Home / Pernikahan / Istri Yang Kau Ceraikan / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Istri Yang Kau Ceraikan: Chapter 21 - Chapter 30

56 Chapters

21. Ada Apa Dengan Mas Radit

Kami menuruni bus lalu menaiki taksi agar sampai di rumah sakit. Di setengah perjalanan, ponselku tiba-tiba berdering. Kurogoh benda itu lalu lekas mencari tahu siapa yang kini sedang menelpon.Dokter Adam.Kuluangkah waktu untuk mengangkat panggilan tersebut.[Assalamualaikum Dok.][Waalaikum salam. Maaf saya tidak menemukanmu di ruangan, kamu sakit?]Kuhela napas panjang. Dokter Adam membuat perasaanku kembali bergejolak.[Saya ijin ke Jakarta, Dok.][Ke Jakarta?]Sejenak bibir ini terasa kelu.[Saya ke Jakarta menjenguk Ayahnya Akbar yang di rawat di rumah sakit, Dokter.]Dia terdiam.[Kamu kembali padanya?][Belum, Dok.][Hem ... Harusnya saya bisa ikut mengantar?][Tidak usah repot-repot, Dok. Saya bisa pergi berdua dengan Akbar.][Boleh saya menyusul?][Untuk apa, Dok?][Hanya untuk memastikan kalian tidak kembali pulang dengan menaiki bus.][Tidak usah, Dok. Kami tidak apa-apa naik bus.]Dia tampak menghela napas.[Yasudah, berhati-hatilah.][Iya.]Kututup telpon dari dokter Ad
Read more

22. Mengulang Masa Romantis Berdua

Hati sudah tidak tenang semenjak tahu dokter onkologi yang tadi pagi kutelpon ternyata bukan sebatas temannya Mas Radit, tapi juga dokter yang sedang menangani mantan suamiku itu. Seserius itukah penyakit yang dialami Mas Radit? Ya Allah...Tak sanggup lagi menahan diri, akhirnya kuberanikan untuk bertanya."Mas Radit sebenarnya sakit apa?"Dokter berkaca mata di hadapanku terdiam sejenak. Ia hanya tersenyum samar, lalu kembali menoleh pada Mas Radit. "Nanti juga Adek tahu," jawab Mas Radit tenang.Dengan membiarkan pertanyaanku menggantung, Mas Radit justru kembali berbicara pada Dokter Andre."Khusus untuk hari ini, saya ijin pulang, Dre."Dokter Andre tampak terkejut."Pulang?""Saya ingin membawa Akbar keliling Jakarta. Hanya sehari, besok saya janji tidak akan membatalkan lagi janji kita.""Yeeeyy!"Sorakan kegembiraan Akbar mengundang pandangan dokter Adam. Ia ikut tertawa, meski jelas terlihat kecewa."Semua menjadi tanggung jawabmu, Dit."Mas Radit mengangguk."Oke! Hanya unt
Read more

23. Akhirnya Garis Dua

"Kanker, Mas?"Aku tergugu, isak kutahan agar tak terdengar oleh Akbar yang sedang asyik dengan rumah pasirnya.Mas Radit menghela napas lalu kembali berucap,"Kata dokter usia Mas tidak lama lagi, Dek. Jika kemarin-kemarin Mas bersemangat ingin kembali rujuk, saat ini, keinginan itu sepertinya harus Mas kubur rapat-rapat.""Kenapa, Mas?" "Karena Mas tak ingin kamu kembali terluka, Dek. Buat apa kembali jika pada kenyataan lelaki yang akan mendampingimu sesaat lagi akan tutup usia."Emosiku melonjak mendengar ucapan Mas Radit."Emangnya dokter itu Tuhan, apa mereka yang meniupkan roh ke dalam jasad manusia, Mas? Kenapa Mas malah mempercayai hal remeh begitu?"Dadaku terasa sesak, sedang napas naik turun mendapati kenyataan pahit yang kini menimpa Mas Radit. Terlebih saat tahu Mas Radit malah mempercayai prediksi dokter tentang umur hidup manusia. Padahal yang harus diyakini manusia adalah hidup mati karena Allah. Dia yang menghidupkan, Dia pula yang berhak mematikan.Kutarik napas da
Read more

24. Sembilan Bulan Setelah Kepergiannya

Sembilan bulan kemudian ...Aku melihatnya, berdiri disebalik pohon beringin besar."Mas Radit?"Pelan aku menyibak semak hingga mencapai pohon yang kuincari sedari tadi. "Mas ...."Senyap, tak ada jawaban. Aku melangkah lebih dalam hingga tubuh ini bersisian dengan pohon besar yang bergantungan akar itu.Benarkah yang tadi kulihat adalah Mas Radit? Kusingkirkan rasa takut yang tiba-tiba mendera, sebab sekeliling tak terlihat satupun manusia melainkan belantara yang gelap gulita. Tapi demi menemuinya, aku akan mengalahkan ketakutan ini. Setelah lima langkah berjalan, kini aku bisa melihat. Meski membelakangi, aku tahu itu adalah bahu miliknya. Suamiku."Kemana aja kamu, Mas, aku rindu sekali. Tolong kembalilah Mas, kami rindu ingin berkumpul bersamamu."Kuusap air mata yang berderai di pipi, sembari berusaha menyentuh bahu lebar Mas Radit. Tepat saat jemari ini berhasil mengenai tubuhnya, Mas Radit berbalik.Namun, aku terpaksa harus memicingkan mata, berlindung dari pantulan sina
Read more

25. Lelaki Bernama Raditya Alfarisy

Pesan Untuk Pasangan :Selama ia masih bisa kita sentuh dengan jari jemari, selama ia masih nyata dalam penglihatan, selama ia masih bisa kita dekap dengan kedua tangan. Cintailah pasanganmu. Karena jika sudah sampai waktunya ajal sebagai pemisah, kau akan melepasnya dengan bahagia.*Maryam Anggraini.Adalah nama yang Mas Radit berikan pada janin yang sudah terlahir ke dunia ini. Jika memang ternyata benar ia kelak terlahir sebagai seorang wanita. Alhamdulillah hari ini hari ketujuh kelahirannya. Syukuran akiqah ala kadar pun kugelar di rumah. Mengundang sejumlah teman, kerabat juga tetangga. Diawali dengan tahlilan yang diniatkan untuk almarhum Mas Radit, lalu dilanjutkan dengan zikir penyambut bayi. Seterusnya berbagai ritual bayi baru lahir dilaksanakan, termasuk pemotongan rambut dan pemberian nama.Kusambut para tamu yang berdatangan sembari terus memomong Maryam. Lega rasanya sudah sampai sejauh ini membesarkan bayi Maryam, meski tanpa kehadiran Mas Radit di sisi. Diantara k
Read more

26. Tetangga Baru

Indra pendengaranku hampir tak ingin mempercayai apa yang kudengar kini.Kenapa nama itu lagi? Apa dia juga lelaki yang seminggu lalu ditemui Bik Ina di Rumah Sakit Ciawi? Kenapa sekarang bisa ada di sini?Berbagai pertanyaan, melintas lalu di dalam jiwa. Kemana aku harus mencari jawabannya?Kusambut uluran tangan lelaki yang memperkenalkan dirinya sebagai Raditya Alfarisy. Mataku kian membidik wajahnya dengan jarak dekat. Kupastikan tiap inci pahatan yang Allah lukiskan di wajah itu.Dengan teliti keselidiki ukuran hidung, lebar bola mata, bentuk bibir hingga lebar rahang."Hai."Aku tersentak saat dia menggerak-gerakkan tangannya di hadapan wajah."Maaf. Tadinya saya melihat anda sebagai kembaran suami saya. Ternyata bukan."Dia tampak mendelik, lalu tersenyum."Tentu banyak sekali kesamaan indra yang diciptakan Allah pada manusia. Mungkin saya dan almarhum suamimu salah satu contoh. Tapi bisa dipastikan, saya bukan kembarannya."Dia tersenyum. Senyuman yang berhasil melempar angank
Read more

27. Aku Mau Ayah, Ma

Pagi yang cerah, sinar mentari kekuningan terasa begitu menyejukkan selepas hujan terus mengguyur Kota Metropolitan ini. Kurapatkan jaket seraya mendorong kereta bayi keluar pagar. Di sampingku, Akbar tampak semangat dengan sepedanya. Hari ini kami berencana jalan-jalan di sekitar perumahan, dan mungkin akan berhenti sebentar di taman. Ada tempat bermain dan beberapa kursi untuk beristirahat di sana."Ma, Akbar duluan."Putra sulungku pamit terlebih dahulu."Hati-hati, Nak. Tunggu Mama di taman, ya.""Oke Mama."Selepas kepergian Akbar, kulanjutkan perjalanan sambil mendorong kereta Maryam. Rumah pertama yang kami lewati adalah rumah Dokter Radit. Dari luar kuperhatikan, keadaan sepi. Pintu rumah bahkan tertutup rapat.Ah, aman. Setidaknya tidak perlu menyapa siapapun. Kupercepat langkah hingga melewati rumah mewah tersebut.Baru sekitar sepuluh meter berjalan, seseorang dari belakang meneriakkan namaku. Kubalikkan tubuh.Hah, Dokter Radit?Dia berjalan cepat menghampiriku dan Maryam
Read more

28. Merebut Hati Alya

"Akbar nanti pulang jam berapa, Nak?"Dokter Radit bertanya pada anakku. Entah kenapa hati ini merasa sungkan, pasti dokter Radit berniat untuk menjemput Akbar."Jam dua, Om.""Tungguin Om ya. Nanti Om yang antar pulang."Nah kan?"Jangan Dok--?"Tatapan Dokter Radit membuat ucapanku terpotong."Nggak papa Al, lagian kamu 'kan nggak bawa mobil. Jadi kamu juga biar skalian saya yang antar nanti."Hah?Kedua alisku terangkat. Tak mengerti."Saya bisa pulang naik taksi, Dok. Akbar juga bisa saya yang jemput. Dokter jangan repot-repot. Sudah dikasih tumpangan pagi ini saja, kami sudah sangat berterima kasih.""Yah, Mama, Akbar nggak mau naik taksi, Akbar mau dijemput sama Om Radit aja. Boleh 'kan Om?""Tentu boleh, kan tadi Om Radit yang nawari.""Yeyy!"Aku menghela napas melihat tingkah Akbar hari ini. Tidak biasanya dia dekat dengan orang lain, apalagi jika itu lelaki. Tapi, kenapa dengan dokter Radit, Akbar bersikap lain?"Kalau Mama Akbar mau naik taksi, yaudah nggak papa. Berarti Om
Read more

29. Tunas-Tunas Cinta

Dokter Radit sudah sampai di lantai bawah, sedang aku masih berdiri di lantai dua. Pemandangan yang kurasakan kini, membuat dada seakan luluh lantah. Setahun yang lalu, kejadian seperti ini pernah terjadi. Bedanya saat itu, suamiku masih hidup. Ia sendiri yang mengangkat Akbar saat mendapati bocah itu demam hingga kejang. Dan kini, aku kembali harus menyaksikan seorang lelaki menggendong anakku yang tengah sakit. Dan lagi yang paling membuat hati ini perih, saat kutahu, bahwa Akbar memanggil lelaki tersebut dengan sebutan ayah.Ya Allah ..."Al, buruan."Panggilan Dokter Radit mengembalikan semua kelebatan memori. Aku usahakan agar kaki ini mampu untuk kembali berjalan. Sampai di teras. Ia yang sudah menunggu memintaku masuk terlebih dahulu."Kamu masuk duluan, biar saya tidurkan Akbar di atas pangkuan," perintahnya yang tak pelak kuikuti jua.Saat lelaki itu menidurkan Akbar di atas pangkuan. Sejenak jantung ini seperti tersentak kuat. Aku merapatkan geraham, menahan sedemikian ra
Read more

30. Rahasia Masa Lalu

Kami baru saja sampai di rumah, setelah dua hari menemani Akbar dirawat di rumah sakit. Selepas kejadian pengusiranku pada Dokter Radit hari itu, kami tak pernah lagi bernicara. Jika visit ke ruangan, dia hanya akan berbicara dengan Akbar. Sesekali mata kami saling memandang. Namun, selebihnya terbuang ke dua arah yang berbeda. Biarlah, toh bukankah ini yang kuinginkan?Begitu kami sampai di rumah, kegiatan kembali seperti semula. Menyiapkan makan malam hingga membersihkan rumah yang sudah dua hari tak berpenghuni. Lelah, akhirnya kupilih merebahkan sejenak diri di atas ranjang. Mataku buka tutup melihat putri satu-satunya yang kini terlihat semakin berisi. Matanya masih terpejam. Cantik sekali, hidungnya menuruni karakter hidung Mas Radit, mata seperti mataku, bentuk bibir persis seperti milik suamiku, sedang bentuk muka seperti mukaku. "Kamu pasti akan jatuh cinta Mas, jika kamu melihat bayi kita." Kuberbisik pada angin yang berembus. Namun bisikan itu justru membuat sesuatu ke
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status