Home / Pernikahan / Istri Yang Kau Ceraikan / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Istri Yang Kau Ceraikan: Chapter 31 - Chapter 40

56 Chapters

31. Pesan Terakhir

Segera kuangkat langkah sebelum Dokter Radit berhasil mengajakku kembali berbicara. Aku sudah berusaha memberinya kesempatan, tapi apa? Dokter Resty seperti punya antene dimana-mana. Lebih baik aku menghindari calon suami wanita itu, daripada membuat keributan di rumah sakit ini.Kupercepat langkah. Sampai di ruangan rawatan, meski belum saatnya operan, diri ini tak jua duduk. Lekas memeriksa segala persiapan pergantian shift baik itu status pasien, obat-obatan hingga jumlah pasien sendiri.Dokter Radit yang pada akhirnya sampai juga di ruangan, tak bisa menghentikan aktivitasku.Kulihat dengan tak bersemangat dia membalikkan badannya. Entah apa yang ingin ia sampaikan, tapi demi apapun aku tidak boleh lagi memberinya kesempatan bicara.Huhft.Selepas kepergian Dokter Radit, kucoba mendudukkan diri di meja perawat, membiarkan angan kembali dilempar saat tadi sempat duduk di kantin bersama dengan lelaki itu."Kenapa kamu bersikap begitu dingin, Al? Saya tidak suka."Apa maksud ucapann
Read more

32. Melamar Alya

Kematian adalah rahasia Allah, kapanpun waktu itu sampai, tidak ada satupun yang akan jadi penghalang. Hari ini aku tahu, mengapa manusia selama hidupnya disuruh berbuat kebaikan dan menjauhi semua keburukan. Karena saat malaikat pencabut nyawa sudah menghampiri, tidak ada satupun yang akan menolong kecuali amalan. Lelaki yang tak pernah ada dalam bayangan akan bertemu, kini menghembuskan napas terakhirnya bersamaku. Sekali lagi, apakah ini yang dikatakan takdir Allah tidak pernah meleset?Kuangkat kaki menjauh dari kerumunan tim medis yang berusaha mengembalikan detak jantung papa Dokter Radit. Di sudut ruangan, ibunda dokter menangis seorang diri. Kudekati ia untuk memberi semangat.Wanita itu merebahkan kepalanya pada pundakku. Kilas kepergian Mas Radit kembali berkelindan dalam jiwa. Aku tahu wanita ini amat sangat takut, sama seperti yang kualami dulu ketika detak jantung Mas Radit tiba-tiba saja datar. Terlihat Dokter dan perawat menghentikan kegiatannya. Lalu tak lama berjal
Read more

34. Dipecat dari Rumah Sakit

"Mas Adit, ini adalah surat pertama dan terakhir yang akan saya kirimkan untukmu. Saya tidak ingin meminta padamu untuk mengunjungi kami, hanya saja hendak mengabarkan bahwa benih yang kau titip secara hina dan kau suruh gugurkan, telah kupelihara. Hingga kini usianya sudah memasuki dua tahun. Tidak sepertimu, pengecut. Dia tumbuh menjadi lelaki bijaksana yang begitu mencintaiku. Dengar Mas Adit, aku akan pergi sejauh mungkin darimu, hingga suatu saat jika kau sudah menyesali perbuatanmu dan hendak mencariku. Kau akan kebingungan. Sama sepertiku yang kebingungan menyambung hidup akibat ulahmu. Perlu kau tahu Mas Adit, kesalahanmu tidak pernah akan aku maafkan. Kecuali satu, jika kau bisa menemukanku dan tidur di sebelahku di alam kubur!"*Isi surat mama mertua masih terus melintas lalu di dalam benak. Bisa kubayangkan bagaimana penderitaan ibunda suamiku saat beliau masih muda. Pantaslah jika dia sangat mencintai Mas Radit, anak yang diusahakan kehidupannya, sedang disekiling past
Read more

34. Wanita Bermuka Dua

[Bisa ketemu sebentar?]Mataku mendelik tak percaya, Dokter Resty minta bertemu. Sesaat rasa khawatir meliputi dada, takut jika ia punya niat buruk. Astaghfirullah.[Ada apa, Dok?][Ini sehubungan dengan pemberhentianmu di rumah sakit.]Sesuatu menyentak jantungku. [Dimana, Dok?][Cafe Bambu.]Seketika kepala berpikir keras, akankah ada kebaikan dan manfaat jika aku bertemu dengannya? Atau malah akan melaratkan diri. Huh.[Gimana, bisa nggak?]Dia kembali mengirimkanku pesan.[Baik, Dok]Sebenarnya hampir 100 persen hati menolak datang, tapi rasa penasaran menuntun langkah ini untuk memenuhi ajakannya.Kutitip Maryam pada Bik Ina, lalu bergegas melajukan mobil menuju tempat yang disebutkan tadi oleh Dokter Resty. Sebelum pergi, aku memberitahu pada Bik Ina tujuan kepergianku ini. Entah kenapa, hati merasa takut.Lima belas menit mengemudi, sampailah aku di Cefe Bambu. Kuparkirkan mobil lalu menarik langkah memasuki tempat tersebut.Setelah menelisik seluruh ruangan, tampaklah wani
Read more

35. Semalam Dijaga Dokter Radit

Dua orang perawat memasuki bilik tempatku dirawat sementara di UGD ini. Kedatangan mereka sejenak menjadi penahan akan jawaban yang harus kuberi pada Dokter Radit.Dia menggeser tubuhnya ke belakang, sedang dua perawat tadi mulai mendekatiku."Bagaimana Mbak, bisa duduk di kursi roda atau kita naikkan ke atas brangkar?"Lekas kujawab."Di atas kursi roda saja, Sus."Mereka segera membantuku bangun dan kemudian menaiki kursi roda. Tak lupa salah satu diantara perawat perempuan itu memperbaiki jilbabku yang entah seperti apa sudah kondisinya.Sampai di ruangan, suasana khas kamar VIP mulai terasa. Dua perawat kembali melajukan kursi roda hingga ke dekat ranjang. Di belakang, Dokter Radit tampak membuntuti."Sudah beres ya Mbak, kalau ada apa-apa bisa langsung pencet tombol panggilan," ucap salah satu diantara perawat tersebut.Aku mengangguk paham. Setelah membereskan cairan infus, mereka pamit. Sedang di ambang pintu, Dokter Radit masih berdiri menatap ke dalam sini.Walau kelihatan ra
Read more

36. Cinta Bersambut

"Sebentar ya, Al," ucap Dokter Radit setelah melihat sekilas pada layar ponselnya.Lelaki itu mundur perlahan lalu sosoknya menghilang di balik pintu. Kuhela napas sejenak. Padahal yang kutahu, tadi dia seperti hendak mengucapkan sesuatu, tapi karena telpon yang mesuk ke ponselnya, semua jadi urung ia katakan.Lagi-lagi, hati ini kembali merasa kesal. Tapi kenapa?Sesaat suasana kamar jadi kembali hening. Kucoba meyakinkan diri, bahwa siapapun yang mendekatinya, bukan menjadi urusanku. Segala pertolongan yang dilakukan Dokter Radit, harus kuanggap sebagai bentuk kebaikan sesama saudara. Tidak lebih. Dan inilah yang terbaik, setidaknya jiwa ini tidak harus memikirkan sesuatu yang bukan menjadi milik diri.Mencoba meredakan gemuruh di dada, kuedarkan pandangan ke depan, menatap Akbar yang tampak tertidur nyenyak. Entah kenapa seolah kembali melihatnya dalam pelukan Dokter Radit. Ya Allah ...Lima belas menit berlalu, lelaki itu tidak jua kembali ke ruangan ini. Mataku masih belum bisa
Read more

37. Kado Baju Pengantin

Kaki kini sudah menginjak tanah pemakaman umum di Jakarta Barat. Sepanjang perjalanan, embusan angin terasa begitu menyejukkan. Tiap langkah menuju tempat terakhir peristirahatan Mas Radit, ada banyak rindu yang terurai.Meski sebulan sekali kami datang berkunjung, tapi tetap saja rindu itu seakan seabad sudah terkumpul. Kutengadahkan kedua tangan, memanjatkan sekian banyak doa untuk kelapangan Mas Radit di alam kubur.Setelah selesai membacakan doa, kini Akbar yang memimpin bacaan beberapa surat pendek. Setelahnya baru sama-sama kami membuka mushaf untuk kemudian melantunkan surat Yasin.Kugerakkan tangan menyirami gundukan tanah almarhum suamiku dengan air bunga. Pelan diri ini berbisik, bisa atau tidak ia mendengar, aku hanya ingin bercerita padanya ..."Bagaimana keadaanmu, Mas? Kami datang, kami rindu padamu."Kuhela napas panjang, menyimpan sekian banyak buliran bening yang sudah mendesak hendak keluar. Jemari terangkat untuk mengelus batu nisan miliknya. Bayangan ketika aku m
Read more

38. Kecupan Pertama Suami Kedua

Entah dari mana keberanian ini datang, kuangkat pakaian yang sudah berlumuran cairan berwarna merah itu dengan tangan hingga terlihatlah selembar kertas yang bertuliskan kata ajimat."Belum terlambat untuk membatalkan. Jika kau nekat, bersiaplah akan prahara yang menerpa pernikahanmu!"Deg.Kutarik napas panjang mengusir segala rasa tak mengenakkan yang tiba-tiba menerpa jiwa. Apa ini semua kerjaannya mantan istri Dokter Radit? Jika ia, sungguh keterlaluan!"Mempelai pria sudah sampai."Samar suara itu terdengar di luar kamar. Aku bergerak bangkit menuju jendela kamar. Kusingkirkan sejenak perkara kado tak berperikemanusiaan itu. Siapapun di balik semua ini, In Syaa Allah kupastikan tidak akan menggagalkan pernikahanku dengan Dokter Radit hari ini. Kini mata terfokus pada beberapa orang yang tampak keluar dari pagar rumah Dokter Radit. Ada Dokter Ahda, Dokter Fahri, Mas Wira, Pak Toni juga Kang Bayu. Setahuku mereka semua adalah orang rumah sakit. Mereka kini memasuki pagar rumahku.
Read more

39. Malam Pertama Yang Tertunda

[Selamat menempuh hidup baru, semoga samawa.]Satu-satu kubaca pesan yang dikirimkan oleh sahabat seangkatan digrup WhatsApp IDAI cabang Jakarta. Ada puluhan pesan lain yang belum semuanya kubaca mengingat jam di dinding sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Saatnya pulang ke rumah istri kedua. Alya.Walau rumah kami bersebelahan, tapi aku pulang layaknya suami lain di seluruh dunia. Tentu dengan membawa sesuatu sebagai buah tangan. Alhamdulillah, empat porsi Burrito, makanan asal Meksiko kini sudah ada di tangan. Entah kenapa rasa deg-degan yang membarengi, melebihi rasa yang pernah dulu kualami, saat akan menghadapi malam pertama bersama Rani.Kubuka pintu kamar, lalu berjalan menuju kamar Mama. "Radit mau pulang ke rumah Alya, Ma."Ibunda yang sangat kucintai itu tersenyum menyambut permintaanku."Yasudah, Mama kira sudah daritadi kamu pulang, ternyata masih di sini. Yowes cepat pulang sana, pasti dia udah lelah nungguin kamu."Kuciumi punggung tangan wanita itu, lalu dengan
Read more

40. Ritual Menjelang Malam Pertama

POV AlyaMataku terbuka perlahan, meski samar, namun kedua netra ini bisa memandangi seluruh kamar yang sudah tak lagi dalam keadaan gelap. Kugerakkan kepala melirik ke samping. Seingat tadi aku dan dirinya baru saja merebahkan diri di atas ranjang saat listrik padam. Tapi, kemana dia sekarang? Apa sudah berada di rumah sakit.Berbagai pertanyaan melintas lalu di dalam benak. Tersingkirkan sejenak saat terdengar deru mobil keluar dari halaman rumah Mas Radit. Lekas kugerakkan tubuh menghampiri jendela kamar. Memastikan apakah benar itu Mas Radit yang baru saja pergi?Kududukkan diri di atas kursi rias. Ternyata dia baru saja pergi, padahal seharusnya 'kan tadi jam setengah sebelas. Apa dia juga tertidur?Tak mau berlama-lama dengan rasa penasaran. Kugerakkan kembali tubuh ingin rebah di atas ranjang, namun gerakan tangan ini berhasil menjatuhkan sesuatu yang tadinya ada di atas meja.Selembar kertas yang terlipat. Dari Mas Raditkah?"Mas ijin ke rumah sakit ya, Yang. Sudah tiga kali
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status