“Maaf, aku lupa menutup pintunya, Sayang.” Gus Azam berjalan ke arah pintu kemudian menguncinya. Sudah menjadi kebiasaan kami selama bertahun-tahun tinggal di rumah ini. Menutup pintu kamar adalah hal yang sering terlupakan. Apalagi kami hanya tinggal berdua. Yang penting pintu depan rumah tertutup. Kecuali jika ada nenek dan kakek yang menginap, kami harus hati-hati. Namun, kali ini benar-benar di luar kendali. Manusia memang tempatnya khilaf dan lupa. “Kenapa dikunci, Mas? Masih ada Abah dan Umi. Nggak enak nanti dikira lagi ngapa-ngapain.”“Nggak apa-apa. Mau lanjutin yang tadi.”Baru saja Gus Azam mendekat, Meyda menangis kencang. Terlihat raut muka suamiku sedikit kecewa. Aku ingin tertawa, tapi kutahan. “Sabar, Mas. Tunggu aku sampai suci.”“Azam, Meyda kenapa?” Terdengar suara ketukan pintu dari luar. Umi pasti khawatir mendengar cucunya yang menangis kencang seperti ini. “Digigit semut, Umi,” ujar Gus Azam sambil membuka pintu. Tanpa ada rasa bersalah, dia membohongi Umi.
Last Updated : 2022-12-03 Read more