Semua Bab 7 TAHUN SETELAH MENJANDA: Bab 71 - Bab 80

204 Bab

Bab 33A

"Tidak, Han. Kamu jangan salah paham denganku. Namamu akan aku ikutsertakan ke dalamnya. Kalian berdua akan ada dalam daftar kartu keluargaku. Orangku bisa mengaturnya dengan syarat status istri untukmu."Pria itu pun ikut berdiri. Ia tak mau wanitanya selalu bersikap ekstrem kala membahas tentang masalah mereka. Hana hanya salah paham dan ia ingin meluruskannya.Disini Hana merasa ada yang aneh. Meski ia sudah menyetujui keputusan dari pengacara tempo lalu, tetapi hatinya menampik, belum seutuhnya ikhlas jika Mahendra mengambil alih tanggung jawab terhadap Kai. Padahal sebenarnya, yang dilakukan Mahendra hanya ingin meringankan bebannya.Namun kali ini, Hana sedang memperjuangkan harga dirinya. Ia tak mau Mahendra seenak jidat mengambil apa yang sudah dipertahankan hingga membuatnya frustasi dan depresi, waktu itu.Dulu, dia merasa tubuh dan jiwa sakit sesakit-sakitnya. Tidak ada tempatnya mengadu. Hanya pada Tuhan, dia bersujud dan bersimpuh unt
Baca selengkapnya

Bab 33B

Geram masih bergelayut di dada kalau Mahendra membahas hal itu. Bara api kemarahan muncul lagi di hati. Dia terlalu khawatir pria itu akan merebut Kai darinya. Ia tak bodoh. Ok, kalau niat awalnya Mahendra hanya memasukkan nama Kai ke kartu keluarganya. Terus, apa yang akan terjadi selanjutnya? Kai akan jadi miliknya seuntuhnya di mata negara, bukan? Nalar, dong. "Hei, kamu kenapa? Ayolah, Hana. Kenyataannya seperti itu, dia anakku, darah dagingku. Sekuat apapun kamu tidak menganggap aku, hasil DNA sudah membuktikan kalau Kai anakku." Dia menahan tubuh, belum mau keluar dari ruang inap. Sementara Hana tidak mau Kai mendengar semua pembicaraan orang dewasa tersebut. Mereka terhenti di depan pintu, tetapi masih di dalam ruangan."Sekarang kamu berani bilang seperti itu? Bagaimana perasaanmu saat dulu kamu menyuruhku membuangnya?" Menggeleng lalu suara dibuat sepelan mungkin, ia belum siap bocah itu mendengarnya. Ia khawatir Kai kena mental nanti
Baca selengkapnya

Bab 34A

"Lama aku curiga dan kini aku tahu mengapa gelagat kalian sangat aneh saat itu."Ingatan pada pertemuan tak sengaja antara Elena dan Hana di salah satu mall pun mencuat kembali. Waktu itu memang Elena maupun Arsernio sempat disengat kecurigaan lantaran Mahendra ngotot ingin mengantar Hana dan Kai pulang tetapi mendapat penolakan.Awal sang dokter gigi menganggap ketidaknyamanan Hana karena tidak saling mengenal hingga timbul rasa sungkan Hana terhadap niat baik Mahendra. Namun, setelah tak sengaja mendengar percakapan lima menit yang lalu, ia baru tahu semuanya."Tapi hubungan kita sudah lama berakhir."Hana memberanikan diri untuk mengatakan hal itu meski ada sesuatu yang sakit di dada. Entahlah, ia sendiri tak tahu bagaimana mendeskripsikan perasaannya. Satu sisi, ia muak melihat kehadiran pria itu. Sisi lain, ia ingin Kai menuntaskan keinginannya bertemu dengan sang ayah. Anak itu sangat antusias dan hati Hana terharu melihat pemandangan langka
Baca selengkapnya

Bab 34B

Harusnya Hana lega karena ia bisa terlepas dari jeratan Mahendra dengan perjodohan kedua orangtua mereka. Bukankah itu yang diharapkan? Melupakan segala masa lalu dan pria itu harus pergi dari hidupnya. Namun, mengapa deretan kalimat Elena saat di pintu, mendesak membuatnya seolah ia harus mempertahankan cinta lamanya.Apa dia masih sisa rasa cinta untuk pria masa lalunya? Bukankah rasa sakit sudah mengajarnya untuk membenci pria itu? Mengapa kini ia meragu lagi? Apa ini yang namanya cinta itu buta? Cinta itu bodoh? Cinta itu menyesatkan? Argh, Hana menyandarkan punggung ke sofa. Ia butuh dinding untuk dijadikan sandaran hidupnya. Ia butuh seseorang yang bisa memapah berjalan bersama mengarungi dunianya. Namun siapa? Dia belum memilih."Han, kamu sudah makan?"Suara itu mengangetkannya. Dengan cepat, ia membuka mata dan menoleh suara familiar yang menyejukkan hati."Ibu." Dia membenarkan posisi duduk dan bergeser kala ibu mendekati dan h
Baca selengkapnya

Bab 34C

Sama halnya dengan Jonathan, pria itu terlihat masa bodoh dan tidak menanggapi atau menyapa teman kecilnya. Bahkan untuk membalas senyuman Hana pun, ia enggan, hanya memandang sekilas dengan tatapan yang tak punya arti apa-apa. Menurutnya, peristiwa dua puluh tahun sudah terlalu lama, siapa juga yang mampu mengingatnya?Setelahnya, para wanita senja terlibat percakapan hal yang biasa, sedangkan Hana memilih menjauhi dan duduk di samping Kai yang masih tertidur. Efek obat yang membuat bocah kurus itu mengantuk. Mungkin memang sengaja, agar dia bisa istirahat penuh.Dari kejauhan, Hana lebih leluasa memindai mereka yang duduk di seberang sana. Pria itu duduk dengan menopang kaki kiri ke kaki kanan, kembali fokus dengan benda pipih. Sesekali menyahuti jika Bu Delia meminta pendapatnya. Wajah dan sikapnya diselimuti es kutub utara. Dingin.Sementara beberapa kali Hana kepergok wanita yang disebut Jeng Mer itu menyapu seisi ruang inap. Mungkin terbesit di pikir
Baca selengkapnya

Bab 35A

"Jadi ini cucumu, Jeng?"Pertanyaan yang sudah diketahui jawaban meski ibu tidak menyahut. Beliau hanya tersenyum menanggapinya."Dari hari kapan itu, Nenek tidak melihat kamu di sekolah. Kata pihak sekolah, kamu sakit, Sayang. Maaf, Nenek tidak menjengukmu karena pihak sekolah tidak tahu kamu dirawat di mana. Aneh sekali sekolah itu."Ada wajah kejengkelan terbit di wajah mulus Bu Merry, hanya sedikit keriput walau umurnya sudah memasuki kepala lima."Maaf, Bu. Saya yang belum memberitahukan pihak sekolah di mana Kai dirawat. Bukan salah sekolahnya."Hana memberi senyum canggung. Rasa tak enak hati ketika mengetahui ada orang mengecap buruk sekolah karena kesalahannya sendiri."Ma, ini nenek baik yang sering Kai ceritakan." Kai menunjuk wanita berambut pendek berkalung mutiara. Hana memberi senyuman hormat dengan sedikit menunduk untuk kesekian kali. Ia terkesima sesaat dan merasa beruntung bisa ketemu langsung dengan
Baca selengkapnya

Bab 35B

Merasa diinterogasi, Hana pun akhirnya menoleh. Ia tak suka ada yang bertanya soal dengan siapa dia berteman. Apalagi orang itu Mahendra. Ada urusan apa dia ingin mengetahui semua temannya? Suami bukan, saudara bukan, pacar juga bukan, dia hanya mantan sekarang. Terlebih sekarang, pria itu adalah orang yang paling menyebalkan di matanya."Bukan urusan kamu, Dra."Dia pun melanjutkan langkah ketika pintu lift di depannya terbuka. Di sore itu, pengunjung rumah sakit termasuk sepi, jadi yang antri di depan lift hanya Hanami dan Mahendra saja. Melihat Hana masuk, Mahendra pun mengikutinya."Hei, kamu itu ibu dari putraku. Tentu saja, semua tentangmu adalah urusanku. Jadi aku berhak tahu dengan siapa kamu ....""Stop, Dra. Harus berapa kali aku bilang, jangan mengusik hidupku. Aku mau hidup tenang. Dan lagian hubungan kita sudah lama usai. Jadi kita tidak ada hubungan apa-apa lagi. Kamu jangan memaksa aku untuk bersikap atau berucap kasar kepadamu. Kesabaranku ada ba
Baca selengkapnya

Bab 36A

"Sepertinya kemarin aku nggak lihat barang ini ada di sini. Baru tadi pagi dan aku belum sempat memperhatikan karena Pak Hendra sudah panggil aku masuk ke ruangannya."Jawaban Irma tidak membuat Hana bernapas lega. Sebenarnya di dalam benak, ia sudah bisa menebak siapa pengirim bunga tersebut. Lantaran hanya ada satu orang yang mengetahui bunga kesukaannya dan dulu ia sering mendapatkan kejutan ini dari orang tersebut.Sementara Mahendra dari dalam ruangan, senyum sendiri melihat semua tingkah dan mimik wajah Hana yang gemas. Dari menoleh ke kanan ke kiri, mencari pengirim hadiah sampai caranya mencium bunga tersebut. Tak lama, terdengar deringan telepon di meja Hana dari extension ruang direktur."Temui aku di ruanganku sekarang!" Sebuah perintah tanpa sapaan pun terdengar ketika Hana menempel ganggang telepon di telinga. Wanita itu menarik napas panjang setelah meletakkan kembali ganggang telepon tersebut."Pak Hendra, ya?" tanya Irma diangguki Hana.
Baca selengkapnya

Bab 36B

Mata Aldo berpaling pada Mahendra yang langsung memberi kode kepadanya. Isyarat agar sang GM tidak melanjutkannya. Pria itu tidak mau Hana tahu tentang masalah yang sedang dihadapi perusahaan.Hana bisa mencerna arti kode tersebut dan akhirnya ia memilih pamit. Dalam hati, ia berterimakasih atas kehadiran Aldo di sana. Dengan begitu, ia bisa menghindari si atasan narsis dan itu sangat mengganggu hari-harinya di kantor."Kamu berhasil menggunakan kekuasaanmu untuk mendapatkan apa yang kamu mau, Bro," ucap Aldo saat Hana sudah menghilang dari pandangan. "Bukan hanya menggunakan kekuasaan, tapi aku sudah menjatuhkan harga diri dan egoku untuk bisa sampai di sini." Menggeleng, Mahendra menyadari ternyata harga dirinya sudah berhasil diobral murah wanita masa lalunya. Ia tak menyangka kerja kerasnya sudah sampai tahap di mana Hana mau bertatap wajah kembali dan berbicara walau masih ketus. Setidaknya, sekarang ia masih berusaha untuk mencuri kembali cinta Hana
Baca selengkapnya

Bab 36C

"Iya, Kai belum boleh keluar dulu. Dia masih dalam tahap pemulihan. Guru privat yang aku sewa, apakah dia masih mengajar?""Masih, hanya saja Kai mengeluh bosan di rumah terus. Sudah hampir sebulan dia tidak sekolah dan bertemu temannya." Sudah tidak ada jarak penghalang, Hana menoleh dan tak sengaja mencurahkan keluh kesah. Kai sungguh merepotkan jika sudah merajuk. Helaan napas kecil terdengar samar-samar dan Mahendra bisa melihat guratan kelelahan di wajahnya. Apa Hana kurang tidur atau terlalu banyak pikiran? "Gampang bosannya dia, warisan sifat dari kamu. Dan sikap kegigihannya, warisan dari aku. Tampaknya Tuhan sangat adil memberikan warisan itu untuk anak kita," ujar Mahendra dengan kedipan mata yang membuat Hana memalingkan wajah ke kotak makanan.Tidak lagi menyahuti, dalam hati Hana membenarkan sifat yang dimiliki Kai memang menyamai sifat ayah kandungnya. Kegigihan dan ambisinya.Sementara hati pria itu tersenyum kembali kala memandang Hana maka
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
678910
...
21
DMCA.com Protection Status