Home / Pernikahan / Istri Yang Kau Ceraikan / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Istri Yang Kau Ceraikan: Chapter 1 - Chapter 10

56 Chapters

1. Keinginan Untuk Rujuk

Pagi ini Mas Radit kembali mengunjungiku. Sudah enam tahun semenjak dia menjatuhkan talak dan aku memilih kembali menempati rumah ibu, lelaki itu kerap datang menjenguk.Tak bisa kututupi, gelenyar aneh yang membarengi jiwa, tatkala mendapati ia menuruni mobil dan berbicara pada bibik di depan pintu. meski aku tidak pernah menemuinya, tapi jujur cintaku pada mantan suamiku itu masih sama seperti dulu. Dimana saat itu, hanya ada aku ratu di istananya.Aku terus menelisik langkahnya yang semakin mendekati rumah. Saat kaki jenjang lelaki itu sudah melewati pagar, istri muda yang harusnya menanti di dalam mobil terlihat membuka pintu bagian belakang.Wanita yang seharusnya menjadi adik maduku itu terlihat menuruni mobil, membusungkan dada seolah memberi kabar padaku bahwa perutnya sudah kembali terisi oleh benih yang ditanamkan Mas Radit. Hal yang tidak bisa aku berikan, di pernikahan kami yang bahkan sudah menginjak usia enam tahun, kala itu.*Sesuatu membuat anganku kembali terlempar k
Read more

2. Semalam Saja

"Terimalah kembali diri yang penuh dosa ini, Dek. Enam tahun Mas menunggu. Ditiap malam, Mas selalu bertanya kabarmu pada angin, mereka diam membisu, seakan begitu membenci ketololan diri yang sudah melepasmu demi wanita lain. Hati ini masih milikmu, Dek. Tidak ada yang berubah."Aku tercenung sesaat mendengar kalimat penyesalan yang keluar dari mulutnya. Andai dulu ia tidak termakan fitnah yang dibuat oleh ibunya sendiri, tentu aku dan Akbar tak pernah tahu bagaimana sakitnya ditinggalkan. Tak akan pernah merasa hina dengan tuduhan berzina, sedang jelas anak dalam kandunganku ini adalah darah dagingnya.Andai Mas, andai saja kamu bisa terus berpegang pada janjimu, bahwa jangan pernah goyah, apapun hasutan yang dibuat oleh ibu dan calon istrimu, tentu kami tak akan pernah merasa kesepian disetiap malam, merasa takut setiap kali petir terdengar membelah langit. Tentu kami tidak harus pindah dari satu tempat ke tempat lain, demi menghindari amukan warga yang menganggapku wanita kotor.
Read more

3. Fitnah Terkeji

"Coba Mama lihat Sayang, mana jam oleh-oleh dari Ayah?"Kucoba kembali membuka percakapan seusai makan siang. Sebab entah kenapa aku mulai mencemburui Mas Radit perihal jam yang kini melekat di jemari Akbar. Ia begitu menyukainya, bahkan lupa jika akupun memberinya hadiah lain.Akbar bangkit dan menunjukkan jam di tangannya padaku."Wah, bagus. Kamu senang dapat hadiah ini dari Ayah?"Akbar mengangguk girang. Setelah itu ia berusaha menarik lenganku menuju kamarnya."Ma, kamar Akbar kurang bagus deh. Kayaknya harus dibikin lebih menarik."Dia melepas tanganku dan naik ke atas ranjang. Menarik sprei, menghentak-hentakkan bantal hingga sarungnya terlepas. Lalu menggulung semua kain tersebut dan memberi padaku."Akbar mau yang warna lebih lelaki, Ma. Warna biru dengan motif bola."Aku mendelik, bukankah sprei ini baru kemarin dipakai."Kok ganti lagi, Sayang? 'Kan kasihan Bik Ina capek nyuci sebentar-bentar. Padahal sprei ini baru kemarin diganti?"Akbar mengulum senyum."Ini semua udah
Read more

4. Pembalasan Yang Tak Seberapa

Sudah jam lima sore, Akbar masih menanti kedatangan Mas Radit di depan teras. Sudah hampir satu jam dia tidak beranjak. Rasanya kasihan juga jika sampai Mas Radit membatalkan kedatangannya malam ini."Nunggunya di dalam aja Nak, sambil nonton televisi," tawarku melihat dia mulai jenuh."Nggak Ma, Akbar mau nunggu di sini. Di dalam Akbar kayak ngerasa kepanasan gitu, Ma."Tersenyum aku mendengar alasan yang keluar dari mulutnya. Meski tanpa dampingan Mas Radit, namun dia sepenuhnya menuruni kecerdikan sang ayah. Ah, andai Mas Radit ikut mengasuhnya bersamaku, pasti ia tumbuh menjadi sosok yang lebih luar biasa dari sekarang.Astaghfirullah, aku mengelus dada akan andai-andai yang tidak berdalil ini. Lalu memilih duduk di sofa ruang tamu. Entah kenapa hati inipun diam-diam menanti kedatangannya.*Tepat pukul enam, saat azan magrib hampir mengumandang. Terdengar deru mobil berhenti di depan pagar. Aku mengangkat tubuh dari kegiatan mengisi laporan ruangan, sambil menyibak sedikit gorden
Read more

5. Lelaki Tak Berhati

"Jangan pergi, Dek. Jangan siksa Mas lagi," ucapnya dengan mulai membuka mata. Jadi daritadi, dia berpura-pura tidur?Kubuang napas sambil memendam kekesalan. Harus kuakui hati ini seolah tercerabut paksa mendengar permintaan yang kembali keluar dari mulut Mas Radit. Aku jadi tak mengerti, atau jangan-jangan dia amnesia hingga lupa bahwa yang memilih berpisah adalah dia, bukan diriku!Jika banyak wanita akan mengamuk untuk meluapkan kekesalan hatinya, tapi tidak denganku. Dari dulu tabiat ini memang tidak berubah. Kukumpulkan kekuatan untuk hanya mengeluarkan suara."Mas sudah terlalu banyak berbicara semenjak kemarin. Saya minta Mas jangan sampai salah paham perihal keijinan untuk menginap di rumah ini. Semua saya lakukan demi Akbar."Ucapanku pelan namun tegas. Dia tergerak, seperti hendak berbicara."Tolong beri Mas kesempatan untuk menjelaskan semuanya, Dek.""Tidak ada yang perlu dijelaskan lagi, Mas. Talak yang Mas ucapkan enam tahun yang lalu sudah menjelaskan semuanya. Saya ha
Read more

6. Kejujuran Almarhum Ibu Mertua

POV Bik InaPagi ini saya ditugaskan Mbak Alya mengawasi mantan suaminya. Sebenarnya saya tidak menyukai pekerjaan ini, tapi demi beliau yang teramat saya sayangi, saya bersedia melakukannya.Sudah lima tahun saya bekerja di rumah majikan saya ini, tepat setelah beliau melahirkan anak pertamanya bernama Akbar. Saat itu beliau tinggal di rumah eyangnya di Kota Malang. Yang saya tahu, beliau baru ditalak oleh suami dan diusir oleh ibu mertuanya.Seharusnya pula, beliau tinggal bersama ibu kandung yang berposisi di Kudus. Tapi kenyataan, di daerah itu pula sudah tersiar kabar bahwa beliau mengandung anak hasil hubungan terlarang.Saya tahu benar bagaimana kehidupan beliau. Kepahitan serta kepiluan yang beliau rasa. Selama masih mengandung, beliau setiap saat dalam keadaan murung, selalu menanti mantan suaminya datang untuk merujuk. Tapi ternyata, lelaki itu baru datang setelah Mbak Alya melahirkan.Entah apa sebenarnya yang terjadi diantara mereka, tapi satu yang saya tahu, bahwa mereka
Read more

7. Semua Anak Mas Radit Berkelainan

"Alya."Langkahku terhenti, tatkala suara panggilan seseorang terdengar di belakang. Sejenak aku menoleh untuk memastikan siapa yang sudah memanggilku tersebut."Dokter Adam?"Duda sombong itu memanggilku? Nggak salah? Atas apa yang sudah ia lakukan tadi pagi, aku harus mengacuhkan panggilannya.Kubuang wajah, tak perduli. Langkahku tak terhenti walau sejenak."Alya."Kini dia berhasil menyeimbangkan posisinya denganku."Saya baru tahu, selain kurang hati-hati, kamu juga kurang bisa mendengar."Apa katanya? Kurang bisa mendengar?Baik akan saya layani segala keinginanmu, Dokter."Maksud Dokter apa? Apa kurang cukup mempermalukan saya di depan pasien tadi pagi? Saya ini manusia, punya hati, Dok."Lelaki itu terdiam."Jadi selain yang dua tadi, kamu juga mudah tersinggung."Aku mengeram di hadapannya. Kehentakkan dua tangan, lalu berlari menuju tempat parkiran. Dia hanya termanggu di tempatnya berdiri. Tanpa usaha untuk mengejar apalagi meminta maaf. Ingat, sampai kapanpun saya tidak a
Read more

8. Perasaan Yang Berbeda

Tak ingin peduli pada pesan terakhir yang dikirimkan dokter Adam ke ponselku. Aku kembali menapak kaki hingga ke kantin. Suasana di tempat itu masih lenggang dari pengunjung. Hanya beberapa bangku yang terisi. Kupilih duduk di kursi dekat taman. Ingatan ini sejenak terlempar pada dokter paru yang baru berdinas di rumah sakit sekitar enam bulan lalu. Selama ini memang kami jarang bertemu. Sesekali hanya berpas-pasan di koridor atau di ruangan rawatan saat aku mengantar pasien untuk rawat inap. Selebihnya pernah dua kali berada dalam satu ruang rapat. Artinya aku dan dia memang tidak pernah terlibat pertikaian, tapi kenapa sikapnya seolah sangat tidak menyukaiku?Apa benar cuma karena salah pasang infus kemarin? Masak iya sampai ngatain diri ini tidak beradap.Aneh! Bikin pusing.Saat kedua tangan baru membuka bungkusan nasi gurih di atas meja, seketika pandangan teralih pada beberapa meter ke depan.Yang baru saja menjadi topik dalam benak melangkah mendekat bersama beberapa staf UGD
Read more

9. Kedatangan Istri Mas Radit

Dulu aku mengikhlaskan Mas Radit untuk dimadu dengannya, tapi apa balasan yang kuterima? Dia mencampakkanku sedemikian lihai!"Alya.***Aku menangis sejadi-jadinya di dalam kamar. Kubiarkan air mata yang selama ini hanya boleh menetes tersebab mengingat dosa, kali ini berderai mengingat mantan. Enam tahun kugunakan seluruh usiaku untuk melupakan masa-masa indah bersamanya, tapi sungguh aku tak bisa. Tak pernah dalam hidup dia menyakitiku melainkan oleh fitnah yang ditimbulkan oleh ibunya. Dan hari ini, aku sudah membiarkan tanganku menyentuhnya kembali. Aku bersalah ya Allah. Dia yang tak boleh lagi kusentuh!Allah ...Harusnya memang tak kubiarkan dia terlalu jauh kembali.Kejadian ini semakin menyadarkanku, bahwa setegar apapun diri ini. Aku tetaplah wanita.Satu jam kubiarkan menangis tanpa ada seorangpun yang mengusik. Memasuki menit di jam kedua, kamarku diketuk pelan. Lalu Akbar muncul di sebaliknya.Kubalikkan tubuh menghadap tembok, menutupi sisa-sisa air mata dari pengliha
Read more

10. Surat Untuk Radit

POV RaditBagi dunia, kamu mungkin hanya satu orang.Tapi bagiku, kamu adalah dunia.Enam tahun tanpamu, aku kehilangan duniaku, Al.Kembalilah, aku butuh kamu sebagai tempatku berpijak.***Kubaringkan kepala sembari menatap langit-langit kamar, bayang Alya menari-nari di sana. Ah, andai waktu bisa kembali, aku ingin menarik ulang kata-kataku. Sungguh aku masih sangat mencintainya. Sedikitpun tidak ada yang berubah.Enam tahun, jika ia beri sedikit saja kesempatan untuk kujelaskan semuanya. Tentu hidup kami tidak akan seperti ini, tentu tidak ada rindu yang tersia-siakan tanpa bisa berbagi. Semua bahkan terlewati dengan terus membawa duka. Ibarat kata, kami berada di dua dunia. Hanya tau tanpa pernah bertemu.Kulirik surat wasiat Mama sebelum beliau menutup mata. Harusnya mama meminta agar aku membacanya bersama Alya. Huh, apakah Alya sudah membaca surat miliknya, kira-kira apa yang Mama tuliskan?Aku hanya bisa membayangkan, mungkin lebih baik kubaca surat ini terlebih dahulu. Kub
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status