(POV SUSAN)"Apa, Dokter? Perempuan lagi?" Dokter Lia itu tersenyum sambil menganggukkan kepala."Iya, Bu, semuanya normal ya, Ibu harus banyak gerak biar persalinannya lancar nanti."Aku tak percaya setelah beberapa kali melakukan USG ternyata benar bayi yang kukandung berjenis kelamin perempuan lagi.Entah bagaimana reaksi Mas Ferdi nanti jika tahu anak yang ia harapkan laki-laki ternyata lahir perempuan lagi."Mau laki-laki atau perempuan yang penting sehat dan selamat, Bu," ujar Dokter Lia.Ia tak mengerti saja bagaimana keadaan rumah tanggaku, aku sangat takut Mas Ferdi tak tahan lalu pergi meninggalkan kami seperti dulu ia meninggalkan Mbak Yuli.Dulu saat si kembar masih kecil aku tak terlalu risau ditinggalkannya, karena aku merasa bisa mandiri, tetapi sekarang aku bergantung seratus persen padanya setelah mengandung anak ini dan tak lagi bekerja di club malam."Apa kamu bilang?! Perempuan lagi, bener ga itu hasilnya jangan-jangan salah lagi kayak yang udah-udah."Benar saja
(POV Susan)"Ya makanya dicoba dulu, dan ingat jika dia ke sini kamu harus memelas dan memohon, juga jangan coba-coba memancing amarahnya."Ia berdecak sambil memalingkan wajah, aku tahu ia paling anti kalah dengan mantan istrinya itu, tapi bagaimana lagi saat ini posisi kami memang lemah, tak memiliki jabatan dan juga uang, sementara Mbak Yuli memiliki segalanya, dengan uangnya itu ia bisa membeli nyawa dan hidup seseorang."Aku pulang dulu, Mas, semoga saja Mbak Yuli mau membebaskanmu."Tak ada kata yang terucap darinya sebelum kepergianku.Di depan rumah bercat abu tua ini aku berdiri, rumah minimalis dua lantai itu sudah banyak mengalami perubahan, Mbak Yuli sudah banyak merenovasi bagian-bagian tertentu hingga terlihat nyaman.Mengesampingkan rasa malu aku mengetuk pintu, semoga saja wanita itu masih ada di rumahnya pagi ini.Pintu rumah terbuka nampaklah Mbak Yuli dengan setelan kerjanya, mata kami sempat bersitatap dalam diam beberapa detik."Susan?"Aku mengukir senyum tipis d
"Aku sudah bicara dengan Haikal, dia bersedia jadi supir anak-anakmu, Yul," ujar AndreSedikit tak percaya dengan apa yang diucapkannya, karena kulihat Haikal adalah lelaki gagah dan masih muda, bahkan terakhir kudengar ia memiliki pekerjaan."Masa sih dia mau, Dre, bukankah dia memiliki pekerjaan?" tanyaku."Ya dia mau, karena dia tak hanya mendapatkan gaji darimu tapi dariku juga, lalu dia bisa melanjutkan kuliahnya yang sempat tertunda sambil bekerja," jawab Andre."Memangnya anak itu putus kuliah?""Ya, semenjak keadaan ekonomi kakakku melemah, Haikal memilih berhenti kuliah dan membantu orang tuanya mencari nafkah.""Oh begitu, tapi kamu tak perlu ikut-ikutan menggajinya, Dre, aku sanggup kok memberikan gaji yang besar untuknya."Aku merasa tak enak saja pada Andre, sudah mobil ia yang carikan bahkan ia ikut andil dalam pembelian mobil ini, Andre terlalu banyak membantu kehidupanku, sementara aku tidak bisa melakukan apa-apa untuknya."Ga apa-apa, Yul, itung-itung aku bantu dia s
Aku pun meninggalkannya di luar rumah karena masih banyak yang harus kupersiapkan di dalam.Benar saja rambut Dara belum disisir, sedangkan Dita teriak-teriak mencari seragamnya, dan Desti gadis itu sedang makan sambil melamun, insiden penculikan itu benar-benar telah merenggut keceriaannya."Dara, cepat sisir rambutmu ya, Kak Haikal sudah datang itu.""Ya, Ma, bentar ini balesin chat Amina dulu." Aku geleng-geleng kepala, seperti biasa ponsel telah menyibukkan anak-anakku."Dita! Coba cari seragam olahraganya di keranjang, siapa tahu belum di setrika sama Mbak Ani!" teriakku dengan suara memekik."Duuh Mbak Ani gimana sih, kok seragam aku belum disetrika, mau dipake sekarang, Ma, gimana dong?!" teriak Dita yang menyalahkan asisten rumah tangga kami.Aku terpaksa naik ke lantai atas padahal ingin sekali bicara dengan Desti."Sini Mama setrikain, kamu cepetan keringin dulu itu rambutnya." "Gitu dong dari tadi."Aku berdecak kesal, setiap pagi pasti ada saja yang diributkan, kukira se
Setelah ditelusuri lebih dalam aku menemukan sebuah situs web khusus para pria hidung belang, di sana mereka bisa membahas para organ intim wanita yang pernah mereka cicipi berikut dengan Poto b*gilnya.Yang membuat otakku panas ialah poto Desti juga ada di sana, beberapa pria berkomentar tentang bentuk tubuh anakku, bahkan diantara mereka dengan terang-terangan mengincar tubuh putriku itu."Bagaimana ini, Lira?"Gadis itu langsung meluncur ke restoran begitu mengetahui Poto sy*r Desti tersebar."Apa Poto itu diambil ketika Desti diculik kemarin ya?" tanya Lira."Aku tak mau tahu Poto itu diambil kapan, yang kumau poto-poto anakku terhapus, apa kamu bisa membantuku?"Digulung emosi aku sampai membentak adik sendiri, beruntung Lira tak membalas gertakanku, ia hanya melirikku sekilas lalu kembali fokus pada laptopnya.Sebagai seorang ibu tentu hatiku sakit melihat poto-poto Desti tersebar luas apalagi dengan busana tidak pantas, selama ini aku selalu menjaganya, memastikan jika ia baik-
"Seminggu yang lalu aku udah nikah siri sama Susan, aku harap kalian bisa akur ya tinggal di sini."Rahangku mengeras menatap wanita yang memakai dress ungu selutut itu, wajahnya memang tak asing lagi, dia penyanyi dangdut yang berasal dari kampung sebrang.Wanita itu tersenyum tapi aku hanya menatap datar wajah bulatnya, ingin sekali aku menjamb*k rambutnya, lalu menyeret wanita itu ke jalanan karena sudah berani menghancurkan hati ini hingga berkeping-keping."Kenapa harus di rumah ini, Mas? Kamu 'kan bisa bawa dia ke tempat lain, ngontrak kek atau beli rumah baru." Kutatap wajah Mas Ferdi setajam elang Lelaki yang sudah menikahiku sepuluh tahun lamanya itu sangat berambisi ingin memiliki anak laki-laki, apalah daya ketiga anak kami semuanya perempuan, dan yang lebih buruk aku tak bisa mengandung lagi.Lelaki itu sangat mengharapkan hadirnya bayi laki-laki dari rahim perempuan ini, tapi aku takkan membiarkan hal itu terjadi."Duh buang-buang duit aja, rumah ini besar punya enam kam
Aku melajukan motor dengan kecepatan sedang, karena jika ngebut aku takut anak-anak dalam bahaya dan kami mati konyol bersama, lalu Mas Ferdi dan Susan akan hidup bahagia, oh tidak.Meski sekuat tenaga kutahan tapi tetap saja cairan dari mata dan hidung berdesakan keluar, dan membuat konsentrasi mengemudikan motor ini sedikit buyar."Mama sedih ya Ayah nikah lagi," ucap Desti anak sulungku yang berumur sembilan tahun.Saat ia turun dari motor matanya langsung menatapku dengan iba dan bisa jadi ia juga menyadari tangisanku saat mengemudi motor tadi, anak sulungku sudah besar dan ia cukup mengerti seperti apa isi hati ibunya.Kuukir sebuah senyuman menandakan jika aku baik-baik saja, meski dalam hati aku ragu jika senyuman ini tak dapat menghalau kekhawatiran anakku."Mama ga apa-apa, Kak, sana masuk dan jangan jajan sembarangan ya."Putriku itu menundukkan wajah beberapa saat lalu menatapku lagi, dapat kulihat di matanya yang jernih ada buliran-buliran bening."Ayah sudah jahat ya sam
Banyak gaya! Dulu saja ketika awal pernikahanku, Mas Ferdi tak pernah mengajak bulan madu, malah mengajakku ngontrak rumah petakan.Sekarang setelah ia sukses dan banyak uang bukan malah memanjakanku yang selama ini mendukung dan mendampinginya, malah membahagiakan wanita lain yang baru dikenalnya.Miris memang."Oh kalian berencana bulan madu ya? Tapi gimana lagi uangnya sudah habis aku depositokan ke rumah sakit ini untuk biaya perawatan Mas Ferdi, ya ... dari pada hutang sana sini mending uangnya dipakai dulu kali ya." Aku tersenyum kecut."Oh ya, Mas, sepertinya aku harus pulang karena sebentar lagi Desti pulang sekolah, Dita dan Dara juga kutitipkan pada ibu."Raut wajah Susan menjadi masam, bukankah aku terlalu baik membiarkannya untuk selalu bersama Mas Ferdi.Dasar tak tahu terima kasih.Sementara Mas Ferdi hanya menatap gerak-gerikku, entah seperti apa kondisinya kini yang jelas sejak tadi ia tidak mengeluarkan suara."Tapi, Mbak, aku belum mandi dari pagi, boleh Mbak di sini
Setelah ditelusuri lebih dalam aku menemukan sebuah situs web khusus para pria hidung belang, di sana mereka bisa membahas para organ intim wanita yang pernah mereka cicipi berikut dengan Poto b*gilnya.Yang membuat otakku panas ialah poto Desti juga ada di sana, beberapa pria berkomentar tentang bentuk tubuh anakku, bahkan diantara mereka dengan terang-terangan mengincar tubuh putriku itu."Bagaimana ini, Lira?"Gadis itu langsung meluncur ke restoran begitu mengetahui Poto sy*r Desti tersebar."Apa Poto itu diambil ketika Desti diculik kemarin ya?" tanya Lira."Aku tak mau tahu Poto itu diambil kapan, yang kumau poto-poto anakku terhapus, apa kamu bisa membantuku?"Digulung emosi aku sampai membentak adik sendiri, beruntung Lira tak membalas gertakanku, ia hanya melirikku sekilas lalu kembali fokus pada laptopnya.Sebagai seorang ibu tentu hatiku sakit melihat poto-poto Desti tersebar luas apalagi dengan busana tidak pantas, selama ini aku selalu menjaganya, memastikan jika ia baik-
Aku pun meninggalkannya di luar rumah karena masih banyak yang harus kupersiapkan di dalam.Benar saja rambut Dara belum disisir, sedangkan Dita teriak-teriak mencari seragamnya, dan Desti gadis itu sedang makan sambil melamun, insiden penculikan itu benar-benar telah merenggut keceriaannya."Dara, cepat sisir rambutmu ya, Kak Haikal sudah datang itu.""Ya, Ma, bentar ini balesin chat Amina dulu." Aku geleng-geleng kepala, seperti biasa ponsel telah menyibukkan anak-anakku."Dita! Coba cari seragam olahraganya di keranjang, siapa tahu belum di setrika sama Mbak Ani!" teriakku dengan suara memekik."Duuh Mbak Ani gimana sih, kok seragam aku belum disetrika, mau dipake sekarang, Ma, gimana dong?!" teriak Dita yang menyalahkan asisten rumah tangga kami.Aku terpaksa naik ke lantai atas padahal ingin sekali bicara dengan Desti."Sini Mama setrikain, kamu cepetan keringin dulu itu rambutnya." "Gitu dong dari tadi."Aku berdecak kesal, setiap pagi pasti ada saja yang diributkan, kukira se
"Aku sudah bicara dengan Haikal, dia bersedia jadi supir anak-anakmu, Yul," ujar AndreSedikit tak percaya dengan apa yang diucapkannya, karena kulihat Haikal adalah lelaki gagah dan masih muda, bahkan terakhir kudengar ia memiliki pekerjaan."Masa sih dia mau, Dre, bukankah dia memiliki pekerjaan?" tanyaku."Ya dia mau, karena dia tak hanya mendapatkan gaji darimu tapi dariku juga, lalu dia bisa melanjutkan kuliahnya yang sempat tertunda sambil bekerja," jawab Andre."Memangnya anak itu putus kuliah?""Ya, semenjak keadaan ekonomi kakakku melemah, Haikal memilih berhenti kuliah dan membantu orang tuanya mencari nafkah.""Oh begitu, tapi kamu tak perlu ikut-ikutan menggajinya, Dre, aku sanggup kok memberikan gaji yang besar untuknya."Aku merasa tak enak saja pada Andre, sudah mobil ia yang carikan bahkan ia ikut andil dalam pembelian mobil ini, Andre terlalu banyak membantu kehidupanku, sementara aku tidak bisa melakukan apa-apa untuknya."Ga apa-apa, Yul, itung-itung aku bantu dia s
(POV Susan)"Ya makanya dicoba dulu, dan ingat jika dia ke sini kamu harus memelas dan memohon, juga jangan coba-coba memancing amarahnya."Ia berdecak sambil memalingkan wajah, aku tahu ia paling anti kalah dengan mantan istrinya itu, tapi bagaimana lagi saat ini posisi kami memang lemah, tak memiliki jabatan dan juga uang, sementara Mbak Yuli memiliki segalanya, dengan uangnya itu ia bisa membeli nyawa dan hidup seseorang."Aku pulang dulu, Mas, semoga saja Mbak Yuli mau membebaskanmu."Tak ada kata yang terucap darinya sebelum kepergianku.Di depan rumah bercat abu tua ini aku berdiri, rumah minimalis dua lantai itu sudah banyak mengalami perubahan, Mbak Yuli sudah banyak merenovasi bagian-bagian tertentu hingga terlihat nyaman.Mengesampingkan rasa malu aku mengetuk pintu, semoga saja wanita itu masih ada di rumahnya pagi ini.Pintu rumah terbuka nampaklah Mbak Yuli dengan setelan kerjanya, mata kami sempat bersitatap dalam diam beberapa detik."Susan?"Aku mengukir senyum tipis d
(POV SUSAN)"Apa, Dokter? Perempuan lagi?" Dokter Lia itu tersenyum sambil menganggukkan kepala."Iya, Bu, semuanya normal ya, Ibu harus banyak gerak biar persalinannya lancar nanti."Aku tak percaya setelah beberapa kali melakukan USG ternyata benar bayi yang kukandung berjenis kelamin perempuan lagi.Entah bagaimana reaksi Mas Ferdi nanti jika tahu anak yang ia harapkan laki-laki ternyata lahir perempuan lagi."Mau laki-laki atau perempuan yang penting sehat dan selamat, Bu," ujar Dokter Lia.Ia tak mengerti saja bagaimana keadaan rumah tanggaku, aku sangat takut Mas Ferdi tak tahan lalu pergi meninggalkan kami seperti dulu ia meninggalkan Mbak Yuli.Dulu saat si kembar masih kecil aku tak terlalu risau ditinggalkannya, karena aku merasa bisa mandiri, tetapi sekarang aku bergantung seratus persen padanya setelah mengandung anak ini dan tak lagi bekerja di club malam."Apa kamu bilang?! Perempuan lagi, bener ga itu hasilnya jangan-jangan salah lagi kayak yang udah-udah."Benar saja
(PoV Ferdi) Yuli sudah melapor maka lambat laun aku akan dipanggil polisi, sekarang keadaannya sudah berbeda, aku tak bisa menggunakan uang untuk membebaskan diri dari tuduhan seperti beberapa tahun silam.Aku mengacak rambut, kenapa hidup dengan Susan banyak sekali masalah, bahkan di usia pernikahan yang ketujuh masih juga belum mendapatkan kedamaian.*"Yang datang semalam siapa?" tanya Susan saat merapikan baju di kamar."Anak buah Vincen, mereka menghajarku semalam, mereka juga bilang kalau Vincen mecat aku."Susan menghentikan aktivitasnya, dengan mulut menganga ia menatapku."Kok menghajar kamu bukannya hutangmu sudah lunas? Terus sekarang kita gimana kalau kamu dipecat?"Susan memang mengetahui semua rencanaku pada Desti, dan dia mendukungnya, katanya yang penting hutang kami lunas dan beban kami hilang.Tak mudah untuk melakukan hal itu, aku harus melakukan penyelidikan terlebih dahulu agar mudah menyerahkan Desti pada Vincen."Yuli berhasil membawa kabur Desti sebelum anak i
(POV FERDI)Tengah malam pintu rumahku ada yang mengetuk beberapa kali, Susan terus saja menepuk pundakku menyuruh membuka pintu."Apaan sih ah, kamu aja sana yang buka!" Aku menepis kasar tangannya."Ya ampun, Mas! Aku tuh lagi hamil besar mau istirahat, aku capek ngurusin kedua anak kamu dari pagi, bisa ga sih ngertiin aku!" bentaknya.Sudah tujuh tahun kami membina rumah tangga ini, bukan semakin harmonis malah semakin sering cekcok setiap hari Setiap hari selalu saja ada hal yang membuat kami ribut, entah itu anak-anak, masalah keuangan dan yang lainnya.Sampai saat ini aku masih berharap anak yang ada di rahim Susan itu perempuan, aku melarang Susan bertanya soal jenis kelamin anak itu ketika di USG, aku takut saja jika bayi dalam perutnya itu perempuan lagi."Ya udah iya aku yang buka!" tegasku sambil menyibak selimut.Aku berjalan menghidupkan lampu menuju pintu, saat pintu terbuka nampaklah lima orang lelaki bertubuh tinggi besar, aku tahu dia anak buah Vincen.Vincen adalah
Pemuda bernama Haikal itu bersalaman denganku dan ibu, lalu kami masuk ke dalam.Setelah ganti baju aku menceritakan kejadian sebenarnya pada ibu, termasuk keterlibatan Mas Ferdi dengan penculikan Desti.Jelas saja ibu dan Lira murka mendengar lelaki itu dalang dari masalah ini."Dasar laki berotak batu," ujar Lira."Ini ga bisa dibiarkan, Yul, si Ferdi itu harus dipenjara," ujar ibu."Iya sebaiknya kamu segera melapor ke polisi, Yul," ujar Andre "Baiklah, aku ambil hape dulu ya."Menelpon seorang penyidik yang menangani kasus penculikan Desti, mereka menyuruhku datang ke kantor siang ini dengan Desti untuk memberi keterangan."Gimana? Udah di telpon?" tanya Andre."Sudah, aku sama Desti disuruh ke kantor nantisiang.""Baiklah, aku pulang dulu ya, nanti siang aku kemari lagi nemenin kalian.""Terima kasih ya." Lagi-lagi hanya sebuah senyuman yang kuberikan untuk membalas jasanya.Jika Andre bukan orang kaya sudah pasti aku memberikan sejumlah uang besar padanya, tetapi tentu saja And
"Bagaimana ini?" tanyaku dengan napas terengah-engah menatap Andre "Mana pistolmu, Yul?"Aku langsung memberikan benda itu padanya dan entah apa yang ingin ia lakukan, lalu kaca mobil di sampingnya terbuka setengah, seorang lelaki langsung menodongkan pedang ke leher Andre."Serahkan harta berharga kalian!" tegas laki-laki yang mengenakan penutup kepala tersebut.Perlahan Andre mulai menodongkan pistol ke orang tersebut, dapat kulihat mata lelaki itu membeliak."Jangan halangi jalanku kalau tidak kepalamu akan pecah saat ini juga," ancam Andre.Lalu di belakang mobilku terdengar seorang berteriak lantang."Mundur! Mereka membawa pistol!"Hingga akhirnya segerombolan orang itu kembali mundur dan masuk kembali ke semak-semak, aku bernapas lega ternyata tidak ada pertumpahan darah lagi.Orang-orang itu ketakutan melihat senjata api di tangan Andre dan sepupunya di mobil belakang, jika pun melawan mereka sudah pasti kalah.Mobil kembali melaju membelah jalanan malam tanpa arah tujuan."M