Home / Romansa / Aku Padamu, Gus! / Chapter 51 - Chapter 60

All Chapters of Aku Padamu, Gus!: Chapter 51 - Chapter 60

132 Chapters

Hujan, Mas!

Langit mulai berubah gelap tertutup awan hitam. Padahal sore ini Gus Azam sudah diperbolehkan pulang. Hasil pemeriksaan menunjukkan jika luka di lengan dan perutnya mulai mengering. Dokter menyarankan agar Gus Azam tidak terlalu bergerak aktif selama satu minggu ini. “Selamat, Pak. Anda sudah boleh pulang. Jangan lupa minum obat yang teratur. Satu minggu lagi bisa kontrol untuk cek bekas jahitan.” Dokter Hadi memberikan penjelasan kepada suamiku. Beliau juga mengingatkan bagaimana cara merawat dan membersihkan beberapa luka sayatan pisau yang sudah mulai mengering. Aku sendiri meringis setiap kali membersihkan lukanya. Terkadang sampai membuat bulu kudukku meremang. “Mas ganti baju dulu, ya!” Aku memberikan koko lengan pendek yang dibawakan umi dari rumah. Baju dengan kancing di depan akan lebih mudah dibuka dan tidak menyenggol luka di lengannya. Memakai kaos hanya akan membuatnya sering mengangkat tangan jika berganti pakaian.“Enggak dibantu ganti baju, nih?” tanyanya sambil me
last updateLast Updated : 2022-11-07
Read more

Aku padamu, Gus!

“Tidak! Tidak apa-apa.” Hampir saja aku salah paham. Aku takut Gus Azam meminta haknya padahal aku belum siap. Bersyukur dia tidak boleh banyak gerak. Aku akan menghilangkan rasa takut itu perlahan. “Ambil ponselmu!” perintah suamiku. Aku segera mengambil ponsel yang masih berada di dalam tas. “Ini, Mas.” Bude Siti dan Pakde Irul membawakan ponselku ke rumah sakit, tetapi aku belum sempat menyimpan nomor Gus Azam. “Sini! Aku mau nulis namaku di hapemu supaya kamu bisa menghubungiku kalau ada apa-apa.”Setelah menulis namanya, dia mengembalikan ponselku. Aku tersenyum melihat nama yang dia tuliskan, Zauji.“Sekarang telepon nomorku, akan kusimpan balik!"Aku menuruti perintahnya, kupanggil kontak dengan nama ’Zauji' yang artinya suamiku. Dia tersenyum saat menulis namaku di ponselnya hingga membuatku penasaran. “Mas tulis apa namaku? Kok senyum-senyum begitu?”“Mau tau?” tanyanya dan kujawab dengan anggukan. “Mau tau aja apa mau tau banget?”“Enggak jadi, deh. Kelamaan!” Aku ber
last updateLast Updated : 2022-11-07
Read more

Masak

Pagi ini aku membantu Mbak Nur memasak untuk sarapan. Sudah lima hari semenjak kepulangan Gus Azam. Seharusnya kemarin sore kami sudah chek up, tetapi Gus Azam menolak karena alasan yang tidak masuk akal. “Besok pagi aja, aku ingin dirawat dan dimanja istriku untuk terakhir kalinya. Kalau luka ini sudah sembuh, aku tidak yakin kamu mau merawatku seperti ini, Sayang,” ucapnya kala aku membujuk untuk pergi ke rumah sakit. “Aku akan selalu di sampingmu, Mas. Siapa lagi kalau bukan aku yang merawatmu? Aku ini istrimu.” Aku membelai kepalanya yang sedang berada di pangkuanku. “Kamu akan kuliah, aku akan merasa sangat kehilanganmu.”Kemarin aku mendaftar kuliah diantar oleh Anin. Kami kuliah di kampus yang berbeda. Gus Azam mengizinkanku kuliah, tetapi harus satu kampus dengan adiknya, Gus Anam. Dia bilang aku tidak boleh terlalu jauh dari pantauannya. “Astaghfirullahalazim, aku kuliah hanya lima hari, Mas. Itu pun tidak fullday.”“Kamu hanya memiliki waktu dua hari untukku.”Aku memiji
last updateLast Updated : 2022-11-07
Read more

Pacaran

“Tidak ada apa-apa, Umi.” Mbak Nur kicep setelah umi masuk. “Masa apa hari ini? Biar Umi bantu.” “Kami sudah selesai, Umi. Tinggal tempenya saja.”Kami bertiga menghidangkan masakan di meja setelah semuanya selesai. Mbak Nur tidak pernah sarapan bersama kami, dia menolak meski aku memaksanya. Dia lebih suka makan di pondok bersama teman yang lain. Kami makan dalam diam. Abah tidak suka kami berbicara ketika makan. Namun, setiap kali selesai makan, Abah atau Umi akan mengawali perbincangan.“Hari ini kalian jadi ke rumah sakit, ’kan?” tanya Abah. “Jadi, Abah. Kami sudah menghubungi Dokter Hadi. Kebetulan beliau ada operasi nanti siang, kami harus berangkat pagi-pagi sekali,” jawab Gus Azam.“Alhamdulillah,” ucap Umi lega. “Nanti bias diantar sama Anam, ya!”“Tidak perlu, Umi. Azam mau ajakin Shafia jalan. Dia pasti suntuk di rumah terus.”Sebenarnya ini tidak terlalu buruk karena setiap hari Gus Azam selalu menghiburku. Dia juga mengizinkanku pergi ke pondok sesekali untuk menemui
last updateLast Updated : 2022-11-07
Read more

Kencan

“Apakah Anda sudah menceritakannya kepada suami?” tanya seorang wanita berjas putih di depanku. Aku menoleh kepada Gus Azam dan dia mengangguk. Aku tidak sanggup menceritakan kejadian buruk itu kepada orang lain. “Dia sudah menceritakannya, Dok. Awalnya dia hanya memendam semua itu sendiri hingga saya melihatnya selalu mengigau tiap malam dan tubuhnya mengeluarkan keringat dingin.Setelah itu dia menceritakan kepada saya jika selama ini dia selalu merasa ketakutan. Dia sudah dilecehkan dan hampir diperkosa untuk kedua kalinya. Sekarang pelakunya sudah dipenjara, tetapi Shafia masih trauma. Tubuhnya menolak setiap kali saya hendak menyentuhnya.”Saat ini kami sedang berada di sebuah ruangan bersama seorang dokter perempuan, namanya Dokter Irma. Dia adalah seorang psikiater yang bisa membantu kesembuhanku. Dokter Irma mencatat semua keluhanku. Kehilangan orang tua secara tiba-tiba, terjebak hutang, dan hampir diperkosa membuatku merasa sedih dan marah. Aku belum bisa berdamai denga
last updateLast Updated : 2022-11-08
Read more

Bakso

Kami tertawa bersama-sama hingga membuat kecanggungan di antara kami pecah begitu saja. “Kamu duluan, ladies first,” ucapnya sambil menyerutup es yang tersisa setengah. Sepertinya dia kehausan. “Aku tidak pernah pacaran sebelumnya. Aku tidak tahu apa saja yang dilakukan orang ketika kencan.”Mendengar ucapanku, Gus Azam tertawa hingga memegangi perut. “Aku juga tidak pernah pacaran, tetapi aku tahu bagaimana cara memperlakukan wanita dengan baik.”Aku percaya dengan ucapannya. Lelaki di sampingku ini mengajakku kencan untuk pertama kalinya. Aku sempat bertanya kepada Anin tata cara orang pacaran, tetapi sampai siang ini dia belum membalasnya. Padahal dia satu-satunya temanku yang sudah pernah pacaran. Kupikir aku yang terlalu polos, ternyata suamiku juga tidak punya pengalaman. Dia selalu menjaga pergaulannya meskipun sudah lulus S2. “Eh, tadi Mas mau ngomong apa?”“Apa, ya? Lupa,” ucapnya sambil menggaruk kepala. Kami berbincang cukup lama hingga terdengar suara azan. “Kita pula
last updateLast Updated : 2022-11-08
Read more

Makanan Favorit

“Pak Azam ngapain di sini?” Salah seorang gadis berkerudung merah mendekati suamiku. “Saya sedang makan bakso,” jawab Gus Azam ramah. Dua gadis lainnya juga semakin mendekat dan tampak antusias duduk di samping kanan dan kiri suamiku. Mereka sepertinya seusia denganku. Apa anak-anak pondok seagresif itu dengan ustaznya?“Kami boleh ikut gabung, Pak? Kita juga mau makan bakso.” Gadis berkerudung merah itu bertanya dengan mata berbinar. Gus Azam menatapku, dia menaikkan alisnya seolah meminta persetujuan. Namun, kugelengkan kepala. Aku tidak mau acara kencan kami rusak gara-gara gadis-gadis ini. “Masih ada tempat lain yang di sana,” ujar Gus Azam sembari menunjukkan beberapa meja yang masih kosong. Setelah mengatakan itu, ketiga gadis itu memelototiku. “Ada apa?” tanyaku keheranan. Mereka bertiga menatapku sinis seolah aku ini musuh mereka. Gus Azam tampak cuek, masih melanjutkan makannya dan mengabaikan tiga santrinya. “Kamu siapa? Kuliah di mana? Kenapa kami tidak pernah meliha
last updateLast Updated : 2022-11-08
Read more

Telepon dari Anin

Bukannya menjawab, suamiku malah terkekeh kemudian memberikan air putih untukku. “Minum dulu!”Dari raut wajah Gus Azam, sepertinya Anin telah mengatakan hal yang tidak-tidak. “Anin ngomong apa, Mas?”“Memangnya kamu tadi nanya apaan?” Duh! mati aku jika Gus Azam melihat riwayat chatku dengan Anin. Tidak pernah terpikirkan jika akan terjadi hal seperti ini. Aku tidak punya muka lagi di depan suamiku. “Mas pasti udah baca pesanku,” ucapku sembari menyerutup kuah bakso. Aku menunduk tidak berani melihat Gus Azam. “Belum. Aku tidak membuka pesanmu, hanya mengangkat telepon Anin karena berkali-kali dia menelepon. Aku takut mengganggu tidurmu, jadi kuangkat saja.”“Mas ngomong apa sama Anin?” “Mas enggak ngomong apa-apa.”Aku menatapnya penuh selidik. “Beneran?”“Mas hanya berdehem, tetapi setelah itu Anin langsung mematikan telepon.”Anak itu kalau udah ngomong mulutnya tidak bisa direm. Aku harus segera menemui Anin. “Pelan-pelan saja makannya. Nanti kamu tersedak lagi.”“Aku mau me
last updateLast Updated : 2022-11-08
Read more

Penjelasan Anin

“Nin, kamu tahu nggak kalau yang angkat telepon suamiku?”“Apaaa?” Anin membuka cadarnya kemudian segera minum es teh yang dia beli dari warung. “Kamu nggak bercanda, kan?”“Aku tadi ketiduran. Gus Azam yang angkat telepon, katanya takut kalau aku terbangun. Memangnya kamu ngomongin apa aja?”“Astaghfirullah, Gus Azam pasti berpikir yang tidak-tidak. Kamu belum baca pesanku, Fia?”Aku menggeleng, memang tidak membaca pesan dari Anin dan langsung ke pondok untuk menemuinya. “Aku belum sempat baca.”“Ya sudah, baca sekarang!”Aku mengambil ponsel kemudian membacanya. Pantas saja Gus Azam tertawa. Ternyata yang Anin katakan adalah pengalaman kencannya dengan sang mantan. Aku ingin tertawa, tetapi takut jika dia tersinggung. “Nggak usah ditahan kalau mau ketawa, emang aku dulu kayak gitu, Fia. Setiap orang punya masa lalu yang berbeda-beda.”“Beneran kamu berani melakukan hal seperti ini?” Tanyaku setelah membaca semua pesan yang dikirimkan Anin. “Dulu, Fia. Aku dulu enggak berjilbab,
last updateLast Updated : 2022-11-08
Read more

Mawar Putih

“Tidak apa-apa, Ning. Maaf, kami yang salah karena jalan tanpa melihat ke depan.” Mereka sepertinya baru pulang sekolah, pasti terburu-buru karena harus salat jamaah dan madrasah diniyah.Aku mengambil kitab yang jatuh dan memberikannya kepada gadis itu. “Enggak, aku yang salah,” ucapku sembari tersenyum.“Makasih, Ning,” ucapnya kemudian kubalas dengan anggukan. Semenjak menjadi menantu pemilik pesantren ini, banyak santriwati yang memanggilku ‘Ning’. Mereka semua menghormatiku, berbeda sekali ketika aku masih menjadi santri. Aku melanjutkan perjalananku menuju rumah, tetapi langkahku terhenti ketika mendengar beberapa santriwati yang tertawa di ujung gerbang pondok. “Kasihan banget Shafia, dulu sukanya sama adiknya, eh malah dapat kakaknya.” Seorang santriwati tertawa hingga tubuhnya berguncang seolah itu sebuah lelucon. “Mending kakaknya, lah. Lebih ganteng, tapi sayang kaku banget,” celetuk salah seorang santriwati lain hingga membuat santriwati yang lain tertawa. “Enggak b
last updateLast Updated : 2022-11-08
Read more
PREV
1
...
45678
...
14
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status