Home / Pernikahan / Maduku Putri Konglomerat / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Maduku Putri Konglomerat: Chapter 11 - Chapter 20

82 Chapters

Melamar Pekerjaan

"Jadi kamu melamar perkerjaan di tempat kerja Mila, Ra?" tanya Ibu yang nampak sibuk melipat baju-baju dari para tetangga dan sudah selesai di cuci.Ah, kami sudah menemukan tempat tinggal yang masih layak dengan harga yang terjangkau. Dan tak terasa sudah hampir satu bulan aku dan Ibu pindah di tempat ini. Tempat yang menurutku tidak terlalu bagus dibandingkan dengan rumah Ibu, tapi mampu membuat hariku tenang, tanpa melihat wajah Mas Hilman lagi.Awal-awal kepergian kami, Mas Hilman selalu menelfon dan mengirim pesan padaku. Tapi aku tidak pernah menanggapinya sama sekali. Lalu dia tak henti-hentinya mengirim pesan dan menelfon di setiap waktu, sampai aku merasa terganggu. Hingga akhirnya aku pun mengganti nomer ponselku agar tidak semakin terganggu. Kini hanya Mbak Nuri saja yang memiliki nomer ponselku."Jadi, Bu," jawabku sembari menyetrika pakaian.Oh ya, untuk menyambung hidup, aku dan Ibu memutuskan untuk menerima jasa mencuci baju. Pekerjaan yang dianggap orang sepele, tapi t
Read more

Bertemu Kembali

"Iya, Mbak. Jangan khawatir, Ibu baik-baik saja. Mungkin akhir pekan depan kami akan berkunjung ke tempat Mbak," ucapku melalui sambungan telfon.Aku sedang bertukar kabar dengan Mbak Nuri melalui sambungan telfon. Aku dan Ibu sudah menceritakan semuanya pada Mbak Nuri.Awalnya Mbak Nuri keberatan jika Ibu ikut denganku, dia takut jika sewaktu-waktu penyakit Ibu kambuh dan akan menyusahkanku. Tapi seiring berjalannya waktu, Mbak Nuri menerima keputusan Ibu untuk ikut denganku, setelah mengetahui bahwa penyakit Ibu belum pernah kambuh sama sekali sejak ikut pindah bersamaku.Mbak Nuri juga mendukung keinginanku untuk bercerai dari adiknya lelakinya itu. Dia juga sama kecewanya pada pengkhianatan Mas Hilman. Saat mendengar ceritaku tentang Mas Hilman, Mbak Nuri tidak henti-hentinya memaki adiknya itu.Orang selembut Mbak Nuri sampai bisa memaki orang hanya dengan mendengar ceritaku, lalu bagaimana denganku yang mengalaminya sendiri? Harusnya kemarin aku juga memaki-maki Mas Hilman untuk
Read more

Berbicara Berdua

"Ada apa, Mas?" tanya wanita yang bersama dengan Mas Hilman.Ah, Linda, ya nama wanita itu Linda. Aku tidak pernah melupakan nama maduku itu.Aku akui Linda memanglah cantik, dia mempunyai kulit yang putih dan masih terlihat muda dibandingkan denganku. Apalagi kata Mas Hilman, Linda adalah putri dari seorang konglomerat. Tentu saja banyak lelaki yang mengejarnya. Termasuk Mas Hilman sendiri.Mas Hilman mengalihkan pandangannya dariku dan beralih menatap Linda. Hatiku pun berdenyut nyeri melihat Mas Hilman mengalihkan padangan dariku. Berpura-pura tidak mengenalku."Tidak ada apa-apa, Sayang," jawab Mas Hilman.Hah, Sayang? Panggilannya mesra sekali. Aku tersenyum miris mendengar Mas Hilman memanggil Linda dengan sebutan itu.Lucu bukan? Ketika aku menyaksikan sendiri suamiku memanggil mesra wanita lain di hadapanku. Aku ingin tertawa, tapi masalahnya sekarang, air mataku pun tidak bisa aku tahan. Air mataku keluar sendiri tanpa aku sadari.Aku bodoh, karena masih saja merasa sakit mel
Read more

Tangisan Ibu

"Kamu yakin sudah tidak apa-apa, Ra?" tanya Mila, nampak masih khawatir padaku.Mila menemukanku sedang menangis di sudut kegelapan dengan posisi berjongkok bersandar pada dinding, sembari menutup wajahku dengan kedua tangan. Dia langsung memelukku dan menenangkanku tanpa banyak kata. Bahkan sampai sekarang dia tidak bertanya tentang sebab aku menangis seperti itu.Aku tahu, bukan Mila tidak peduli padaku, tapi mungkin dia hanya ingin membuatku tenang terlebih dahulu sebelum menanyakan sebab dia menemukanku dengan kondisi yang mengenaskan. Bukankah dia sangat pengertian? Ah, Mila. Kenapa hatimu sangat baik sekali?"Aku sudah tidak apa-apa, Mil. Maaf, aku sudah membuatmu khawatir," jawabku mencoba melebarkan senyumku, mencoba meyakinkan Mila bahwa aku sudah membaik dan dia tidak perlu khawatir lagi padaku."Baiklah, kalau begitu aku pulang dulu, Ra. Kamu cepatlah masuk ke dalam. Kasihan Ibumu, beliau pasti khawatir padamu," ucap Mila sembari berdiri dari duduknya.Aku mengangguk, "Teri
Read more

Kehadiran Linda

Aku menarik napas panjang, lalu perlahan menghembuskannya. Aku melakukannya sebelum bertemu dengan ibu. Beliau pasti sedang ada di dapur, menyiapkan sarapan yang sudah aku masak sejak subuh. Rutinitas yang selalu beliau kerjakan setiap pagi.Setelah merasa sudah siap bertemu dengan ibu, aku pun melangkahkan kaki ke arah dapur."Kamu sudah selesai bersiap, Ra?" tanya ibu begitu melihatku masuk ke dapur, dengan senyum menghiasi wajah tuanya.Aku mengangguk menanggapi pertanyaan ibu. Ah, senyum itu. Senyum yang aku tahu sedang ibu paksakan untuk menutupi kesedihannya dariku. Hatiku malah sakit melihat ibu tersenyum seperti itu, padahal aku tahu kalau beliau sedang memendam kesedihan. Andai saja aku bisa memutar waktu, aku pasti tidak akan membawa ibu ikut bersamaku agar beliau tidak perlu bersedih hati."Duduklah, Ra. Ibu sudah selesai menyiapkan sarapannya," ucap ibu lagi membuatku tersadar dari lamunan.Aku pun langsung duduk dan memulai sarapan dalam diam. Aku masih belum bisa mengelu
Read more

Terkikis

Sudah dua minggu berlalu sejak kehadiran Linda di ruang kerja Pak Alif, dan sejak itu pula aku melihatnya selalu datang menemui Pak Alif. Bahkan dia selalu datang setiap hari, walaupun waktunya selalu tidak tentu. Kadang bisa siang kadang bisa sore.Hari ini pun dia juga datang di jam makan siang, entah apa hubungan mereka hingga Linda mendatangi Pak Alif setiap hari, aku juga tidak tahu. Dan aku pun tidak mau tahu apapun tentang Linda. Tapi yang aku syukuri adalah dia selalu datang sendiri, tanpa Mas Hilman tentunya.Aku sudah mulai terbiasa melihat Linda wara wiri di sekitarku. Mungkin aku juga sudah kebal dengan kehadirannya, atau mungkin karena aku sudah bertekad keluar dari penderitaanku. Entahlah. Yang pasti sekarang aku tidak terpengaruh dengan kehadiran Linda. Tidak seperti di awal-awal pertemuanku dengannya.Walau mungkin terkadang aku masih merasa enggan untuk melihat wajah maduku itu. Apa aku bisa menyebutnya maduku, sementara dia saja tidak tahu kalau aku adalah istri pert
Read more

Pak Alif

"Hai, Ra."Aku menoleh, menatap suara orang yang menyapaku. Lalu, aku mengangguk sembari tersenyum sopan ketika netraku menemukan Pak Alif yang telah menyapaku, bahkan dia sudah berada di sampingku.Aku sedang duduk di depan restoran, menunggu ojek pesananku datang. Jika biasanya aku selalu berangkat dan pulang bersama dengan Mila, tapi tidak dengan hari ini. Hari ini Mila sedang ijin, dia berada di rumah saudaranya yang sedang hajatan."Kamu sedang apa di sini?" tanyanya lagi."Saya sedang menunggu ojek, Pak," jawabku."Mila kemana? Biasanya kamu selalu barengan sama dia?""Mila tadi ijin, Pak," jawabku lagi."Oh," sahut Pak Alif, lalu dia terdiam sejenak sembari menatapku dengan pandangan aneh, "boleh aku duduk di sini?" tanya Pak Alif lagi, membuatku mengernyitkan kening. Heran, kenapa Pak Alif mau duduk di sini bersamaku. Sedangkan dia tidak perlu menunggu ojek sepertiku. Karena Pak Alif tinggal di bagian lantai atas restoran. Aku pun belum pernah menginjakkan kaki di lantai terse
Read more

Mengusik

Langit nampak menggelap karena mendung, angin pun sudah berhembus dengan kencangnya sejak tadi. Aku sedang duduk di teras rumah, menikmati secangkir kopi hitam. Minuman yang dulu tidak pernah aku sukai, tapi semenjak pindah kemari, aku jadi menyukainya. Rasa pahit kopinya, mengingatkanku akan pahitnya hidupku setelah mengetahui pengkhianatan Mas Hilman.Hari ini aku sedang libur, jadi aku sedang menikmati waktu soreku dengan bersantai di depan rumah. Sedangkan ibu, sedang ada di kamar mandi. Katanya setelah selesai dari kamar mandi, beliau akan menyusulku ke depan. Sekalian membawakan camilan untuk kami santap sembari bersantai bersama.Aku kembali menyesap kopi yang masih mengeluarkan asapnya. Setelahnya, aku meletakkan kembali cangkir yang berisi kopi tersebut di atas meja.Sembari menunggu ibu, aku memainkan ponsel. Bertukar pesan dengan Mila yang masih ada di tempat kerja. Dan dari Mila aku mengetahui jika Linda dan Mas Hilman kembali mengunjungi Pak Alif, sama seperti biasanya.S
Read more

Terungkap

"Lin-da ...." sebut Mas Hilman terbata."Iya, Mas. Ini aku. Jelaskan padaku apa maksud ucapanmu tadi, aku ingin mendengarnya," sahut Linda menatap tajam Mas Hilman."I-ni tidak seperti yang kamu bayangkan, Lin." Mas Hilman masih saja mengelak, tampak tidak mau mengakui semuanya."Lalu?" tanya Linda tampak menunggu jawaban dari Mas Hilman.Aku menyunggingkan senyum sinis, merasa lucu melihat Mas Hilman yang gelagapan menghadapi Linda. Ternyata tidak buruk juga melihat Mas Hilman dan Linda seperti itu. Semoga saja ibu tidak keluar dulu. Aku ingin menikmati pertunjukan ini lebih lama.Jujur aku tidak takut jika Linda mengetahui hubunganku dengan Mas Hilman. Aku malah merasa senang, karena ini akan mempermudahku untuk berpisah dengan Mas Hilman. Mau tidak mau Mas Hilman pasti akan mengabulkan permintaan cerai dariku. Dia pasti tidak bisa terus mempertahankanku di saat Linda sudah mengetahui siapa aku sebenarnya.Mas Hilman terdiam, belum menjawab pertanyaan dari maduku itu. Dia juga tampa
Read more

Talak

"Hei ... tolong jika ingin menyelesaikan urusan rumah tangga kalian, di rumah kalian sendiri saja. Jangan di sini. Aku merasa terganggu sekali dengan drama yang kalian buat," ucapku jengah sekali melihat mereka berdua sedang berpelukan sejak tadi.Mas Hilman sedari tadi tampak membujuk Linda, menenangkannya yang terus menangis histeris. Aku tersenyum kecut melihat Mas Hilman nampak berusaha keras menenangkan Linda. Maduku itu sedari tadi tidak henti-hentinya menangis. Aku jadi makin muak melihat mereka. Segitu perhatiannya Mas Hilman pada istri keduanya itu."Sudahlah, Mas. Bawa saja istri keduamu itu pergi dari rumah ini. Aku sudah muak mendengar tangis manjanya itu," ucapku lagi.Mas Hilman menatapku, sorot matanya tajam di arahkan padaku, "Kamu tega sekali berbicara seperti itu, Ra. Padahal Linda sedang hamil, bagaimana jika terjadi sesuatu pada kehamilannya? Apa kamu sudah tidak punya hati?"Tidak. Aku memang sudah tidak punya hati. Mangkanya jangan mengharapkanku lagi."Memang ap
Read more
PREV
123456
...
9
DMCA.com Protection Status