Home / Pernikahan / Istri Yang Kau Ceraikan / 21. Ada Apa Dengan Mas Radit

Share

21. Ada Apa Dengan Mas Radit

Author: Wahyuni SST
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Kami menuruni bus lalu menaiki taksi agar sampai di rumah sakit. Di setengah perjalanan, ponselku tiba-tiba berdering. Kurogoh benda itu lalu lekas mencari tahu siapa yang kini sedang menelpon.

Dokter Adam.

Kuluangkah waktu untuk mengangkat panggilan tersebut.

[Assalamualaikum Dok.]

[Waalaikum salam. Maaf saya tidak menemukanmu di ruangan, kamu sakit?]

Kuhela napas panjang. Dokter Adam membuat perasaanku kembali bergejolak.

[Saya ijin ke Jakarta, Dok.]

[Ke Jakarta?]

Sejenak bibir ini terasa kelu.

[Saya ke Jakarta menjenguk Ayahnya Akbar yang di rawat di rumah sakit, Dokter.]

Dia terdiam.

[Kamu kembali padanya?]

[Belum, Dok.]

[Hem ... Harusnya saya bisa ikut mengantar?]

[Tidak usah repot-repot, Dok. Saya bisa pergi berdua dengan Akbar.]

[Boleh saya menyusul?]

[Untuk apa, Dok?]

[Hanya untuk memastikan kalian tidak kembali pulang dengan menaiki bus.]

[Tidak usah, Dok. Kami tidak apa-apa naik bus.]

Dia tampak menghela napas.

[Yasudah, berhati-hatilah.]

[Iya.]

Kututup telpon dari dokter Ad
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Harsa Amerta Nawasena
Apakah di akhir kisah dokter Radit meninggal dunia akibat penyakitnya, sehingga Alya dan dokter Radit belum sempat rujuk, kemudian dokter Adam lah yang mempersunting Alya. Cerita yang sangat bagus
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Istri Yang Kau Ceraikan   22. Mengulang Masa Romantis Berdua

    Hati sudah tidak tenang semenjak tahu dokter onkologi yang tadi pagi kutelpon ternyata bukan sebatas temannya Mas Radit, tapi juga dokter yang sedang menangani mantan suamiku itu. Seserius itukah penyakit yang dialami Mas Radit? Ya Allah...Tak sanggup lagi menahan diri, akhirnya kuberanikan untuk bertanya."Mas Radit sebenarnya sakit apa?"Dokter berkaca mata di hadapanku terdiam sejenak. Ia hanya tersenyum samar, lalu kembali menoleh pada Mas Radit. "Nanti juga Adek tahu," jawab Mas Radit tenang.Dengan membiarkan pertanyaanku menggantung, Mas Radit justru kembali berbicara pada Dokter Andre."Khusus untuk hari ini, saya ijin pulang, Dre."Dokter Andre tampak terkejut."Pulang?""Saya ingin membawa Akbar keliling Jakarta. Hanya sehari, besok saya janji tidak akan membatalkan lagi janji kita.""Yeeeyy!"Sorakan kegembiraan Akbar mengundang pandangan dokter Adam. Ia ikut tertawa, meski jelas terlihat kecewa."Semua menjadi tanggung jawabmu, Dit."Mas Radit mengangguk."Oke! Hanya unt

  • Istri Yang Kau Ceraikan   23. Akhirnya Garis Dua

    "Kanker, Mas?"Aku tergugu, isak kutahan agar tak terdengar oleh Akbar yang sedang asyik dengan rumah pasirnya.Mas Radit menghela napas lalu kembali berucap,"Kata dokter usia Mas tidak lama lagi, Dek. Jika kemarin-kemarin Mas bersemangat ingin kembali rujuk, saat ini, keinginan itu sepertinya harus Mas kubur rapat-rapat.""Kenapa, Mas?" "Karena Mas tak ingin kamu kembali terluka, Dek. Buat apa kembali jika pada kenyataan lelaki yang akan mendampingimu sesaat lagi akan tutup usia."Emosiku melonjak mendengar ucapan Mas Radit."Emangnya dokter itu Tuhan, apa mereka yang meniupkan roh ke dalam jasad manusia, Mas? Kenapa Mas malah mempercayai hal remeh begitu?"Dadaku terasa sesak, sedang napas naik turun mendapati kenyataan pahit yang kini menimpa Mas Radit. Terlebih saat tahu Mas Radit malah mempercayai prediksi dokter tentang umur hidup manusia. Padahal yang harus diyakini manusia adalah hidup mati karena Allah. Dia yang menghidupkan, Dia pula yang berhak mematikan.Kutarik napas da

  • Istri Yang Kau Ceraikan   24. Sembilan Bulan Setelah Kepergiannya

    Sembilan bulan kemudian ...Aku melihatnya, berdiri disebalik pohon beringin besar."Mas Radit?"Pelan aku menyibak semak hingga mencapai pohon yang kuincari sedari tadi. "Mas ...."Senyap, tak ada jawaban. Aku melangkah lebih dalam hingga tubuh ini bersisian dengan pohon besar yang bergantungan akar itu.Benarkah yang tadi kulihat adalah Mas Radit? Kusingkirkan rasa takut yang tiba-tiba mendera, sebab sekeliling tak terlihat satupun manusia melainkan belantara yang gelap gulita. Tapi demi menemuinya, aku akan mengalahkan ketakutan ini. Setelah lima langkah berjalan, kini aku bisa melihat. Meski membelakangi, aku tahu itu adalah bahu miliknya. Suamiku."Kemana aja kamu, Mas, aku rindu sekali. Tolong kembalilah Mas, kami rindu ingin berkumpul bersamamu."Kuusap air mata yang berderai di pipi, sembari berusaha menyentuh bahu lebar Mas Radit. Tepat saat jemari ini berhasil mengenai tubuhnya, Mas Radit berbalik.Namun, aku terpaksa harus memicingkan mata, berlindung dari pantulan sina

  • Istri Yang Kau Ceraikan   25. Lelaki Bernama Raditya Alfarisy

    Pesan Untuk Pasangan :Selama ia masih bisa kita sentuh dengan jari jemari, selama ia masih nyata dalam penglihatan, selama ia masih bisa kita dekap dengan kedua tangan. Cintailah pasanganmu. Karena jika sudah sampai waktunya ajal sebagai pemisah, kau akan melepasnya dengan bahagia.*Maryam Anggraini.Adalah nama yang Mas Radit berikan pada janin yang sudah terlahir ke dunia ini. Jika memang ternyata benar ia kelak terlahir sebagai seorang wanita. Alhamdulillah hari ini hari ketujuh kelahirannya. Syukuran akiqah ala kadar pun kugelar di rumah. Mengundang sejumlah teman, kerabat juga tetangga. Diawali dengan tahlilan yang diniatkan untuk almarhum Mas Radit, lalu dilanjutkan dengan zikir penyambut bayi. Seterusnya berbagai ritual bayi baru lahir dilaksanakan, termasuk pemotongan rambut dan pemberian nama.Kusambut para tamu yang berdatangan sembari terus memomong Maryam. Lega rasanya sudah sampai sejauh ini membesarkan bayi Maryam, meski tanpa kehadiran Mas Radit di sisi. Diantara k

  • Istri Yang Kau Ceraikan   26. Tetangga Baru

    Indra pendengaranku hampir tak ingin mempercayai apa yang kudengar kini.Kenapa nama itu lagi? Apa dia juga lelaki yang seminggu lalu ditemui Bik Ina di Rumah Sakit Ciawi? Kenapa sekarang bisa ada di sini?Berbagai pertanyaan, melintas lalu di dalam jiwa. Kemana aku harus mencari jawabannya?Kusambut uluran tangan lelaki yang memperkenalkan dirinya sebagai Raditya Alfarisy. Mataku kian membidik wajahnya dengan jarak dekat. Kupastikan tiap inci pahatan yang Allah lukiskan di wajah itu.Dengan teliti keselidiki ukuran hidung, lebar bola mata, bentuk bibir hingga lebar rahang."Hai."Aku tersentak saat dia menggerak-gerakkan tangannya di hadapan wajah."Maaf. Tadinya saya melihat anda sebagai kembaran suami saya. Ternyata bukan."Dia tampak mendelik, lalu tersenyum."Tentu banyak sekali kesamaan indra yang diciptakan Allah pada manusia. Mungkin saya dan almarhum suamimu salah satu contoh. Tapi bisa dipastikan, saya bukan kembarannya."Dia tersenyum. Senyuman yang berhasil melempar angank

  • Istri Yang Kau Ceraikan   27. Aku Mau Ayah, Ma

    Pagi yang cerah, sinar mentari kekuningan terasa begitu menyejukkan selepas hujan terus mengguyur Kota Metropolitan ini. Kurapatkan jaket seraya mendorong kereta bayi keluar pagar. Di sampingku, Akbar tampak semangat dengan sepedanya. Hari ini kami berencana jalan-jalan di sekitar perumahan, dan mungkin akan berhenti sebentar di taman. Ada tempat bermain dan beberapa kursi untuk beristirahat di sana."Ma, Akbar duluan."Putra sulungku pamit terlebih dahulu."Hati-hati, Nak. Tunggu Mama di taman, ya.""Oke Mama."Selepas kepergian Akbar, kulanjutkan perjalanan sambil mendorong kereta Maryam. Rumah pertama yang kami lewati adalah rumah Dokter Radit. Dari luar kuperhatikan, keadaan sepi. Pintu rumah bahkan tertutup rapat.Ah, aman. Setidaknya tidak perlu menyapa siapapun. Kupercepat langkah hingga melewati rumah mewah tersebut.Baru sekitar sepuluh meter berjalan, seseorang dari belakang meneriakkan namaku. Kubalikkan tubuh.Hah, Dokter Radit?Dia berjalan cepat menghampiriku dan Maryam

  • Istri Yang Kau Ceraikan   28. Merebut Hati Alya

    "Akbar nanti pulang jam berapa, Nak?"Dokter Radit bertanya pada anakku. Entah kenapa hati ini merasa sungkan, pasti dokter Radit berniat untuk menjemput Akbar."Jam dua, Om.""Tungguin Om ya. Nanti Om yang antar pulang."Nah kan?"Jangan Dok--?"Tatapan Dokter Radit membuat ucapanku terpotong."Nggak papa Al, lagian kamu 'kan nggak bawa mobil. Jadi kamu juga biar skalian saya yang antar nanti."Hah?Kedua alisku terangkat. Tak mengerti."Saya bisa pulang naik taksi, Dok. Akbar juga bisa saya yang jemput. Dokter jangan repot-repot. Sudah dikasih tumpangan pagi ini saja, kami sudah sangat berterima kasih.""Yah, Mama, Akbar nggak mau naik taksi, Akbar mau dijemput sama Om Radit aja. Boleh 'kan Om?""Tentu boleh, kan tadi Om Radit yang nawari.""Yeyy!"Aku menghela napas melihat tingkah Akbar hari ini. Tidak biasanya dia dekat dengan orang lain, apalagi jika itu lelaki. Tapi, kenapa dengan dokter Radit, Akbar bersikap lain?"Kalau Mama Akbar mau naik taksi, yaudah nggak papa. Berarti Om

  • Istri Yang Kau Ceraikan   29. Tunas-Tunas Cinta

    Dokter Radit sudah sampai di lantai bawah, sedang aku masih berdiri di lantai dua. Pemandangan yang kurasakan kini, membuat dada seakan luluh lantah. Setahun yang lalu, kejadian seperti ini pernah terjadi. Bedanya saat itu, suamiku masih hidup. Ia sendiri yang mengangkat Akbar saat mendapati bocah itu demam hingga kejang. Dan kini, aku kembali harus menyaksikan seorang lelaki menggendong anakku yang tengah sakit. Dan lagi yang paling membuat hati ini perih, saat kutahu, bahwa Akbar memanggil lelaki tersebut dengan sebutan ayah.Ya Allah ..."Al, buruan."Panggilan Dokter Radit mengembalikan semua kelebatan memori. Aku usahakan agar kaki ini mampu untuk kembali berjalan. Sampai di teras. Ia yang sudah menunggu memintaku masuk terlebih dahulu."Kamu masuk duluan, biar saya tidurkan Akbar di atas pangkuan," perintahnya yang tak pelak kuikuti jua.Saat lelaki itu menidurkan Akbar di atas pangkuan. Sejenak jantung ini seperti tersentak kuat. Aku merapatkan geraham, menahan sedemikian ra

Latest chapter

  • Istri Yang Kau Ceraikan   56. Merindu dan Dirindui

    "Ayo meneran Mbak, sedikit lagi. Tarik napasnya, yuk. Bismillah."Sekuat tenaga kukumpulkan kekuatan untuk meneran. Untuk ketiga kali, akhirnya rasa ini kembali menghampiri. Rasanya mustahil manusia sanggup terbiasa dengan penderitaan sepedih ini. Namun, dengan sang kekasih di sisi yang terus menyemangati, mengusap peluh di kening, menggosok punggung yang terasa sakit, semua akan terlewati dengan mudah. Ya, kali ini ada Mas Radit yang menemaniku melewati semuanya.Dia yang sedari awal mulai kontraksi terus menjadi tempat tangan ini menggenggam. Dia yang sedari awal bahkan rela meninggalkan segalanya demi mendampingiku. Aku sangat bersyukur di persalinan ketiga ini, Allah memberi kesempatan merasakan dampingan seorang suami dalam bertarung antara hidup dan mati. Demi melahirkan seorang bayi ke dunia."Ayo Mbak, sedikit lagi.""Bismillah."Doa dan zikir menggema hingga akhirnya, tangisan bayi terdengar membelah kesunyian malam kala itu. Bidan yang menolong segera mengikat tali pusat l

  • Istri Yang Kau Ceraikan   55. Engkau Yang Terbaik

    [Saya sudah dapat informasi siapa yang membawamu pulang malam itu, Al]Sebuah pesan dari Nina berhasil membuat dada ini bergemuruh hebat. Segera aku melakukan panggilan ke nomor sahabatku itu.[Hallo, Nin.][Iya, Al.][Siapa Nin orangnya?][Resty, mantan pacarnya Tama dulu, pas masih di Poltekkes.][Hah? Benarkah, Nin?][Iya, benaran. Suamiku yang lihat. Ni aku kirim alamat rumahnya ya. Biar kamu bisa langsung samperin orangnya.][Oh iya, Nin. Makasih ya.][Sama-sama.]Setelah menutup telpon, langsung saja kulakukan panggilan pada ponselnya Mas Radit, siapa tahu Mas Radit sedang tidak ada kegiatan dan bisa mengantarkanku ke sana.[Iya, Sayang?][Mas, barusan Nina hubungi Alya, katanya yang bawa saya malam itu mantan pacarnya Mas Tama.][Benar, Yank?][Iya, Mas. Nina juga kasih alamat rumah, supaya kita bisa tanyakan langsung sama orang itu.][Hm, tapi Mas masih ada pasien ni. Setengah jam lagi Mas pulang, ya.][Iya, Mas. Alya tunggu.]*Seperti ucapannya, setengah jam dari kumenutup t

  • Istri Yang Kau Ceraikan   54. Surat Yang Ditulis Radit Sebelum Meninggal

    "Yah, aku rindu sama Ayah Radit."Ucapan Akbar membuat mulut ini terhenti dari membacakan sirah nabi. Kututup buku serta merespon apa yang sedang dirasakan anak sambungku itu."Kalau Akbar rindu sama Almarhum Ayah, berarti Akbar harus ngirim doa. Minimal Alfatihah. Biar Ayah merasa bahagia karena sudah meninggalkan anak yang shaleh di dunia ini."Akbar mengangguk lalu mengangkat kedua tangan. Pelan lafaz surat Al-Fatihah mengalun dari bibirnya."Yah, apa ayah Radit bisa melihatku di sana?"Lagi-lagi aku dibuat bergetar dengan pertanyaan Akbar. Sekian lama menikahi ibunya, baru malam ini dia bercerita tentang almarhum sang ayah. Ternyata benar seperti kata Alya, Akbar adalah bocah yang sangat pintar memanage perasaan."Tentu bisa Sayang, makanya Akbar harus jadi anak baik, rajin shalat dan mengaji serta sayang sama Mama dan Dedek Maryam.""Aku udah ngelakuin semuanya, Yah.""Kalau gitu, pasti Ayah Radit sangat bangga pada Akbar.""Benar, Yah?""Iya, Sayang.""Akbar mau ngomong sama Mam

  • Istri Yang Kau Ceraikan   53. Flek

    "Mas, ada flek ini." Alya berlari dari dalam kamar mandi sambil menunjuk sesuatu. Jantungku berdegup kuat menatap apa yang ada di tangan Alya. Fleknya lumayan banyak. Apakah ini efek dari berturut-turut bercocok tanam? Astaghfirullah! "Mas sih, lasak. Alya 'kan sudah ingatin." Dia merengut sambil merebahkan kepalanya di atas pundakku. Entah bagaimana jika istriku ini sedang menaruh kesal. Sebab yang aku tahu, saat kesal, Alya selalu menempel di tubuh ini. "Maaf ya, Mas janji nggak akan melakukannya lagi," ucapku terbata sambil mengelus pipinya Masih dengan rasa khawatir yang memenuhi rongga dada. Alya terlonjak dan menatapku seketika. Kenapa? Apa aku salah bicara? "Benar, Mas nggak akan melakukannya lagi? Sampai sembilan bulan?" Mataku berkedip cepat, melakukan apa? Sejenak kepala dengan cepat berpikir. Ketika sudah paham yang Alya maksud, jiwa ini malah bergidik ngeri. Tidak melakukan selama sembilan bulan? Hmm, lumayan lama. "Maksud Mas, nggak akan lasak lagi jika kita sed

  • Istri Yang Kau Ceraikan   52. Ngidam Kerang Rebus

    POV Radit***Oooeekkk!Oooeekkk!Sudah beberapa kali aku keluar masuk kamar mandi. Tiba-tiba perut ini terasa mulas, dan ingin mengeluarkan isinya. Tapi hingga berkali-kali kumuntahkan, tak ada satupun yang keluar dari lambung.Alya mengurut punggungku sambil membaluri dengan minyak telon. Eh, bau minyak itu malah membuatku kembali mual."Mas ...."Istriku menyentuh lengan ini saat diri sudah kembali rebah di atas ranjang. Jam baru menunjukkan pukul lima subuh."Iya, Yank."Aku memandanginya sambil mengelus pipi. Seharusnya dimana-mana kalau istri sedang hamil, dia akan muntah-muntah di pagi hari. Lalu seperti suami siaga lain, aku ada di sisinya untuk menyemangati dan mengurangi segala keluhan. Tapi yang terjadi pada kami? Alya malah yang harus melayaniku."Kayaknya Mas mengalami morning sickness deh."Dua bola mataku membelalak mendengar ucapannya."Masak iya kamu yang hamil Mas yang morning sickness?"Kedua sudut bibirnya kembali tertarik menjauh. Lalu dia memelukku."'Kan emang a

  • Istri Yang Kau Ceraikan   51. Selamat Mas, Kamu Akan Jadi Ayah

    Jam sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Mata belum juga mau terpejam. Kulangkahkan kaki perlahan menuju kamar Akbar, rasa menuntun diri untuk kembali melihatnya. Pelan, aku membuka pintu. Tampak di mata, suamiku sedang duduk bersandar pada kepala ranjang. Di tangannya sebuah buku biografi Buya Hamka menemani.Tak berani masuk, aku menutup pintu dan memilih kembali ke kamar. Entah untuk pukul berapa, mata ini akhirnya terpejam juga.*Sebelum subuh, diri ini sudah lebih dahulu terjaga. Dapur masih sepi, bahkan kamar ART saja masih tertutup rapat. Kusiapkan sarapan istimewa untuk Mas Radit, hari ini dia harus mau berbicara. Akan kuberi perhatian lebih, dimulai dari segala persiapannya kerja, lanjut sarapan.Tepat saat azan berkumandang, aku menyerahkan sisa pekerjaan pada ART dan bergegas ke kamar Akbar. Pelan aku membuka pintu kamar anakku itu. Sesuai rencana, Mas Radit masih berbalut selimut. Aku mendekati ranjang lalu duduk di sisi suamiku tertidur.Pelan, kukecup keningnya sam

  • Istri Yang Kau Ceraikan   50. Keraguan di Hati Mas Radit

    Tanpa mengulur waktu, lekas aku menelpon Mas Radit. Jantung sudah tidak bisa kugambarkan lagi dentumannya. Panggilan pertamaku direject.Tak putus asa, aku kembali menelpon. Direject lagi.Ya Allah ...Kucoba ketiga kali, tetap direject. Tak lagi menelpon, kini aku mengetik sebuah pesan.[Tolong angkat telponnya, Mas. Alya bisa jelaskan semua ini.]Tak ada balasan. Kini ponselnya malah tidak lagi aktif. Semua terlambat. Andai dari semalam aku jujur, tentu tak akan seperti ini kejadiannya.Tubuhku terduduk lemah di atas ranjang. Sejenak, anganku terlempar pada kejadian enam tahun silam. Seperti ada yang menghunus jantung ini. Sakitnya terasa hingga ke sekujur tubuh. Ya Allah, tolong beri kesempatan bagi hamba untuk menjelaskan semuanya pada Mas Radit.*Akbar turun di depan gerbang sekolah. Meski tak ingin melakukan kegiatan apapun tersebab hati masih dipenuhi kekhawatiran, tapi aktifitas tidak boleh berhenti. Akbar harus tetap ke sekolah. Masalah yang sedang kuhadapi dengan Mas Radit

  • Istri Yang Kau Ceraikan   49. Ternyata Dia Tak Seburuk Itu

    Mata kami bertemu sejenak hingga aku lepas kontrol dan berlari menuju pintu. Kugedor-gedor pintu kamar sambil berteriak minta tolong."Tolong! Buka pintunya!"Seperti kesurupan, aku berlari mencari celah agar bisa keluar. Tapi gerakanku tak mendapat cegahan. Sedang biasa, jika seorang lelaki hendak memperkosa, pasti dia akan langsung menyerang. Kenapa Mas Tama justru tidak begitu?Lelah berlari, akhirnya aku memilih berhenti, duduk kembali di atas ranjang dengan terengah-engah.Kumenoleh menatap Mas Tama yang ... sudah selesai berpakaian."Udah lari-larinya? Kamu lucu, Al."Dia terkekeh-kekeh menahan tawa. Sedang di sini, aku masih dengan emosi yang tak terkendali."Kenapa saya ada di sini? Mas Tama udah apain saya?"Dia menoleh, membuat degup jantung ini kian menyentak."Saat kamu keluar dari rumah Nina, saya ngikuti. Terus kamu dibawa oleh seorang wanita yang saya nggak kenal siapa. Dan di tengah jalan, mobilmu diberhentikan. Dia keluar untuk kemudian menaiki taksi."Dua bola matak

  • Istri Yang Kau Ceraikan   48. Pertemuan Berbuah Petaka

    Selepas kepergian Mas Radit, meski tak bergairah aku tetap harus menjalani semua aktivitas seperti biasa. Mengurus dua anak serta membantu di rumah ibu mertua sebisa mungkin. Juga tak lupa mengawasi rumah almarhum Mas Radit yang kini ditempati oleh Ina beserta seorang sanak keluarganya. Hingga malam tiba, aku sangat terkejut dengan mampirnya sebuah nomor yang tak lain adalah nomor ponsel Nina, sahabat karibku semasa kuliah dahulu.[Assalamualaikum, Al.][Waalaikum salam.][Apa kabar, Al?][Alhamdulillah sehat, Nin. Kamu sekeluarga gimana?][Alhamdulillah, kami semua sehat. Al, besok malam ada kegiatan apa?][Kegiatan? Kalau malam sih nggak pernah ada kegiatan.][Datang ke acara syukuran kecil-kecilan di rumahku ya, Al. Acaranya habis isya, ajak suami dan anak-anakmu juga. Biar bisa saling kenal.][Suamiku lagi tugas luar kota, Nin.][Yah, padahal pengen sekali ketemu sama kamu, Al. Kemarin di acara reuni kampus juga kamu nggak datang.]Suara Nina di ujung telpon terdengar pilu. Seben

DMCA.com Protection Status