All Chapters of Pembalasan Istri Sah Ditinggal Kawin Saat Jadi TKI: Chapter 21 - Chapter 30

78 Chapters

Tamu Tak Diundang

Dita hampir saja kehilangan keseimbangan saat melihat pria yang sedang berdiri di depannya. Seperti mimpi. Keduanya tidak saling bicara untuk beberapa saat karena rasa terkejut yang masih menguasai diri. “Mbak Dita ….”Sampai panggilan dari Ayu menyadarkan Dita. Ia mengerjap beberapa kali dan menatap Ayu yang datang menghampirinya. “Loh, Mas Bimo kapan datang?” tanya Ayu menyapa tamu tak diundang tersebut. “Baru aja, Yu. Kamu apa kabar?” tanya Bimo, menyambut uluran tangan Ayu yang mencium punggung tangannya. “Udah gede, ya, sekarang,” imbuhnya yang mendapat senyum malu dari Ayu. “Alhamdulillah, baik, Mas. Ayu buatkan minum dulu, ya.” Remaja itu masuk ke dalam rumah.“Duduk, A,” ajak Dita yang mempersilakan tamunya untuk duduk di kursi kayu yang ada di teras rumah. “Apa yang membuatmu sampai datang ke sini?” tanya Dita saat mereka sudah duduk. “Kamu terlihat lebih beda sekarang,” puji Bimo yang mengabaikan pertanyaan Dita. Dita tersenyum getir. Sedikitpun ia tidak mau menata
Read more

Ternyata Kalian Begitu Licik

“Mas Indra?” Dita kembali menepis dengan kasar tangan Bimo. Berhasil. Cengkeraman tangannya terlepas. Dita segera menghampiri Indra dan ibunya. “Kamu sudah tidak berhak lagi menyentuhnya, Bimo!” ucap Indra dengan tegas. Pria itu menghampiri Bimo. “Jangan ganggu dia lagi!”Dita cukup terkejut dengan ucapan Indra. Ia bisa menebak jika Ibu sudah memberitahu putranya itu perihal statusnya dengan Bimo saat ini. “Aku hanya ingin bicara dengan Dita, Mas.” Bimo membela diri. “Tapi tidak memaksa seperti itu, Bimo. Kami bisa melihat bagaimana kamu mencengkeram tangannya,” tukas Indra. Ia berbalik menatap Dita. “Ta, apa masih ada yang ingin kalian bicarakan?” tanya Indra pada Dita. “Enggak ada, Mas. Urusan kami sudah selesai,” imbuh Dita. “Ta—” “Sudah tidak ada yang perlu kita bicarakan lagi, A. Aku sudah tegaskan sama kamu.” Dita berbalik masuk ke rumah. Ibu menyusul di belakang wanita itu. “Maafkan ibu, Nduk. Ibu kasih tahu Indra tentang status kamu dan Bimo saat ini. Tadi ibu tidak se
Read more

Aku Pikir Dia Sopir Pribadi, Ternyata ...

Nadiya mengejar suaminya. Ia tidak akan membiarkan pria itu pergi begitu saja. Namun, Bimo bukan pulang ke rumahnya, melainkan pergi menggunakan motor.Tidak banyak yang bisa Nadiya lakukan selain menunggu suaminya pulang dan kembali menjelaskan pada pria itu.Tidak peduli dengan penjelasan Nadiya dan alasan yang diberikan oleh wanita itu. Bimo mendiamkan istrinya selama beberapa hari. Dalam diamnya Bimo mencari tahu tentang fakta yang sebenarnya pada Lastri. Rasa bersalah semakin menyelimuti diri pria itu. Dia bertekad untuk menyusul Dita ke Malang dan menjelaskan kejadian sebenarnya pada wanita tersebut. Tidak peduli apakah Nadiya akan setuju atau tidak. Karena Bimo tidak membutuhkan izin dari wanita itu.Sementara itu, Nadiya yang tahu jika Bimo pergi ke Malang untuk menemui Dita, semakin merasa resah dan takut.“Kejadiannya tidak akan sefatal ini kalau saja Ibu dulu tidak memberikan ide seperti itu padaku,” ucap Nadiya saat Mirna datang ke rumahnya untuk menanyakan apakah Bimo su
Read more

Ternyata Dia Majikanku

Dita masih merutuki diri sendiri. Dia benar-benar malu. Ingin rasanya menenggelamkan diri ke dasar bumi. Setelah makan siang, Dita diminta untuk istirahat lebih dulu sebelum sang majikan menjelaskan pekerjaannya."Ih, kamu kok, malah ketawa terus, sih, Sus!" kesal Dita. "Kamu juga kenapa nggak ngasih tahu aku kalau Tuan Daffin yang jemput. Aku nggak enak banget tau, Susi!" pekik Dita pelan. Ia menutup wajah dengan kedua telapak tangannya."Lagian masa setampan dan segagah itu dikira sopir, sih, Ta." Susi masih tertawa. "Aku sempat nggak percaya, tapi dia juga nggak bilang kalau dia itu bos aku. Dia juga bantu bawain barang-barangku ke bagasi mobil," imbuh Dita. "Dia marah nggak ya, sama aku, Sus?" "Tuan Daffin itu memang baik banget, Ta. Nggak cuman dia aja, sih. Tuan dan Nyonya Besar juga baik banget orangnya. Kamu tenang aja, Tuan Daffin nggak akan marah hanya karena kamu ngira dia sopir," kekeh Susi. Sembari istirahat, Susi sedikit menceritakan tentang pekerjaan Dita di sana.
Read more

Mama

Daffin beralih menatap Dita. "Maaf, mungkin karena kau mengenakan jilbab, Neira mengira kau adalah mamanya," imbuh Daffin. "Tidak apa, Tuan." Dita melambaikan tangan pada gadis kecil dalam gendongan Daffin. "Hai, Cantik," sapanya. "Mama." Lagi, Neira mengulang panggilan yang sama pada Dita. Gadis kecil itu bahkan meronta dari gendongan sang papa meminta digendong oleh Dita. Dita diam mematung. Meskipun ingin sekali menggendong anak itu, tetapi ia tidak berani jik belum mendapat izin dari Daffin."Sayang, itu bukan Mama. Namanya Sus Dita. Dia yang akan nemenin Neira main. Sekarang biar Sus Dita istirahat dulu, ya, Neira main sama papa." Daffin memberi pengertian pada putrinya. Ia takut Dita merasa tidak nyaman dengan panggilan itu. Dari KTP dan keterangan Susi, ia tahu jika Dita sudah menikah dan mempunyai seorang putri berusia 5 tahun. Daffin mempersilakan Dita untuk istirahat lebih dulu. Namun, baru wanita itu membalikkan badan dan belum melangkah ke luar dari ruangan tersebut
Read more

Kenapa Mama?

Dita memicing. Ingin bertanya, tetapi tidak mempunyai keberanian. "Terima kasih karena sudah menjaga Neira dengan baik hari ini." Daffin melanjutkan kalimatnya, memangkas sorot mata penuh tanya dari Dita. "Sama-sama, Tuan. Sudah menjadi tugas saya menjaga Non Neira dengan baik. Dia anak yang pintar." Dita menatap Neira yang sedang tidur dalam pangkuannya. Sederhana memang ucapan terima kasih yang diucapkan oleh Daffin pada Dita. Namun, kalimat sederhana itu bisa memberikan efek yang luar biasa. Seseorang akan merasa sangat dihargai dengan kalimat tersebut. Kalimat sederhana yang terkadang banyak orang melupakannya. Mobil Daffin sudah terparkir di basement apartemen. Dita masih menggendong Neira, sementara Daffin membawa barang-barang mereka. Dita segera memindahkan Neira ke kamar Daffin, karena anak itu memang tidur dengan ayahnya. "Kamarmu ada di sebelah kamar kami. Kamar mandi di lantai dua ada di sana." Daffin menunjuk pintu berwarna coklat di ujung ruangan. "Di lantai bawah
Read more

Kenapa Melamun?

Silvia segera menghampiri Neira. Ia khawatir kalau cucunya itu mimpi buruk. "Sayang, ini oma." Silvia memeluk Neira. "Oma, Mama mana?" tanya gadis kecil itu. Sementara itu Dita yang baru datang hanya bisa berdiri di ambang pintu. Lega saat melihat nona kecilnya tidak menangis. "Mama," pekik Neira yang menyadari keberadaan Dita. Ia melepaskan pelukan omanya dan turun dari tempat tidur untuk menghampiri Dita. 'Mama?' Silvia bertanya dalam hati. Kenapa cucunya itu memanggil Dita dengan panggilan tersebut?Silvia segera menghampiri Neira. "Sayang. Itu bukan Mama. Itu namanya Sus Dita." Ia coba memberi pengertian pada cucunya. "Gak. Bukan Cus, Oma, tapi Mama." Neira masih kekeh. "Sayang dengerin oma, ya. Sini sama Oma dulu." Silvia masih berusaha membujuk cucunya. "Gak. Nela mau sama Mama." Neira mulai menangis dan meronta minta digendong oleh Dita. Segera wanita itu membawa Neira ke dalam gendongannya. "Non tenang, ya. Sus di sini." "Bukan Cus, Mama!" kesal Neira. Ia kembali me
Read more

Mengingat Kenangan Manis

Dita masih diam tidak menjawab pertanyaan Daffin. Wanita itu semakin menunduk menyembunyikan wajahnya. "Apa kamu sakit, Dita? Kalau sakit kamu istirahat saja, biar aku bicara dengan Neira nanti." "Tidak, Tuan. Saya baik-baik saja." Refleks Dita menggeleng dan mendongak. Netranya bersiribok dengan Daffin yang sedang menatapnya. Dita langsung kembali menunduk. "Baiklah. Kalau kamu sedang sakit jangan dipaksakan." Kembali Daffin berucap. "Istirahatlah." Dita mengangguk dan pamit untuk masuk ke kamar Susi. Daffin pun kembali ke kamar putrinya. Niatnya tadi hanya ingin menikmati langit malam di taman belakang. Pria itu sedang merindukan mendiang istrinya. Di tempat itu dulu mereka banyak menghabiskan waktu bersama. Bercerita tentang kelahiran putri mereka. Menyusun rencana masa depan keluarga kecilnya kelak. Sayang, takdir memberi garis berbeda. Yang sudah Tuhan tuliskan tidak bisa untuk diubah. Termasuk kapan kematian itu akan datang. Tiga tahun hidup menduda. Tidak ada niat sedi
Read more

Kami Sudah Bercerai, Tuan

Dita masih mencerna jika ia tidak sedang bermimpi. Anak kecil yang sedang berdiri di depannya itu benar-benar Devina. Putri yang sangat ia rindukan. Cairan bening sudah memupuk di kedua mata wanita itu. Dita bahkan tidak menyadari jika Neira terus memanggilnya."Dita," panggil Daffin dengan mengguncang pelan lengan Dita. "Ya." Dita tersadar dan mengerjap. Tetesan bulir bening itu mulai menerobos membasahi pipi wanita tersebut. "Kamu baik-baik saja? Apa kamu mengenal anak itu?" tanya Daffin. Netranya menatap lekat wajah wanita itu. "Kamu menangis," imbuh Daffin sedikit berbisik. "Hah?" Dita segera menyeka air bening tersebut. "Maaf, Tuan." "Apa kamu mengenal anak kecil itu?" Daffin mengulangi pertanyaannya dan mendapat anggukan dari Dita. Devina berjalan mendekat ke arah Dita. "Tante Dita lagi liburan juga di sini?" tanya Devina. "Mama." Neira mengguncang lengan Dita. Gadis kecil itu menatap Devina yang juga sedang menatapnya. "Dede ini anak Tante Dita, ya?" tanya Devina denga
Read more

Dia Wanita yang Baik, Nyonya.

"Maaf, Dita, aku tidak tahu." "Tidak apa-apa, Tuan. Sejak awal saya memang tidak memberitahu Anda. Sebenarnya Daffin ingin bertanya kenapa anak kecil yang bertemu dengannya siang tadi, tidak tahu jika Dita adalah ibunya. Namun, Daffin takut akan membuat wanita itu semakin sedih.Daffin mempersilakan Dita untuk istirahat, karena wanita itu juga pasti lelah. Neira bangun saat Daffin sudah berangkat ke kantor. Daffin sempat menanyakan putrinya pada Dita, apakah gadis kecil itu menangis atau tidak. Pria itu menghela napas lega saat menerima laporan dari Dita jika Neira tidak menangis. Semenjak Dita menjadi babysitter putrinya, Daffin merasa lega dan bisa bekerja tanpa merasa khawatir dan cemas jika Neira akan menangis dan berdrama lagi. Siang ini, Silvia sengaja mampir ke kantor putranya untuk membahas perihal undangan makan malam dari orang tua Anggita. “Apa kamu yakin, Fin” tanya Silvia pada Daffin saat pria itu menjelaskan jika dia sudah bicara dengan Dita. “Iya, Ma. Dita nggak
Read more
PREV
1234568
DMCA.com Protection Status