Home / Fantasi / Dewi Kultivator Langit / Chapter 101 - Chapter 110

All Chapters of Dewi Kultivator Langit: Chapter 101 - Chapter 110

177 Chapters

101. SEBELUM PERTEMPURAN

Kabut pagi merayap di antara bangunan megah ibu kota Kekaisaran Timur, menyelimuti jalanan berbatu dengan tirai putih yang pekat. Udara dingin menyentuh kulit seperti jari-jari hantu, membawa aroma tanah basah dan embun yang masih menggantung di dedaunan. Kota yang biasanya penuh dengan hiruk-pikuk kini terasa lebih senyap, seakan menahan napas di ambang peristiwa besar.Namun, di dalam barak militer, sunyi itu tak bertahan lama. Deru semangat menyala di dada para prajurit muda yang tengah bersiap menghadapi perang. Dentang logam menggema saat mereka mengenakan baju zirah yang masih berembun, mata pedang berkilauan saat diasah, dan suara panah yang dikokang bergema seiring dengan napas yang ditahan dalam konsentrasi. Di tengah hiruk-pikuk itu, langkah berat para panglima berderap, memberi aba-aba tegas di antara barisan yang berdiri tegak. Bendera kekaisaran berkibar gagah di puncak menara utama, warnanya menyala kontras melawan langit yang masih kelabu.Di atas platform latihan, Xian
last updateLast Updated : 2025-01-16
Read more

102. PANGLIMA PERANG

Fajar perlahan menyibak kegelapan, menyiram langit dengan semburat merah keemasan yang memantul di genting-genting istana Kekaisaran Timur. Udara pagi yang sejuk membawa aroma tanah yang masih lembap oleh embun, bercampur dengan bau baja yang mengilat di tangan para prajurit. Di pelataran utama, barisan tentara berdiri tegap, napas mereka berpadu dalam ritme yang sama. Denting senjata beradu dan suara gesekan pelindung dada dari baja menjadi simfoni yang menggetarkan pagi itu. Di tengah deretan prajurit, bendera Kekaisaran Timur berkibar angkuh, warnanya merah darah dengan simbol naga emas yang melambangkan kejayaan. Tiupan angin membuat kain itu berkibar gagah, seolah naga itu sendiri sedang bersiap untuk menerkam mangsanya. Langkah tegas menggema di tangga utama istana. Xian Ling melangkah turun dengan anggun, tetapi setiap pijakannya mengandung ketegasan. Jubah perangnya yang berwarna biru tua berkibar di belakangnya, sulaman benang emas pada tepinya berkilauan ketika tertimpa si
last updateLast Updated : 2025-01-17
Read more

103. AWAL PERTEMPURAN

Langkah-langkah pasukan Kekaisaran Timur terdengar berat namun penuh keyakinan, mengiringi deru genderang perang yang terus menggema. Di barisan depan, Xian Ling memimpin dengan tatapan tajam yang menembus kabut pagi, tak sedikit pun gentar menghadapi pertempuran yang akan datang. Pedang berukir naga emas di tangannya bersinar tajam, seakan menyerap energi dari para prajurit di sekitarnya.Di kejauhan, hamparan perbukitan yang memisahkan perbatasan Timur dan Han terlihat suram, menyembunyikan ancaman yang bersembunyi di balik pepohonan dan lembah. Xian Ling memerintahkan pasukannya untuk berhenti sejenak di sebuah dataran tinggi yang strategis. Panglima Xian Heng maju ke sisinya, mengamati medan perang dengan penuh kewaspadaan."Putri Mahkota, kita berada di posisi yang menguntungkan. Dari sini, kita bisa mengawasi pergerakan pasukan Han," ujarnya sambil tetap mengawasi Xian Ling.Xian Ling mengangguk, namun matanya tetap fokus pada perbatasan. "Benar, tapi kita tidak boleh lengah. Ra
last updateLast Updated : 2025-01-17
Read more

104. PRIA BERTOPENG

Pria bertopeng itu mengangguk dan menghilang di balik kabut seperti bayangan yang melebur dengan angin.Di sisi lain, Xian Ling merasakan kehadiran yang tidak biasa. Aura gelap yang menekan seperti belati tak terlihat menyusup ke atmosfer sekitar. "Meilan," panggilnya pelan, "kau merasakannya?"Meilan mengangguk, wajahnya pucat. "Ada sesuatu yang tidak beres, Nona. Ini bukan serangan biasa."Xian Ling menggenggam liontin ibunya lebih erat. "Kita harus tetap waspada. Ini bukan hanya perang fisik, tapi juga pertarungan jiwa dan tekad."Tiba-tiba, terdengar bunyi ledakan dari arah barisan belakang mereka. Asap hitam mengepul, disertai teriakan panik para prajurit. Xian Ling berbalik cepat, melihat api yang berkobar di antara perkemahan mereka. Di tengah kekacauan itu, sosok pria bertopeng muncul dengan pedang hitam yang memancarkan aura kegelapan."Xian Ling!" serunya lantang, suaranya bergema dengan kekuatan jahat. "Aku datang untuk menuntaskan takdir ini!"Xian Ling menyipitkan mata, m
last updateLast Updated : 2025-01-17
Read more

105. KEKUATAN TERSEMBUNYI

Tanpa menunggu jawaban, pria itu melesat ke depan dengan kecepatan luar biasa, mengayunkan pedangnya. Xian Ling mengangkat pedang naga emasnya, menangkis serangan itu. Benturan energi mereka menciptakan gelombang kejut yang mengguncang tanah di sekitarnya.Pertempuran di dataran tinggi itu berubah menjadi arena duel antara cahaya dan kegelapan. Sementara para prajurit Kekaisaran Timur dan Han saling bertarung, perhatian semua orang terpusat pada duel epik antara Xian Ling dan pria bertopeng itu."Jika aku harus jatuh hari ini," pikir Xian Ling, "aku akan memastikan bahwa aku jatuh sebagai pejuang yang membela kehormatan rakyatku."Benturan pedang Xian Ling dan pria bertopeng itu memekakkan telinga, memercikkan percikan api yang menyala-nyala di udara. Gelombang energi dari setiap serangan mereka menghantam tanah, membuat debu dan batu beterbangan ke segala arah. Di sekitar mereka, pertempuran sengit terus berlangsung, tetapi para prajurit dari kedua pihak mulai melambat, terhipnotis o
last updateLast Updated : 2025-01-17
Read more

106. SIASAT RAJA HAN

Di garis belakang medan perang, Raja Han Shung menggenggam gagang pedangnya dengan erat. Jemarinya yang biasanya mantap kini gemetar halus, meski ia berusaha menyembunyikannya di balik cengkeraman baja yang dingin. Mata tajamnya, yang biasa memancarkan kepercayaan diri seorang penguasa, kini terpaku pada satu sosok—Putri Xian Ling.Putri Mahkota yang semula diremehkannya karena dianggap lemah dan sama saja seperti putri-putri kerajaan lainnya, ternyata membawa malapetaka bagi kerajaannya. Putri itu berdiri anggun di atas tanah yang bersimbah darah, jubah putihnya yang dulu bersih kini berhiaskan noda merah gelap. Pedangnya, bermandikan sinar matahari senja, masih meneteskan darah segar dari pembunuh bayangan yang dilenyapkannya. Angin membawa aroma logam dan kematian, bercampur dengan bau tanah yang terguncang oleh peperangan. Raja Han Shung merasakan tenggorokannya mengering. Pria bertopeng yang ia sewa, pembunuh bayangan yang konon tak pernah gagal, kini tak lebih bagaikan cerita
last updateLast Updated : 2025-01-18
Read more

107. TOPENG EMAS

Langit mendung menggantung berat di atas medan perang, memberikan pertanda buruk yang membuat udara terasa tegang. Tiba-tiba, suara tanduk perang menggema, mengguncang cakrawala dan meresap hingga ke tulang para prajurit. Suara itu menggema seperti panggilan dari dewa perang sendiri. Tak lama kemudian, jeritan pertempuran pecah seperti kaca yang retak, mengiringi gerakan pasukan Raja Han Shung yang maju bagaikan gelombang pasang. Derap ribuan kuda memukul bumi, menghasilkan gemuruh yang seolah-olah berasal dari inti dunia, sementara hujan panah mendesing seperti burung pemangsa, membelah langit sebelum menghujam tanpa ampun.Panglima Xian Heng berdiri kokoh di atas bukit kecil, jubah perangnya yang berwarna gelap berkibar di bawah hembusan angin yang membawa bau darah. Dengan gerakan cepat, ia menghunus pedangnya tinggi ke udara. "Formasi perisai!" suaranya memotong kebisingan pertempuran seperti bilah tajam. Para prajurit Benua Timur, yang sudah terlatih untuk menghadapi kekacauan, s
last updateLast Updated : 2025-01-18
Read more

108. PRAJURIT ARMOR EMAS

Kata-kata dari pria bertopeng emas ini menghantam seperti pedang yang tak terlihat, memotong sisa ketenangan Han Zhin. Pertempuran sejati pun dimulai. Tidak ada tempat untuk rasa ragu, tidak ada jalan kembali. Hanya darah, baja, dan tekad yang akan menentukan akhir dari kisah ini.Han Zhin, tak ingin kehilangan muka di depan pasukannya, mengangkat pedangnya tinggi. "Serang mereka!" serunya, dan gelombang baru pasukan maju dengan penuh amarah. Namun, saat mereka mendekat, suara dentingan logam yang bergema mengumumkan kedatangan prajurit baru.Dari balik formasi Panglima Xian Heng, sosok-sosok besar dengan armor emas muncul. Mereka adalah Prajurit Armor Emas, pasukan legendaris yang hanya dipanggil dalam pertempuran paling genting. Setiap langkah mereka menghantam tanah dengan kekuatan yang membuat debu beterbangan, dan kilauan armor mereka menyilaukan mata musuh.Pertempuran pecah di tengah-tengah medan. Pasukan kavaleri Han Zhin yang terkenal itu bertemu dengan kekuatan baja dari pra
last updateLast Updated : 2025-01-18
Read more

109. PANGERAN HAN ZHIN VS PRIA BERTOPENG EMAS

Darah merembes dari luka di bahunya, membasahi jubah perangnya yang megah. Han Zhin menggenggam pedangnya erat, jarinya yang berlumuran darah menguatkan cengkeraman seolah ingin menyatu dengan senjata itu. Nafasnya berat, dadanya naik turun cepat, tapi matanya tetap tajam seperti elang yang mengunci mangsanya. Sekelilingnya, suara dentingan pedang dan teriakan pertempuran mulai meredup di telinganya. Baginya, hanya ada satu lawan—pria bertopeng emas yang berdiri dengan tenang di tengah medan perang yang porak-poranda.Langkah kaki pria bertopeng itu hampir tak bersuara saat ia maju, tetapi aura dinginnya terasa menusuk hingga ke tulang. "Kau masih berdiri?" suaranya terdengar datar, nyaris tanpa emosi, namun mengandung tekanan luar biasa. "Kau pantas mendapat pujian, Pangeran Han Zhin. Tapi tekad saja tidak cukup untuk mengubah takdir."Ia mengayunkan pedangnya perlahan di udara, meninggalkan jejak tipis berkilauan. Cahaya redup itu bergetar seperti gelombang air sebelum menghilang dal
last updateLast Updated : 2025-01-18
Read more

110. XIAN LING BERAKSI

Langit kelam diselimuti awan pekat, seolah menyaksikan pertumpahan darah yang akan terjadi. Di dataran luas yang kini berubah menjadi medan perang, dua pasukan raksasa berhadapan dalam ketegangan yang bisa dirasakan di udara. Lima puluh ribu pasukan Kerajaan Han berdiri tegap dengan bendera berkibar, sementara tiga puluh ribu pasukan Panglima Xian Heng tetap tak gentar, seperti kawanan serigala yang haus darah.Di antara kedua pasukan itu, dua sosok berdiri di garis depan—Raja Han, mengenakan baju zirah emas dengan jubah merah berkibar di belakangnya, dan Panglima Xian Heng, tubuhnya kokoh seperti gunung, mengenakan baju perang hitam dengan ukiran naga perak.Panglima Xian Heng tersenyum tipis, tangan kanannya menghunus pedang panjang yang memancarkan cahaya ungu kehitaman. "Raja Han, kau benar-benar datang sendiri. Aku hampir mengira kau akan bersembunyi di balik dinding istanamu."Raja Han menatap tajam, pedang surgawinya terangkat. "Aku tidak butuh perlindungan. Hanya seorang penge
last updateLast Updated : 2025-01-18
Read more
PREV
1
...
910111213
...
18
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status