Home / Romansa / Aku Padamu, Gus! / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of Aku Padamu, Gus!: Chapter 61 - Chapter 70

132 Chapters

Sebuah Fakta

Aku mendongak mendengar suara seorang laki-laki yang pernah kukagumi, Gus Anam, adik iparku. Segera kuseka sisa air mata di pipi. Aku tidak mau terlihat lemah di mata orang lain. Mereka hanya akan merasa kasihan padaku karena kekurangan yang kumiliki. “Em, enggak apa-apa, Gus. Mataku tadi kelilipan.” Aku berpura-pura mengucek mata supaya terlihat lebih meyakinkan. “Bukan habis nangis ‘kan?” Dia berdecak kesal. “Jelas nangis, mataku perih banget.”“Aku bisa bedain kelilipan sama menangis sungguhan. Bahkan aku bisa melihat ingusmu sampe keluar.”Menyebalkan sekali dia. Apakah adik iparku ini tidak menyukaiku? Mungkin mereka tidak mengharapkanku hadir di keluarga ini.“Ada apa, Nam?” Terdengar suara Umi menyahut dari dalam. Gus Anam hendak berbicara, tetapi aku meletakkan jari telunjuk di depan mulut. Aku menggeleng, meminta Gus Anam supaya diam. Beruntung dia menurut dan mau melakukannya. “Assalamu’alaikum, Umi.” Kulihat adik iparku langsung masuk rumah tanpa banyak tanya. Aku mer
last updateLast Updated : 2022-11-09
Read more

Suami Posesif

Gus Azam menelus kepalaku. “Aku jatuh hati padamu, Siti Shafia. Semua yang ada pada dirimu membuatku ingin memilikimu.”Pernyataan Gus Azam membuatku ingin tertawa. “Tidak ada yang bisa kubanggakan, Mas. Aku bukan hafizah seperti Anin, bukan ahli kitab seperti Nadia dan bukan gadis salihah seperti Layla.”“Mas tahu semua kelebihan dan kekuranganmu. Aku yakin kamu memanglah tulang rusukku yang akan melengkapi hidupku. Kita memang ditakdirkan menjadi sepasang suami istri. Setiap manusia diciptakan berpasang-pasangan dan kamu adalah pasanganku yang akan melengkapi kekuranganku, begitu juga dirimu.”Kurasa penjelasan suamiku cukup jelas dan aku mempercayainya. Sore ini aku membantu Mbak Nur memasak untuk makan malam. Umi dan Abah masih di masjid sedangkan Gus Azam sedang duduk di teras depan. Dia memintaku membuat teh hangat dan menemaninya mengobrol setelah memasak.“Mbak Nur, aku boleh tanya sesuatu?” “Tanya apa?” jawabnya sambil memasukkan cabai ke penggorengan. “Mbak Nur tahu Ustaz
last updateLast Updated : 2022-11-09
Read more

Pemanasan

Aku menutup kitab suci yang baru saja kubaca dan merapikannya ke tempat semula. Gus Azam sedari tadi sibuk dengan kitabnya. Entah apa yang dia cari hingga mejanya berantakan. “Mas cari apa?” “Buku Mas hilang, lupa naruhnya di mana,” jawabnya tanpa melihatku. Dia masih sibuk membolak-balik kitab yang ada di meja. “Buku apa, Mas? Aku bantu cari, deh.” Setelah merapikan mukena yang kupakai selepas salat Maghrib, aku membantu mencari buku suamiku.“Buku catatan, sampulnya warna biru,” jawabannya kemudian duduk di kursi. “Buku warna biru? Sepertinya aku pernah melihatnya.”Suamiku mengerutkan dahi. “Lihat di mana?” tanyanya sembari mengerser posisi duduknya saat aku mendekat.“Di meja, kemarin aku letakkan di dekat novelnya Anin.”Sudah tiga hari aku membaca novel yang kupinjam dari Anin, tetapi belum hatam. Gus Azam selalu menegurku jika terlalu lama membaca novel. “Mending baca Al-Qur’an daripada baca novel. Atau baca kitab uqudullujain lalu sekalian praktek sama aku.”Huft! Kitab
last updateLast Updated : 2022-11-09
Read more

Pacaran Halal

Aku segera mengambil jilbab dan memakainya kemudian keluar. Di ruang tamu sudah ada Nenek dan Kakek serta Pakde irul dan Bude Yuli. Mereka membawa beberapa hasil panen dari desa. Aku mencium tangan mereka bergantian, begitu juga dengan Gus Azam. Dia tidak sungkan untuk mencium tangan keluargaku. “Bagaimana kabarmu, Fia? Nenek kangen banget.” Nenek memelukku erat ketika aku sudah duduk di sampingnya. “Alhamdulillah kabar baik, Nek. Nenek juga sehat, ‘kan?”“Alhamdulillah Nenek dan Kakek sehat semua. Mereka semua terlihat senang melihatku dalam keadaan sehat. Begitu juga suamiku sudah sembuh setelah penusukan yang dilakukan Pak Rozaq. Beberapa saat kemudian Umi datang bersama Mbak Nur membawa beberapa minuman dan nasi. “Kita makan dulu, ya, Nek. Kebetulan hari ini Mbak Nur masak banyak.”“Tidak perlu repot-repot, Umi.”Aku pun berinisiatif untuk membantu Mbak Nur dan Umi menyiapkan makan malam. Entah di mana Abah, aku belum melihatnya usai Asar. Hanya Mbak Nur dan Umi yang ada di
last updateLast Updated : 2022-11-09
Read more

Nyeri

Pagi ini aku terbangun kala mendengar suara kokok ayam saling bersahutan. Tubuhku urung menggeliat kala melihat sosok lelaki yang kini telah menjadi suamiku masih terlelap di bawah alam sadar. Aku tidak menyangka jika kami telah melakukannya semalam setelah gagal dengab beberapa kali percobaan. Perlahan aku menyingkirkan tangan Gus Azam dari perutku. Aku harus segera mandi sebelum orang rumah bangun. Di sini hanya ada sebuah kamar mandi, jadi kami harus bergantian. Namun, suamiku sepertinya terusik. Dia menggeliat dan mengerjapkan mata. “Kamu sudah bangun, Sayang?” tanyanya kemudian beranjak duduk. “Sudah, Mas.”“Mau kubantu ke kamar mandi? Ada yang sakit, nggak?” tanyanya sambil menguap. Aku malu menjawabnya. Ini adalah pengalaman pertamaku dan mungkin suamiku sudah tahu jawabannya. “Aku bisa sendiri, Mas.”Meski beberapa bagian tubuhku terasa nyeri, tetapi aku masih bisa jika hanya untuk sekadar ke kamar mandi. Kulangkahkan kaki dengan pelan hingga sampai di kamar mandi dengan
last updateLast Updated : 2022-11-10
Read more

Jatuh

“Mbak Nur enggak usah khawatir sama aku. Hanya pegal-pegal saja, nanti setelah istirahat juga baikan.”“Aku ada kegiatan di pondok. Kamu enggak apa-apa kutinggal sendirian? Nanti telepon saja kalau butuh sesuatu.”Selepas kepergian Mbak Nur, aku mengambil sebuah novel yang beberapa hari ini kubaca. Lebih baik aku mencari kegiatan supaya tidak mengantuk. Aku membaca buku dan sesekali memasukkan sebuah keripik jagung ke mulut. Umi tadi datang membawakan camilan untukku, tetapi air putihku sudah habis. Aku tidak mungkin meminta Mbak Nur hanya untuk mengambil air putih. Kurasa aku masih bisa berjalan.Dengan sedikit tertatih, akhirnya aku sampai di dapur. Tidak ada siapa pun di sini, sepi. Aku ingin menghubungi suamiku, tetapi kutahan. Rasanya ingin segera bertemu. Padahal kami baru berpisah selama tiga jam. Oh, rindu ... kau membuatku tersiksa. Setiap detik aku selalu ingin bersama suamiku. Aku bahkan sampai menyemprotkan parfumnya supaya bisa menghirup aromanya, tetapi rasanya berbe
last updateLast Updated : 2022-11-10
Read more

Beruntung

Aku segera duduk dan melepaskan diri dari adik iparku, tidak mau jika suamiku berpikiran yang iya-iya. Gus Azam berlari ke arah kami kemudian melepas tas dan meletakkannya asal di sembarang tempat. Gus Anam mundur ketika suamiku datang dan berlutut di hadapanku. “Kamu kenapa, Fia? Ada yang sakit?” tanyanya cemas sambil memegang kedua jemari tanganku. Aku menggeleng. Sejenak kemudian Gus Azam menatap adiknya. “Apa yang terjadi dengan Shafia, Nam?”“Dia jatuh,” jawab Gus Anam cuek. “Aku haus, Mas. Tadi bajuku tersangkut di kaki meja hingga membuatku terjatuh. Gus Anam hanya membantuku, aku tidak melakukan apa-apa dengannya.” Kulihat suamiku melirik ke arah adiknya, tetapi Gus Anam tidak menanggapi. Dia berlalu begitu saja tanpa sepatah kata pun. “Makasih, Nam,” ucap suamiku ketika adiknya sudah membuka pintu kamar. “Sama-sama,” balasnya kemudian masuk dan menutup pintu.“Kenapa kamu nggak minta tolong sama Mbak Nur aja?”“Mbak Nur ada kegiatan di pondok, Mas. Kupikir tidak apa-apa
last updateLast Updated : 2022-11-10
Read more

Adik Ipar

Semenjak kejadian itu, hubunganku dengan Gus Azam semakin membaik, tetapi ada yang berbeda dengan Gus Anam. Selama beberapa hari ini dia seolah menghindar dariku. Bahkan aku sering kali urung menegur atau menyapanya karena dia berlalu begitu saja setiap bertemu denganku. Hingga akhirnya hari ini kami akan berada dalam satu mobil. Suamiku meminta tolong kepada adiknya untuk berangkat kuliah denganku. “Tolong, ya, Nam. Aku belum bisa mengantarkan Shafia untuk beberapa hari ini. Lagian kampus kalian sama,” ujar Gus Azam ketika kami usai sarapan. “Enggak bisa gitu, Mas, nanti fansku pada menjauh kalau tahu aku berangkat sama cewek,” tolak Gus Anam.“Dih, fans apaan? Tuh di pondok banyak. Minggu ini saja, minggu depan aku usahakan mengantar Shafia sendiri.”“Tapi, Mas, enggak baik berduaan dengan yang bukan mahram dalam satu mobil.”“Shafia duduk di belakang, aku yakin kamu nggak akan macam-macam.”“Udah, Nam. Benar apa yang dikatakan Azam. Kasihan Shafia kalau harus berangkat pagi-pagi
last updateLast Updated : 2022-11-10
Read more

Pengakuan

Kami semua menoleh ke asal suara. Seorang lelaki berkacamata menegur laki-laki di depanku. Dalam sekejap dia melepaskanku, tetapi tiba-tiba kepalaku pusing. Bayangan Pak Rozaq kembali menghantui.“Tolong jangan sakiti saya, kumohon jangan mendekat!” Aku berteriak dan menutup kedua telingaku. Bisikan yang menjijikkan itu kembali hadir, menggema di seluruh indra pendengaranku. “Apa yang kalian lakukan padanya?” Laki-laki yang baru saja datang menolong mendekatiku, tetapi aku beringsut mundur. “Pergi! Aku benci kalian.” Di saat seperti ini aku butuh suamiku untuk sekadar menangis dan melampiaskan ketakutanku. Hanya dia yang bisa menenangkanku. Namun, aku tidak bisa mengganggunya sekarang. Dia sedang mengajar, tidak mungkin dia meninggalkan kewajibannya sebagai Ustaz. “Fia, dia itu dosen. Dia yang menolongmu, kamu tidak perlu takut.” Tiba-tiba Gus Anam sudah ada di sampingku. Dia tidak menjadikanku tenang, tetapi malah membuatku semakin takut. Dia memperlakukan wanita sesuka hatinya.
last updateLast Updated : 2022-11-11
Read more

Ipar Lucknut

“Lepas, Gus! Ini tempat umum.”Perlahan dia melepas pelukannya. “Maaf!”“Aku ini kakak iparmu! Jangan sentuh aku sembarangan, Gus!”“Maaf, Mbak Nilam. Pacar saya memang galak!” ucapnya sambil mengacak kepalaku. Entah setan apa yang merasukinya. Sejenak kemudian pegawai perpustakaan yang bernama Nilam itu tersenyum. “Owalah, pantas saja enggak mau sama cewek lain, wong pacarnya cantik banget kayak gini,” puji Mbak Nilam. Gus Anam menarik tanganku kasar dan membawaku keluar dari perpustakaan. “Lepasin tanganku, Gus! Aku bisa jalan sendiri. Kenapa Gus Anam berbuat sesuka hati terhadapku? Aku bisa mengatakannya kepada kakakmu.”“Katakan saja padanya. Aku tidak takut.”Dia mengabaikan perkataanku dan membawaku duduk di sebuah bangku panjang. Di sekelilingnya banyak mahasiswa sedang menikmati makanan yang tersaji di depannya. Ini adalah ruang terbuka, tetapi penampilannya sudah seperti kafe, sepertinya ini adalah kantin. “Tunggu di sini dan jangan pergi ke mana-mana!”Aku menurut karena
last updateLast Updated : 2022-11-11
Read more
PREV
1
...
56789
...
14
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status