All Chapters of Kubuat Suamiku Lumpuh: Chapter 51 - Chapter 60
74 Chapters
Bab 31.B
Mengurus tiga anak itu ternyata tidak semudah yang kubayangkan, ditambah Mas Ferdi sama sekali tak peduli dengan kebutuhan mereka, biaya hidup dan sekolah mereka, lelaki itu telah lupa daratan apalagi sebentar lagi Susan akan melahirkan."Pikirkan aja dulu, Yul," ujar ibu lagi."Bagaimana kalau Ibu tinggal di rumahku aja? Jadi 'kan enak Dara ada temennya.""Bukan Ibu ga mau tapi kasihan Lira, Ibu takut ninggalin anak gadis di rumah sendirian, Yul," jawab ibu."Ya sudahlah, Bu, untuk sementara waktu jalani aja seperti ini."Aku menundukkan kepala, tubuh ini merasa lelah karena seharian mengurus usaha, lalu sekarang aku dihadapkan dengan psikis anak-anak yang kekurangan kasih sayang orang tua."Yang sabar ya, secapek apapun dan senakal apapun anak-anakmu tetaplah bersikap baik terhadap mereka.""Ayo, Ma, Adek udah siap." Dara berlari dari dalam kamar sambil menggendong tas sekolahnya."Ayo, salaman sama Nenek dulu ya.""Adek pulang dulu ya, Nek." "Hati-hati, Sayang," tutur ibu sambil m
Read more
Bab 32.A
(POV FERDI)"Mas, perutku sakit," ujar Susan sambil merintih.Aku meliriknya yang memang sedang mengelus-elus perut menahan kesakitan, dan bulan ini usia kandungannya memang menginjak sembilan bulan"Ya udah kita ke klinik sekarang."Ia mengangguk setelah itu berdiri mengambil tas besar yang berisi alat-alat melahirkan dan bayi baru lahir, sementara aku ke luar rumah memanaskan mobil."Ayo Mas bantu."Istriku itu tertatih masuk ke dalam mobil, sementara aku berlari kencang mengitari mobil lalu masuk ke dalamnya dan mengemudikan mobil dengan kecepatan penuh.Hatiku sangat bahagia sekali, mengingat setelah sepuluh tahun lamanya aku menanti bayi lelaki lalu sekarang mimpi itu akan segera terwujud, terlebih baru kutahu jika bayi di dalam perut Susan ini kembar.Tak kubayangkan bagaimana ramainya rumahku dengan celoteh mereka suatu saat nanti.Tepat di hadapan klinik air ketuban Susan pecah, beruntung dokter Mutia ada di tempat sehingga kami tak perlu ke rumah sakit atau harus ditangani as
Read more
Bab 32.B
Aku menelan ludah, ingin menjerit meluapkan rasa kecewa, harusnya Susan diam saja tak usah bertanya macam-macam karena saat ini pikiranku benar-benar kacau."Aku juga maunya anak kita lelaki, Mas, tapi gimana lagi. Ya kalau kamu ga nerima dan mau ninggalin aku silakan aja sih aku ga masalah," ujarnya lagi sambil menyeka air mata."Sudahlah jangan bicara dulu, pikiranku sedang kacau saat ini, Susan. Kamu tenang saja aku ga akan ninggalin kamu selama kamu menjadi istri yang baik untukku."Susan tak lagi bicara, kulihat ia memejamkan matanya dengan terpaksa."Apa kamu ingat peristiwa puluhan tahun silam, Mas? Kamu ingat kita sudah membuang anak lelaki yang baru kulahirkan di panti asuhan."Jantungku berdebar kencang mendengar penuturan Susan, bagaimana aku bisa lupa dengan kejadian waktu itu yang mana kita melakukan hal tersebut saat masih sama-sama labil."Apa ini semua karma untukmu, Mas, karena kita sudah membuang bayi laki-laki, makanya sampai kapanpun kamu ga akan bisa punya anak le
Read more
Bab 33.A
"Akting Mama bagus deh pas tadi pura-pura baik di depan Ayah, aku suka banget." Desti cekikikan di mobil."Ayahmu emang pantes digituin, Kak." Jika tak malu rasanya ingin tertawa kencang di hadapan semua orang.Begitu percaya dirinya Mas Ferdi akan memiliki anak kembar lelaki, siapa sangka yang keluar dari rahim wanita itu malah bayi perempuan.Sukurin!"Sepertinya kita harus balik lagi, Kak, hape Mama ketinggalan.""Ya udah deh terserah Mama," ujarnya sambil kembali main ponsel."Tunggu di sini ya, Kak."Aku terpaksa keluar mobil dan berlari menuju teras rumah yang mana sedang ada Mas Ferdi di sana, saat aku mendekat raut wajah lelaki itu menatapku penuh amarah."Hapeku ketinggalan, bisa tolong ambilkan," ucapku dengan ketus.Sejatinya aku tak pernah rela memberikan kado-kado itu pada anaknya. Namun, karena ingin memiliki kepuasan menertawakannya terpaksa kulakukan, dan terbukti kado-kado itu membuat rasa sakit di hatiku menipis"Apa hubunganmu dengan Dokter Mutia?" tanya Mas Ferdi,
Read more
Bab 33.B
"Hei, Mas, hidupku selalu bahagia ya meskipun beberapa kali kamu sakiti, kamu tenang saja, dan yang harus bahagia itu kamu, bukan aku, karena kalau kamu stres tensi darahmu pasti naik lalu beresiko kena serangan stroke." Aku terkikik pelan"Dasar sombong! Karena kamu tidak pernah berubah maka aku tidak akan menghadiri acara perpisahan Desti, kamu saja sana yang hadiri, jadilah ayah dan ibu yang baik untuk anak itu."Telpon tiba-tiba dimatikan, dan disaat yang bersamaan Desti datang dengan mengenakan pakaian kebaya modern warna ungu Lilac."Ma, gimana udah ok?""Sangaat ok, cantik banget sih, Kak," pujiku dengan wajah gemas."Iya dong pasti cantik siapa dulu yang dandanin," sahut Lira yang keluar dari arah kamar.Lira lah yang mendandani Desti untuk acara perpisahan ini, dan hasilnya sangat memuaskan meski ia tak pernah belajar tentang makeup pada seseorang."Ayah mau datang ga, Ma?" tanya Desti lagi membuat dadaku sedikit berdenyut.Malang sekali nasibmu, Nak, andai kamu tahu apa yang
Read more
Bab 34.A
Tujuh tahun telah berlalu, tak terasa putri-putriku kini telah tumbuh besar, Desti yang kini berumur delapan belas tahun, anak keduaku berumur enam belas tahun dan si bungsu Dara berumur tiga belas tahun.Menjadi orang tua tunggal tentu tak mudah, apalagi mengurus tiga anak perempuan dengan karakter berbeda, terlebih di usia memasuki remaja yang cenderung ingin banyak tahu dan mencoba hal-hal baru.Sebagai orang tua kita harus bisa menjadi sahabat untuk mereka, berusaha membuat nyaman tanpa rasa terkekang apalagi tertekan.Terkadang aku mengevaluasi diri menuruti perkembangan zaman agar anak-anak tak sungkan berbagi cerita dengan ibunya, aku tidak ingin mereka tumbuh dan berkembang dengan dunia luar bersama teman-temannya.Aku ingin mereka tetap menjadi putri kecilku, yang akan tetap selalu kembali dan membutuhkan ibunya ini.Ketiga putriku tumbuh tanpa kekurangan apapun, mereka bisa membeli apapun yang diinginkan, liburan ke mana saja, mentraktir teman-temannya, dan kasih sayang yang
Read more
Bab 34.B
"Ada apaan, Mas?" tanyaku dengan tatapan aneh."Yul, bisa kita bicara sebentar?"Aroma alkohol tercium ketika Mas Ferdi bicara, sepertinya pria ini habis menegak minuman keras.Aku memerintahkan anak-anak untuk masuk ke dalam rumah."Iya, duduk aja."Kami pun duduk berdampingan di bangku teras, sebelum memulai kata Mas Ferdi terlihat membakar rokoknya, menghisap benda itu dan mengembuskannya ke udara."Aku lagi perlu uang, Yul, kamu bisa pinjemin aku ga?"Mataku membulat mendengar hal itu, apa aku tak salah dengar? Seorang Ferdi yang begitu angkuh dan keras kepala meminjam uang padaku."Ayolah, Yul, bantu aku, lima juta aja, aku janji dua Minggu lagi langsung dibayar," pintanya lagi dengan memelas.Aku menghela napas, sungguh miris dengan penderitaan sekaligus rasa tidak tahu malunya, datang-datang bukan memberi uang untuk ketiga putrinya malah meminjam uang ."Uang buat apa sih, Mas? Emang kamu ga malu minjam uang sama orang yang banting tulang hidupin anak kamu?" tanyaku dengan tata
Read more
Bab 35.A
Jantungku berdetak kencang dengan tubuh berkeringat dingin, mencari kunci mobil di laci dengan cara mengacak -ngacak segala benda yang ada di dalamnya.Setelah ketemu aku langsung berlari ke luar membuka pintu mobil dan menginjak gas dengan kecepatan penuh.Tujuanku adalah kantor polisi karena katanya Talia sudah ada di sana untuk melapor."Gimana, Talia?" tanyaku saat sudah sampai di halaman depan kantor polisi.Cuaca sedang mendung dan kini gerimis mulai turun."Aku sudah buat laporan, Tante, maafin aku ya," ujarnya dengan ketakutan.Aku hanya mengangguk lalu masuk ke dalam kantor dengan tergesa, dunia ini terasa runtuh saat mendengar sesuatu hal buruk terjadi pada anakku."Saya ibunya Desti, Pak, anak yang diculik itu.""Oh iya, Bu, silakan tanda tangani berkas-berkas ini ya."Ia menyodorkan beberapa lembar kertas, tanpa pikir panjang aku pun langsung menuliskan tanda tangan di sana."Apa Ibu memiliki poto terkahir saudari Desti?""Ada, Pak, sebentar."Aku pun segera mengirimkan Po
Read more
Bab 35.B
"Yang sabar ya, Tante." Talia merangkulku dari samping, aku meliriknya lantas memeluk Talia dengan erat sambil menangis.Setegar apapun aku tetap saja tak bisa menyembunyikan kehancuran hati ini, anak-anak adalah sumber kekuatanku, mereka adalah alasanku untuk berjuang."Sekarang kita harus gimana, Tante?" tanya Talia, wajahnya sudah terlihat sembab dengan mata memerah karena menangis."Kita pulang aja ya, urus motor kamu takut ada yang nyuri lama-lama di situ.""Aku ga mikirin motor, Tante, aku mikirin Desti, diapain dia sama orang-orang itu?" Ia masih tetap terisak."Kita berdoa aja ya semoga polisi cepat menemukan Desti."Akhirnya mobilku putar balik setelah menelpon seorang teman untuk mengurus motor Desti."Aku mau nginep di rumah Tante aja ya, aku ga tenang pulang ke rumah," pinta Talia lagi"Ya terserah kamu saja."Aku tak ada waktu untuk membantah apapun keinginan gadis ini, pikiranku benar-benar kacau."Tapi anterin pulang ke rumah dulu ya, Tante, aku mau ganto baju, kotor i
Read more
Bab 36.A
Ketiga lelaki yang sebelumnya naik mobil sedan hitam itu menemui papanya Talia, ini artinya penculikan anakku ada kaitannya dengan lelaki itu.Tapi untuk apa ia menculik anakku? Apa salahku padanya? Dan apa salah anakku pada lelaki tua itu? Aku lantas menoleh ke samping, wajah Talia masih terlihat penuh tanya sambil memandang keempat pria yang sedang bicara serius di depan sana."Apa yang kamu pikirkan, Talia?"Dalam beberapa detik ia menoleh hingga tatapan kami beradu."Emm ...." Gadis itu terlihat ragu berbicara tapi aku yakin pemikirannya sama denganku.Telpon berbunyi lagi, ternyata Andre yang menelpon."Halo, Yuli, kamu di mana sih? Tolong aktifkan GPS-mu."Aku berdecak kesal, ketakutan pria ini memang beralasan, tapi perhatiannya itu kali ini sedikit mengganggu konsentrasiku."Baiklah, sebentar."Aku menutup telpon lantas menuruti apa titah lelaki itu, mungkin ia ingin memantauku dari kejauhan."Talia, bagaimana? Apa isi fikiranmu?" tanyaku lagi dengan sedikit tegas."Emm ...."
Read more
PREV
1
...
345678
DMCA.com Protection Status