dan menggandeng tangan mungil milik Ralia.Ada berbagai pertanyaan muncul di kepala Ratmi. Perempuan itu menangkap sesuatu yang tidak beres. Sebab tidak pernah sebelumnya Ralia berjalan sendiri ke rumahnya. Namun, bertanya dengan Ralia harus pelan-pelan. Agar ia bisa mendapatkan jawaban yang memuaskan."Kamu kenapa berjalan sendiri, Nduk? Ke mana ibumu?" Ratmi mengelus pucuk kepala Ralia yang kini sudah duduk di ruang tamu rumahnya. Dia sodorkan segelas air putih pada
Read more
PREV
1
...
101112131415
DMCA.com Protection Status