Semua Bab Pembalasan Istri Sah Ditinggal Kawin Saat Jadi TKI: Bab 51 - Bab 60

78 Bab

Semakin Menyebalkan

Karena Haryanto pulang lebih dulu, akhirnya Daffin ditemani oleh sekretarisnya untuk bergantian menyetir mobil. Sepanjang perjalanan, pria itu terus menempel pada Dita. Neira sampai kesal dibuatnya. "Papa ‘kan sudah besar. Ngapain nempel-nempel terus sama Mam? Protes Neira "Papa duduk di depan aja, deh.""Kamu 'kan udah sering bareng sama Mama, Sayang. Sekarang gantian biar papa deket-deket Mama." Daffin menatap manja pada putrinya. "Enggak bisa gitu, Papa. Papa harusnya malu sama Om Dimas. Papa itu lebih tua dari Om Dimas, tau." Dita terkekeh mendengar omelan Neira. Daffin mencebik. "Papa hanya lebih tua dua tahun dari Om Dimas, Sayang. Lagian, wajah papa jauh terlihat lebih muda dari Om Dimas, kok. Iya, 'kan, Dim?" Daffin meminta persetujuan sekretaris pribadinya itu. "Anda terlalu percaya diri, Pak," sanggah Dimas. Daffin berdecak mendengar jawaban pria yang sedang mengemudikan mobil tersebut. "Buktinya aku udah laku dua kali, Dim. Sedangkan kau? Pacaran saja nggak pernah.
Baca selengkapnya

Pagi yang Berbeda

Ada yang berbeda subuh ini saat Dita baru memejamkan mata. Ia sempat terkejut saat melihat lengan kekar melingkar di perutnya. Sesaat kemudian ia mengulum senyum setelah menyadari jika dia dan Daffin sudah menikah. Pria itu benar-benar memenuhi janjinya jika malam tadi mereka hanya tidur. Daffin hanya ingin ditemani tidur saja.Perlahan Dita melepaskan pelukan Daffin dan turun dari tempat tidur. Ia bergegas membersihkan diri sambil menunggu azan subuh berkumandang. Setelah selesai membersihkan diri, ia kembali ke kamar suaminya dan membangunkan pria itu. "Mas, bangun yuk. Sholat subuh dulu." Dita mengusap lembut pipi suaminya. Daffin mengerjap pelan dan kemudian mengulas senyum tipis. "Selamat pagi, Sayang. Jam berapa ini?" sapanya. Berusaha untuk membuka mata sempurna. "Masih subuh, Mas. Bangun, yuk. Sebentar lagi azan subuh. Siap-siap dulu." Dita yang duduk di sisi tempat tidur, menatap suaminya. Entah kenapa ia suka melihat wajah suaminya saat bangun tidur. Itu tidak mengh
Baca selengkapnya

Obat Rasa Kesal

Daffin langsung duduk di kursi pemimpin rapat. Matanya tajam menelisik para pimpinan direksi yang ada di sana. "Aku tidak tahu kalau di perusahaan ini ada tikus yang sengaja menggerogoti uang perusahaan. Sepertinya ada yang sengaja menyalahgunakan kepemimpinannya di sini." Sura pria itu terdengar dalam dan tega. "Apa maksud Anda, Tuan Daffin? Anda membuat rapat dadakan dan tiba-tiba menuduh kami seperti itu?" sahut pria bertubuh gendut yang sedari tadi menatap kesal ke arah Daffin.Daffin terkekeh mendengar sanggahan dari kepala keuangan itu. Senyum di bibirnya seketika pudar dan berganti dengan tatapan tajam yang mengintimidasi. "Apa saya memerlukan izin dari Anda lebih dulu untuk memulai rapat, Pak Adnan?" Daffin kemudian menatap semua yang ada di sana. Menelisik wajah mereka satu per satu. "Dimas, bagikan lembar dokumen itu pada mereka!" titah Daffin pada asisten pribadinya. "Baca baik-baik dan aku menunggu penjelasan untuk itu!" Mereka yang ada di sana membuka dokumen yang dib
Baca selengkapnya

Sudah Siap!

Setibanya di kantor, Daffinn terlihat bersemangat membaca beberapa dokumen dan membubuhkan tanda tangannya di sana. Semakin cepat ia menyelesaikan pekerjaannya, maka ia akan cepat pulang. Daffin sudah mengirim pesan pada sang mama. Benar saja, Silvia sengaja mengajak cucunya menginap dan memberikan waktu luang untuk anak dan menantunya. "Terima kasih untuk pengertiannya yang luar biasa, Ma." Itu adalah pesan terakhir yang Daffin kirim dan belum mendapat balasan dari sang mama.Daffin mengalihkan perhatian dari dokumen di atas meja dan menatap ponselnya yang bergetar. Sebuah notifikasi pesan balasan dari sang mama. Hal itu lebih menarik untuknya dari dokumen tersebut. Ia pun segera membuka pesan itu. 'Iya, Nak. Cepat berikan kami cucu dan adik buat Neira, ya.' (Diselipkan emotikon tersenyum menutup mulut). Daffin tersenyum lebar. "Siap, Ma. Asal kalian sering-sering saja membantu menjaga Neira agar kami bisa segera memberikan hasil yang maksimal." (Diselipkan emotikon tertawa dan
Baca selengkapnya

Nasihat Ayah Bimo

Dita membuka mata perlahan. Ia tak lantas beranjak dari tempat tidur. Ditatapnya pria tampan yang sedang memejamkan mata sambil memeluknya itu. Matanya enggan berpaling dari makhluk tampan ciptaan Tuhan di sampingnya. Selarik senyum terukir di sudut bibirnya. Ia mengukir wajah suaminya dengan jemari lentiknya tersebut. Dita tersentak saat Daffin tiba-tiba membuka mata. Pria itu tersenyum dengan mata sayu. Daffin meraih tangan istrinya, memberi kecupan di sana dan menagkupkan telapak tangan itu di pipinya. "Selamat pagi, Sayang." Suara serak khas bangun tidur itu terdengar begitu seksi di telinga Dita. Membuat semburat merah di kedua pipi putih wanita itu. "Pagi, Mas." Dita membalas dengan senyum gugup. "Kenapa pipi kamu merah? Apa kamu sedang mengingat sesuatu?" tanya Daffin setengah menggoda istrinya. Dita membulatkan mata mendengar pertanyaan itu. "Mas!" protesnya. Daffin terkekeh melihat wajah istrinya yang panik bercampur malu-malu. Ia menarik lembut wanita itu dan memelukn
Baca selengkapnya

Kekecewaan dan Penyesalan

Sesuatu yang ditakdirkan untuk kita maka dia akan menjadi milik kita, sejauh dan sesulit apa pun rintangan yang harus dilalui. Begitu juga sebaliknya, jika itu bukan ditakdirkan untuk kita, sekuat apa pun kita menggenggam, pada akhirnya dia akan terlepas. Bimo terlalu larut dengan rasa bersalah dan perasaannya yang belum usai. Ia lupa jika ada wanita lain yang juga ia kecewakan. Egois? Memang. Bimo pun mengakui keegoisannya itu. Seharusnya sejak awal ia menjelaskan pada Dita saat wanita itu baru pulang dari Dubai dan menuntut penjelasan darinya. Ingatan Bimo kembali berputar pada kejadian beberapa tahun lalu saat Dita datang menuntut sebuah penjelasan. Bagaimana ia menolak Dita yang ingin membawa putrinya pergi bersama ibu kandungnya sendiri. Bagaimana Bimo dengan percaya diri mengatakan jika ia dan Nadiya bisa merawat Devina dan memberikan kasih sayang yang cukup untuk putri mereka. Bagaimana ia dan ibunya menghina dan merendahkan Dita, meminta wanita itu untuk mengikhlaskan semua
Baca selengkapnya

Solusi dan Masalah Baru

Bimo semakin erat menggenggam tangan Nadiya. Tidak ingin melepaskan meskipun wanita itu berusaha untuk melepaskan. “Aku sudah memikirkannya, A. Kamu tidak perlu khawatir dengan Nada. Kamu bisa menemuinya kapan pun kamu mau. Aku tidak akan melarang dan membatasi." “Tidak, Nadiya. Tolong jangan katakan apa pun lagi. Tidak ada perpisahan, dengan alasan apa pun!” Bimo menatap istrinya dengan masih bersimpuh di hadapan wanita itu. Pipinya sudah basah oleh air mata. “Aku akan melakukan apa pun asal kamu memberiku kesempatan untuk memperbaiki semuanya.”Nadiya diam. Hanya air mata yang terus menganak sungai. Ia memang sudah memikirkan semuanya. Ia pernah berjuang dan berusaha menjadi yang terbaik untuk suami dan keluarganya. Namun, saat ia merasa semua hanya sia-sia aja, mundur adalah pilihan terakhirnya. Cintanya diawali dengan sebuah kesalahan dan ia akan mengakhiri semuanya. Cukup sudah menahan luka yang semakin menyesakkan hati. Ia juga butuh jiwa yang sehat untuk bisa membesarkan put
Baca selengkapnya

Kenapa Harus Pindah?

“Maaf, Bu. Aku tidak bermaksud.” Bimo tertunduk dan menyesali sikapnya. “Kamu diam dulu, Bu. Mereka pasti punya alasan kenapa mengambil keputusan seperti itu.” Agus memperingatkan istrinya. “Maafkan kami, Bu. Bimo sudah putuskan untuk berhenti bekerja di restoran dan akan bekerja di Bandung.”“Kalau memang mau kerja di Bandung, kan Nadiya dan anak-anak tetap bisa tinggal di sini. Sama saja seperti kamu kerja di Jakarta. Kenapa harus pindah ke Bandung juga?” Mirna masih belum terima dengan keputusan putranya. “Bu, Bimo sudah berumah tangga. Bimo rasa tidak ada salahnya kalau kami mencoba untuk tinggal jauh dari orang tua. Kami juga akan lebih mandiri,’kan?” “Dulu waktu dengan Dita kamu tidak pernah mempermasalahkan untuk tinggal dekat dengan ibu, Bimo. Bahkan kalian sengaja membeli tanah di sana agar bisa membangun rumah dekat dengan kami,” sungut Mirna masih saja tidak terima. “Bu. Bimo bukan anak kecil lagi yang harus terus-terusan di atur sama kamu. Dia sudah dewasa, sudah menj
Baca selengkapnya

Bukan Cemburu, Hanya Tidak Suka Saja

Nadiya dan Bimo harus menerima keputusan Devina yang memilih untuk tinggal dengan nenek mereka di Sukabumi. Sebesar apa pun keinginan mereka, tetap keputusan Devin yang lebih penting. Mereka tidak ingin memaksa anak itu yang ujungnya akan membuat Devina tertekan. Setelah mendapat keputusan, pasangan suami istri itu kembali ke Bandung. Mirna tidak mengantar kepergian anak dan menantunya. Wanita itu masih kesal dan marah pada mereka. Beruntung, masih ada Agus yang meyakinkan mereka jika istrinya itu hanya marah untuk sementara waktu. “Aku berharap Vina akan menyusul kita, A,” imbuh Nadiya saat mobil yang dikendarai suaminya melaju meninggalkan halaman rumah. “Nanti aku akan coba bicara lagi sama Vina, Ya. Nanti kita jemput dia kalau memang dia mau tinggal sama kita.” Bimo meyakinkan istrinya. ***Di jalanan lain di kota Bandung, Dita sedang tersenyum sembari menatap jalanan di luar sana. Dia sedang dalam perjalanan menyusul suaminya ke Kota Kembang. Neira tidak bisa ikut karena anak
Baca selengkapnya

Aku Menyukai Suamimu!

Makan malam bersama rekan bisnis suaminya membuat Dita sedikit canggung. Ia tidak nyaman dengan tatapan Gisel padanya. “Sepertinya kamu sangat beruntung bisa menjadi istri Daffin, ya. Dia adalah pria pekerja keras dan sukses dalam dunia bisnis. Namanya juga sudah dikenal dalam dunia bisnis.” Gisel memulai obrolan dengan Dita di meja makan. “Kamu salah, Nona Gisel. Saya lah yang beruntung bisa menjadi suami dari wanita yang luar biasa ini.” Daffin menanggapi ucapan Gisel. Ia menatap istrinya dan tersenyum lembut pada wanita itu. “Untuk mendapatkannya saya harus menunggu selama tiga tahun sampai dia benar-benar yakin dan mau menerima lamaran saya yang entah sudah mendapat penolakan berapa kali.” Daffin terkekeh mengingat itu. “Oh, ya? Saya kira tidak akan ada wanita yang menolak kamu, Daffin.” Gilbert menimpali ucapan Daffin. Pembicaraan mereka tidak terlalu formal dan lebih santai. “Awalnya saya pikir begitu, tetapi nyatanya istri saya melakukan itu. Tidak hanya satu atau dua kali,
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
345678
DMCA.com Protection Status