"Sebentar ya, Al," ucap Dokter Radit setelah melihat sekilas pada layar ponselnya.Lelaki itu mundur perlahan lalu sosoknya menghilang di balik pintu. Kuhela napas sejenak. Padahal yang kutahu, tadi dia seperti hendak mengucapkan sesuatu, tapi karena telpon yang mesuk ke ponselnya, semua jadi urung ia katakan.Lagi-lagi, hati ini kembali merasa kesal. Tapi kenapa?Sesaat suasana kamar jadi kembali hening. Kucoba meyakinkan diri, bahwa siapapun yang mendekatinya, bukan menjadi urusanku. Segala pertolongan yang dilakukan Dokter Radit, harus kuanggap sebagai bentuk kebaikan sesama saudara. Tidak lebih. Dan inilah yang terbaik, setidaknya jiwa ini tidak harus memikirkan sesuatu yang bukan menjadi milik diri.Mencoba meredakan gemuruh di dada, kuedarkan pandangan ke depan, menatap Akbar yang tampak tertidur nyenyak. Entah kenapa seolah kembali melihatnya dalam pelukan Dokter Radit. Ya Allah ...Lima belas menit berlalu, lelaki itu tidak jua kembali ke ruangan ini. Mataku masih belum bisa
Read more