Jantungku berdetak kencang dengan tubuh berkeringat dingin, mencari kunci mobil di laci dengan cara mengacak -ngacak segala benda yang ada di dalamnya.Setelah ketemu aku langsung berlari ke luar membuka pintu mobil dan menginjak gas dengan kecepatan penuh.Tujuanku adalah kantor polisi karena katanya Talia sudah ada di sana untuk melapor."Gimana, Talia?" tanyaku saat sudah sampai di halaman depan kantor polisi.Cuaca sedang mendung dan kini gerimis mulai turun."Aku sudah buat laporan, Tante, maafin aku ya," ujarnya dengan ketakutan.Aku hanya mengangguk lalu masuk ke dalam kantor dengan tergesa, dunia ini terasa runtuh saat mendengar sesuatu hal buruk terjadi pada anakku."Saya ibunya Desti, Pak, anak yang diculik itu.""Oh iya, Bu, silakan tanda tangani berkas-berkas ini ya."Ia menyodorkan beberapa lembar kertas, tanpa pikir panjang aku pun langsung menuliskan tanda tangan di sana."Apa Ibu memiliki poto terkahir saudari Desti?""Ada, Pak, sebentar."Aku pun segera mengirimkan Po
"Yang sabar ya, Tante." Talia merangkulku dari samping, aku meliriknya lantas memeluk Talia dengan erat sambil menangis.Setegar apapun aku tetap saja tak bisa menyembunyikan kehancuran hati ini, anak-anak adalah sumber kekuatanku, mereka adalah alasanku untuk berjuang."Sekarang kita harus gimana, Tante?" tanya Talia, wajahnya sudah terlihat sembab dengan mata memerah karena menangis."Kita pulang aja ya, urus motor kamu takut ada yang nyuri lama-lama di situ.""Aku ga mikirin motor, Tante, aku mikirin Desti, diapain dia sama orang-orang itu?" Ia masih tetap terisak."Kita berdoa aja ya semoga polisi cepat menemukan Desti."Akhirnya mobilku putar balik setelah menelpon seorang teman untuk mengurus motor Desti."Aku mau nginep di rumah Tante aja ya, aku ga tenang pulang ke rumah," pinta Talia lagi"Ya terserah kamu saja."Aku tak ada waktu untuk membantah apapun keinginan gadis ini, pikiranku benar-benar kacau."Tapi anterin pulang ke rumah dulu ya, Tante, aku mau ganto baju, kotor i
Ketiga lelaki yang sebelumnya naik mobil sedan hitam itu menemui papanya Talia, ini artinya penculikan anakku ada kaitannya dengan lelaki itu.Tapi untuk apa ia menculik anakku? Apa salahku padanya? Dan apa salah anakku pada lelaki tua itu? Aku lantas menoleh ke samping, wajah Talia masih terlihat penuh tanya sambil memandang keempat pria yang sedang bicara serius di depan sana."Apa yang kamu pikirkan, Talia?"Dalam beberapa detik ia menoleh hingga tatapan kami beradu."Emm ...." Gadis itu terlihat ragu berbicara tapi aku yakin pemikirannya sama denganku.Telpon berbunyi lagi, ternyata Andre yang menelpon."Halo, Yuli, kamu di mana sih? Tolong aktifkan GPS-mu."Aku berdecak kesal, ketakutan pria ini memang beralasan, tapi perhatiannya itu kali ini sedikit mengganggu konsentrasiku."Baiklah, sebentar."Aku menutup telpon lantas menuruti apa titah lelaki itu, mungkin ia ingin memantauku dari kejauhan."Talia, bagaimana? Apa isi fikiranmu?" tanyaku lagi dengan sedikit tegas."Emm ...."
Setelah beberapa menit aku sampai tak jauh dari lokasi kejadian, beruntung motor Talia masih di sana, saat mengecek ponsel ternyata orang bengkel tadi mengirimkan pesan tidak bisa menolongku pergi ke tempat ini karena jauh.Tak masalah, hal ini malah menguntungkan bagiku. Cukup lama menunggu akhirnya sebuah mobil datang."Itu, papaku, Tante."Aku langsung bergeser tempat duduk ke dekat Talia, lalu memerintahkan gadis itu membuka pintu dan keluar.Beberapa detik setelah pria itu keluar aku dan Talia pun keluar dari mobil, tangan kiriku mencekik leher Talia menggunakan siku sedangkan tangan kananku menodongkan pistol ke kepala Talia.Tentu saja senjata api itu kudapat dari seseorang dengan bayaran mahal, karena tidak sembarang orang dapat memilikinya."Tante, apa yang mau Tante lakukan?" tanya Talia dengan nada ketakutan"Diamlah, aku tidak akan menembakmu, bersikaplah seolah-olah aku orang jahat yang menyanderamu."Napas Talia terengah-engah lalu ia mengangguk.Aku berjalan beberapa la
"Arghhh! Papa! Sakit!" Satu peluru kulepaskan dan menggores bahu Talia, aku sedikit merasa bersalah pada gadis ini, tetapi yang penting tidak ada peluru yang bersarang di tubuhnya, ia hanya tergores dan mengeluarkan banyak darah."Gila kamu ya, awas saja jika anakku kenapa-napa!" teriaknya sambil pokus menyetir mobil."Makanya jangan macam-macam denganku, karena aku bisa saja menghilangkan nyawa putrimu ini, cepat katakan siapa dalang dibalik penculikan anakku hah?!" teriakku lagi."Ferdi! Harusnya kamu menembak kepala lelaki itu! Dasar perempuan s*nt*ng!" hardiknya.Tubuhku seketika gemetar, jadi Mas Ferdi menjual anaknya sendiri demi melunasi hutang? Oh Tuhan, sebenarnya apa isi pikiran lelaki ituApa aku perlu memecahkan isi kepalanya untuk mengetahui isi fikiran lelaki itu?"Jangan banyak omong, sekarang bawa aku ke tempat putriku berada, aku tidak rela kalian menumbalkan anakku, lagi pula Ferdi memiliki anak lagi dari istrinya yang sekarang.""Lihat saja jika putriku terluka mak
"Papa sakit, Pa! Kumohon bawa saja Desti keluar, dia itu sahabat aku kenapa Papa tega sih culik dia, apa salah sahabat aku," sahut Talia sambil meringis menahan sakit."Ayolah, Pa, lepaskan Desti demi aku, aku sudah ga kuat, sakit banget, Pa.""Heuh! Menyebalkan! Kenapa jadi rumit begini sih?!" gerak ayah Talia frustasi.Akhirnya pria buncit dengan tubuh tinggi itu masuk ke dalam, cukup lama aku dan Talia menunggu di luar dengan cuaca dingin menusuk kulit."Tante, bahu aku sakit banget, lemes lagi," rintih Talia.Sudah banyak darah yang keluar dari tubuhnya, jika dibiarkan terlalu lama Talia bisa mati di tanganku."Sabar ya, Nak, maafin Tante, gimana lagi ga ada pilihan untuk menyelamatkan Desti, masa kamu tega melihat Desti dijual keperawanannya."Tak ada jawaban dari gadis itu, ia terus menerus mengerang dan meringis kesakitan, sungguh aku tak tega melihatnya, tapi bagaimana lagi hanya ini cara agar anakku cepat diselamatkan.Jika menunggu pihak keamanan terlalu lama, bisa-bisa Dest
Aku terus melajukan mobil tanpa arah dan tujuan, semakin cepat melaju maka semakin jauh aku tersasar di tempat tak dikenal ini.Jalanan yang terjal tak membuatku takut terjatuh sama sekali, yang membuatku takut adalah keselamatan Desti, terlebih ia tak bicara sama sekaliAku tidak tahu apa yang terjadi padanya, apakah tubuhnya ada yang sakit? Atau ... ah tidak mungkin."Hei!"Terdengar teriakan seorang lelaki dari belakang, disusul suara tembakan yang menggemaOh Tuhan kali ini jangan biarkan mereka menang, aku ingin secepatnya tahu apa yang Desti alami, Oh Tuhan bantu aku.Mobil Jeep di belakang mencoba menyalip tetapi tidak pernah berhasil karena aku terus melepaskan tembakan ke arah mobil itu.Namun, sepertinya mereka tak kehabisan akal , mobil Jeep itu menabrak mobilku dari belakang hingga mobilku tak terkendali dan masuk ke sebuah kebun kosong lalu menabrak pohon pisang.Keningku dan kening Desti menghantam dasboard, aku mengerejapkan mata beberapa kali lantaran merasa pusing.Di
Oh Tuhan, terima kasih kau telah memberikan bantuan di saat yang tepat, aku tersenyum menatapnya."Geser, biar aku yang menyetir," ujarnya.Aku pun bergeser ke samping berdempetan dengan Desti, beruntung tubuh kami sama-sama kecil.Dengan terburu-buru Andre memarkirkan mobil lalu menginjak pedal gas dengan kecepatan penuh, kini mobilku sudah pergi jauh meninggalkan orang-orang tadi."Apa kalian tidak apa-apa?""Tidak, lalu bagaimana bisa kamu ada di sini?" tanyaku sambil menatapnya."Apa sih yang tak bisa kulakukan." Ia tersenyum sekilas Yang jelas kamu adalah bantuan dari Tuhan, kadang aku heran dengan takdir ini, entah berapa ribu kali Andre hadir membantuku di saat susah dan juga sulit, terapi takdir tak membiarkan kami hidup bersama.Kadang aku berharap Andre mau berpindah keyakinan lalu kami hidup bersama. Namun, itu hanya sebuah hayalan aku tak berani mengatur hidupnya sampai sejauh itu."Itu mobil yang di belakang kita siapa? Apa mereka lelaki tadi?" tanyaku, rasa panik kini m
Setelah ditelusuri lebih dalam aku menemukan sebuah situs web khusus para pria hidung belang, di sana mereka bisa membahas para organ intim wanita yang pernah mereka cicipi berikut dengan Poto b*gilnya.Yang membuat otakku panas ialah poto Desti juga ada di sana, beberapa pria berkomentar tentang bentuk tubuh anakku, bahkan diantara mereka dengan terang-terangan mengincar tubuh putriku itu."Bagaimana ini, Lira?"Gadis itu langsung meluncur ke restoran begitu mengetahui Poto sy*r Desti tersebar."Apa Poto itu diambil ketika Desti diculik kemarin ya?" tanya Lira."Aku tak mau tahu Poto itu diambil kapan, yang kumau poto-poto anakku terhapus, apa kamu bisa membantuku?"Digulung emosi aku sampai membentak adik sendiri, beruntung Lira tak membalas gertakanku, ia hanya melirikku sekilas lalu kembali fokus pada laptopnya.Sebagai seorang ibu tentu hatiku sakit melihat poto-poto Desti tersebar luas apalagi dengan busana tidak pantas, selama ini aku selalu menjaganya, memastikan jika ia baik-
Aku pun meninggalkannya di luar rumah karena masih banyak yang harus kupersiapkan di dalam.Benar saja rambut Dara belum disisir, sedangkan Dita teriak-teriak mencari seragamnya, dan Desti gadis itu sedang makan sambil melamun, insiden penculikan itu benar-benar telah merenggut keceriaannya."Dara, cepat sisir rambutmu ya, Kak Haikal sudah datang itu.""Ya, Ma, bentar ini balesin chat Amina dulu." Aku geleng-geleng kepala, seperti biasa ponsel telah menyibukkan anak-anakku."Dita! Coba cari seragam olahraganya di keranjang, siapa tahu belum di setrika sama Mbak Ani!" teriakku dengan suara memekik."Duuh Mbak Ani gimana sih, kok seragam aku belum disetrika, mau dipake sekarang, Ma, gimana dong?!" teriak Dita yang menyalahkan asisten rumah tangga kami.Aku terpaksa naik ke lantai atas padahal ingin sekali bicara dengan Desti."Sini Mama setrikain, kamu cepetan keringin dulu itu rambutnya." "Gitu dong dari tadi."Aku berdecak kesal, setiap pagi pasti ada saja yang diributkan, kukira se
"Aku sudah bicara dengan Haikal, dia bersedia jadi supir anak-anakmu, Yul," ujar AndreSedikit tak percaya dengan apa yang diucapkannya, karena kulihat Haikal adalah lelaki gagah dan masih muda, bahkan terakhir kudengar ia memiliki pekerjaan."Masa sih dia mau, Dre, bukankah dia memiliki pekerjaan?" tanyaku."Ya dia mau, karena dia tak hanya mendapatkan gaji darimu tapi dariku juga, lalu dia bisa melanjutkan kuliahnya yang sempat tertunda sambil bekerja," jawab Andre."Memangnya anak itu putus kuliah?""Ya, semenjak keadaan ekonomi kakakku melemah, Haikal memilih berhenti kuliah dan membantu orang tuanya mencari nafkah.""Oh begitu, tapi kamu tak perlu ikut-ikutan menggajinya, Dre, aku sanggup kok memberikan gaji yang besar untuknya."Aku merasa tak enak saja pada Andre, sudah mobil ia yang carikan bahkan ia ikut andil dalam pembelian mobil ini, Andre terlalu banyak membantu kehidupanku, sementara aku tidak bisa melakukan apa-apa untuknya."Ga apa-apa, Yul, itung-itung aku bantu dia s
(POV Susan)"Ya makanya dicoba dulu, dan ingat jika dia ke sini kamu harus memelas dan memohon, juga jangan coba-coba memancing amarahnya."Ia berdecak sambil memalingkan wajah, aku tahu ia paling anti kalah dengan mantan istrinya itu, tapi bagaimana lagi saat ini posisi kami memang lemah, tak memiliki jabatan dan juga uang, sementara Mbak Yuli memiliki segalanya, dengan uangnya itu ia bisa membeli nyawa dan hidup seseorang."Aku pulang dulu, Mas, semoga saja Mbak Yuli mau membebaskanmu."Tak ada kata yang terucap darinya sebelum kepergianku.Di depan rumah bercat abu tua ini aku berdiri, rumah minimalis dua lantai itu sudah banyak mengalami perubahan, Mbak Yuli sudah banyak merenovasi bagian-bagian tertentu hingga terlihat nyaman.Mengesampingkan rasa malu aku mengetuk pintu, semoga saja wanita itu masih ada di rumahnya pagi ini.Pintu rumah terbuka nampaklah Mbak Yuli dengan setelan kerjanya, mata kami sempat bersitatap dalam diam beberapa detik."Susan?"Aku mengukir senyum tipis d
(POV SUSAN)"Apa, Dokter? Perempuan lagi?" Dokter Lia itu tersenyum sambil menganggukkan kepala."Iya, Bu, semuanya normal ya, Ibu harus banyak gerak biar persalinannya lancar nanti."Aku tak percaya setelah beberapa kali melakukan USG ternyata benar bayi yang kukandung berjenis kelamin perempuan lagi.Entah bagaimana reaksi Mas Ferdi nanti jika tahu anak yang ia harapkan laki-laki ternyata lahir perempuan lagi."Mau laki-laki atau perempuan yang penting sehat dan selamat, Bu," ujar Dokter Lia.Ia tak mengerti saja bagaimana keadaan rumah tanggaku, aku sangat takut Mas Ferdi tak tahan lalu pergi meninggalkan kami seperti dulu ia meninggalkan Mbak Yuli.Dulu saat si kembar masih kecil aku tak terlalu risau ditinggalkannya, karena aku merasa bisa mandiri, tetapi sekarang aku bergantung seratus persen padanya setelah mengandung anak ini dan tak lagi bekerja di club malam."Apa kamu bilang?! Perempuan lagi, bener ga itu hasilnya jangan-jangan salah lagi kayak yang udah-udah."Benar saja
(PoV Ferdi) Yuli sudah melapor maka lambat laun aku akan dipanggil polisi, sekarang keadaannya sudah berbeda, aku tak bisa menggunakan uang untuk membebaskan diri dari tuduhan seperti beberapa tahun silam.Aku mengacak rambut, kenapa hidup dengan Susan banyak sekali masalah, bahkan di usia pernikahan yang ketujuh masih juga belum mendapatkan kedamaian.*"Yang datang semalam siapa?" tanya Susan saat merapikan baju di kamar."Anak buah Vincen, mereka menghajarku semalam, mereka juga bilang kalau Vincen mecat aku."Susan menghentikan aktivitasnya, dengan mulut menganga ia menatapku."Kok menghajar kamu bukannya hutangmu sudah lunas? Terus sekarang kita gimana kalau kamu dipecat?"Susan memang mengetahui semua rencanaku pada Desti, dan dia mendukungnya, katanya yang penting hutang kami lunas dan beban kami hilang.Tak mudah untuk melakukan hal itu, aku harus melakukan penyelidikan terlebih dahulu agar mudah menyerahkan Desti pada Vincen."Yuli berhasil membawa kabur Desti sebelum anak i
(POV FERDI)Tengah malam pintu rumahku ada yang mengetuk beberapa kali, Susan terus saja menepuk pundakku menyuruh membuka pintu."Apaan sih ah, kamu aja sana yang buka!" Aku menepis kasar tangannya."Ya ampun, Mas! Aku tuh lagi hamil besar mau istirahat, aku capek ngurusin kedua anak kamu dari pagi, bisa ga sih ngertiin aku!" bentaknya.Sudah tujuh tahun kami membina rumah tangga ini, bukan semakin harmonis malah semakin sering cekcok setiap hari Setiap hari selalu saja ada hal yang membuat kami ribut, entah itu anak-anak, masalah keuangan dan yang lainnya.Sampai saat ini aku masih berharap anak yang ada di rahim Susan itu perempuan, aku melarang Susan bertanya soal jenis kelamin anak itu ketika di USG, aku takut saja jika bayi dalam perutnya itu perempuan lagi."Ya udah iya aku yang buka!" tegasku sambil menyibak selimut.Aku berjalan menghidupkan lampu menuju pintu, saat pintu terbuka nampaklah lima orang lelaki bertubuh tinggi besar, aku tahu dia anak buah Vincen.Vincen adalah
Pemuda bernama Haikal itu bersalaman denganku dan ibu, lalu kami masuk ke dalam.Setelah ganti baju aku menceritakan kejadian sebenarnya pada ibu, termasuk keterlibatan Mas Ferdi dengan penculikan Desti.Jelas saja ibu dan Lira murka mendengar lelaki itu dalang dari masalah ini."Dasar laki berotak batu," ujar Lira."Ini ga bisa dibiarkan, Yul, si Ferdi itu harus dipenjara," ujar ibu."Iya sebaiknya kamu segera melapor ke polisi, Yul," ujar Andre "Baiklah, aku ambil hape dulu ya."Menelpon seorang penyidik yang menangani kasus penculikan Desti, mereka menyuruhku datang ke kantor siang ini dengan Desti untuk memberi keterangan."Gimana? Udah di telpon?" tanya Andre."Sudah, aku sama Desti disuruh ke kantor nantisiang.""Baiklah, aku pulang dulu ya, nanti siang aku kemari lagi nemenin kalian.""Terima kasih ya." Lagi-lagi hanya sebuah senyuman yang kuberikan untuk membalas jasanya.Jika Andre bukan orang kaya sudah pasti aku memberikan sejumlah uang besar padanya, tetapi tentu saja And
"Bagaimana ini?" tanyaku dengan napas terengah-engah menatap Andre "Mana pistolmu, Yul?"Aku langsung memberikan benda itu padanya dan entah apa yang ingin ia lakukan, lalu kaca mobil di sampingnya terbuka setengah, seorang lelaki langsung menodongkan pedang ke leher Andre."Serahkan harta berharga kalian!" tegas laki-laki yang mengenakan penutup kepala tersebut.Perlahan Andre mulai menodongkan pistol ke orang tersebut, dapat kulihat mata lelaki itu membeliak."Jangan halangi jalanku kalau tidak kepalamu akan pecah saat ini juga," ancam Andre.Lalu di belakang mobilku terdengar seorang berteriak lantang."Mundur! Mereka membawa pistol!"Hingga akhirnya segerombolan orang itu kembali mundur dan masuk kembali ke semak-semak, aku bernapas lega ternyata tidak ada pertumpahan darah lagi.Orang-orang itu ketakutan melihat senjata api di tangan Andre dan sepupunya di mobil belakang, jika pun melawan mereka sudah pasti kalah.Mobil kembali melaju membelah jalanan malam tanpa arah tujuan."M