Home / Romansa / Aku Padamu, Gus! / Chapter 101 - Chapter 110

All Chapters of Aku Padamu, Gus!: Chapter 101 - Chapter 110

132 Chapters

Tentang Lamaran

Setelah menunggu selama satu jam, akhirnya Gus Azam pulang dibopong Abah dan Gus Anam. Setelah menjawab salam dari mereka, aku memeluk suamiku. “Jangan menangis! Mas baik-baik saja.” Diusapnya pelan kepalaku. Melihatnya selamat seperti ini membuatku lega meski ada beberapa luka di bagian tubuhnya. “Apa yang terjadi, Mas?” tanyaku setelah dia duduk di kursi. Abah dan Gus Anam juga mengikuti kami duduk di ruang tamu. Tampaknya mereka juga belum mendapatkan penjelasan dari Gus Azam. “Aku menabrak orang gila, Sayang. Dia tiba-tiba berlari berdiri di depan motor Mas. Kecelakaan pun tak bisa dihindari.”“Keadaannya sekarang bagaimana, Mas?”“Dia tidak apa-apa. Hanya siku dan lutut yang berdarah. Setelah diobati, Mas meminta Faiz untuk mengantarkan orang itu pulang ke rumah. Beruntung warga sekitar masih mengenalnya dan tahu di mana rumahnya.”“Syukurlah kalau begitu, tapi kenapa malah Mas Azam yang terluka parah?”“Mas banting setir,” ucapnya terkekeh. Aku bersyukur karena suamiku ma
last updateLast Updated : 2022-12-19
Read more

Kangen

Sehari setelah Gus Anam melamar Ustazah Layla, hari ini Abah dan Umi akan melamarkannya secara langsung. Kyai Abdullah baru saja pulang dari rumah sakit. Acara lamaran sederhana dilakukan di kediaman rumah Ustazah Layla.“Mas nggak ikuta?” tanyaku pada suamiku. “Mas di rumah saja. Bukankah sudah pasti kalau Anam diterima. Kalau Mas ikut, takunya malah Mas yang dikira mau melamar Layla.”Benar juga kata suamiku. Mungkin lebih baik dia memang di rumah bersama kami. Gus Azam hari ini masih perlu banyak istirahat. Luka di tubuhnya belum mengering. Dia memakai celana pendek supaya lututnya tidak terluka lagi. Aku yang mengerjakan semua pekerjaan rumah. Aku memintanya momong Meyda kali ini. “Mas, jangan dibkin ketawa terus! Nanti Meyda menangis!”“Tenang aja. Yang penting dia tidak menangis.”Merawat seorang bayi memang butuh kesabaran ekstra. Dia belum bisa mengungkapkan keinginannya agar dimengerti orang dewasa. Dia hanya tertawa, tersenyum, dan menangis. Namun, sebagai ibu kandungnya
last updateLast Updated : 2022-12-20
Read more

Mas Faiz

Aku menangis kencang hingga membuat Meyda terbangun. Kini aku bingung antara anak dan suamiku. Gus Azam pingsan dan Meyda menangis, tetapi tidak ada orang di rumah. Kuletakkan kepala suamiku dengan pelan di lantai. Segera kuambil Meyda dan menimangnya. Aku bingung harus melakukan apa sekarang. “Mas! Bangun!”Aku menepuk-nepuk pipi suamiku, tetapi dia bergeming. “Ya Allah, sadarkanlah suamiku. Mas Azam, bangun! Kami membutuhkanmu, Mas!”Aku tidak mungkin menghubungi Gus Anam. Dia pasti masih sibuk. Akhirnya kuputuskan menghubungi Mas Faiz. Aku akan memintanya datang ke rumah. Kuambil ponsel dan meminta anak buah suamiku untuk segera datang. “Tutup saja tokonya, Mas. Mbak mohon segera datang ke rumah. Mas Azam pingsan.”“Tenang, Mbak. Aku akan segera ke rumah.”Kututup telepon dan kembali menggoyangkan bahu Gus Azam, tetapi tidak ada respon sama sekali. Kuletakkan jari telunjukku di hidungnya, beruntung dia masih bernapas. Meyda yang kutimang sedari tadi kembali tidur. Dia hanya ka
last updateLast Updated : 2022-12-21
Read more

Rumah Sakit

“Bagaimana keadaan Azam, Fia?” tanya Umi setelah aku keluar dari ruangan dokter. Ada Gus Anam beserta Abah dan Umi yang menunggu bersama Mas Faiz. Meyda pun sudah digendong sama Umi. Sepertinya mereka sudah cukup lama sampai di sini. “Mas Azam baik-baik saja, Umi. Hanya kecapekan.”“Kecapekan?” Umi tampak berpikir.Selama ini memang Gus Azam jarang sekali sakit kecuali kecelakaan. Dia lelaki yang kuat atau lebih tepatnya selalu berusaha menjadi lelaki yang kuat. Dia tidak pernah menunjukkan kelemahannya sampai sakit ini menyerang tubuhnya. “Mas Azam kecapekan?” Gus Azam tertawa. “Dia tidak seperti itu. Capek tidak akan membuatnya pingsan seperti ini.”Bagaimana mungkin dia tahu semua itu? Tatapan mata Gus Anam seolah ingin mengulitiku. Dia pasti tahu jika aku sedang berbohong. Mungkin lebih baik aku diam saja. “Nam, jangan seperti itu sama Fia. Lihatlah dia ketakutan melihatmu.”Benar kata Umi. Aku ketakutan melihat wajah adik iparku. Dia seolah ingin menerkam dan memangsaku hidup
last updateLast Updated : 2022-12-22
Read more

Dokter Nathan

Setelah Gus Azam terlihat baik-baik saja, Gus Anam mengantarkan Abah dan Umi pulang. Saat itulah Dokter Nathan masuk ke dalam ruangan. “Bagaimana keadaan saya, Dok?” tanya Gus Azam sambil mencoba duduk. “Keadaan Bapak cukup memprihatinkan sebenarnya. Kita harus secepatnya melakukan operasi, Pak.”Seperti yang disampaikan Dokter Nathan beberapa hari yang lalu jika penyumbatan pembuluh darah di kepala Gus Azam semakin parah, maka jalan satu-satunya adalah operasi. “Apakah tidak ada obat penahan rasa sakit yang dosisnya lebih tinggi, Dok? Adik saya akan menikah beberapa hari lagi. Saya tidak mungkin mengecewakannya. Saya harus jadi saksinya.”Dokter Nathan menggeleng. “Anda harus istirahat total sebelum operasi, Pak.”“Saya akan istirahat di rumah. Istri saya yang akan membantu mengawasi saya. Jika adik saya selesai akad nikah, saya siap dioperasi, Dok.”“Bagaimana, Ibu? Apakah Anda sanggup merawat seorang bayi dan juga ayahnya yang sakit-sakitan?” tanya Dokter Nathan padaku. Aku mel
last updateLast Updated : 2022-12-24
Read more

Sate Kambing

“Sudah kubilang berapa kali, Nam? Aku tidak sakit. Aku hanya lelah karena akhir-akhir ini selalu begadang menemani Shafia.”Benar sekali yang diucapkan Gus Azam. Semenjak Umi pulang dari Jakarta, Gus Azam meminta Abah dan Umi tidur di rumah. Gus Azam berkata bahwa dia akan selalu menemaniku menjaga Meyda. Umi pun percaya dan menyetujuinya. Mungkin karena hal itu juga yang membuat Gus Azam semakin drop. Dia seharusnya istirahat karena kepalanya sering sakit akhir-akhir ini, tetapi dia malah sibuk membantuku mengurus pekerjaan rumah. Apa aku perlu asisten rumah tangga? Aku akan membicarakannya nanti dengan Gus Azam ketika sudah sampai di rumah. “Tapi Mas Azam tadi pingsan cukup lama. Pasti ada sesuatu yang disembunyikan.”Gus Azam menggeleng. “Aku tadi memang pingsan, tetapi lama-lama aku mimpi. Mungkin aku ketiduran,” ucapnya terkekeh. Gus Anam menarik napas dan membuangnya kasar. Dia meninju lengan Gus Azam dan terlihat sangat kesal dengan kakaknya. “Ya sudah, ayo pulang sekarang!
last updateLast Updated : 2022-12-25
Read more

Kelaparan

“Fia ... tolong!“Mas Azam?” Aku segera bangun dan berlari arah sumber suara. Perasaanku campur aduk. Ada apa dengan suamiku? Kenapa dia berteriak meminta tolong? Perasaanku semakin kacau saat tidak terdengar lagi suaranya. Aku takut suamiku pingsan lagi. Dengan napas terengah-engah akhirnya aku sampai di dapur, tetapi pemandangan yang kulihat rasanya membuatku ingin mengeluarkan tanduk. Aku melihat Gus Azam sedang menghidupkan kompor dan memanaskan sate lagi. “Mas!”“Sayang, maaf. Tadi gasnya habis. Aku mau minta tolong benerin, tapi sekarang udah bisa.”Ibarat banteng yang sedang berlari mengejar kain berwarna merah, mendadak oleng dan balik badan karena kainnya berubah warna setelah mendekat. “Ya Allah, Mas! Kamu beneran lapar atau kelaparan? Aku panik sekali mendengar teriakanmu, tetapi kamu malah enak-enakan seperti ini?”“Aku kelaparan, Sayang. Bukankah tadi siang aku belum makan?”Akhirnya aku menemani Gus Azam makan. Tidak tega rasanya aku meninggalkannya meski perasaanku
last updateLast Updated : 2022-12-26
Read more

Ke Rumah Abah

Ketika nifas, banyak sekali hal yang tidak diperbolehkan bagi seorang wanita. Salah satunya yaitu melakukan hubungan seks. Suamiku tahu betul hal itu, dia juga tidak pernah memintaku melakukannya, tetapi aku takut dia tidak bisa menahannya. “Mas!” Aku menghadangnya ketika dia keluar dari kamar mandi. “Maafkan aku.”“Tidak apa-apa. Mas yang salah. Seharusnya Mas bisa menahannya.”Usai kejadian itu, Gus Azam menjadi sedikit pendiam. Dia tidak bisa berpuasa karena aku tidak mengizinkan. Rasanya dia sedikit menjauh dan sulit kugapai. Dia memang menuruti semua yang kularang hingga tibalah waktu pernikahan Gus Anam tiba. Beruntung selama lima hari belakangan penyakitnya tidak kambuh. Aku bersyukur dia masih mau mendengarkan nasihatku. Kami bersiap-siap untuk berangkat pagi ini. Gus Azam membantuku mengurus Meyda. Aku sendiri mempersiapkan beberapa keperluan kami. Gus Azam mengatakan ingin menginap di rumah Umi kali ini. “Sudah selesai, Umi?” tanya Gus Azam. Sekarang dia memanggilku Umi
last updateLast Updated : 2022-12-27
Read more

Tahun Baru

Aku melihat seorang wanita berjilbab membawa rantang. Sepertinya dia baru pulang dari pasar. Padahal di rumah sedang repot, mengapa malah dia ke pasar? Dia berlari mendekat ke arahku dan Gus Azam yang baru saja turun dari mobil. “Mbak Nur!” “Masya Allah, Fia. Gimana kabarnya?” “Alhamdulillah sehat. Seperti yang Mbak Nur lihat sekarang.” Mbak Nur tampak antusias melihat bayiku. “Fia, masuk dulu, Nak,” perintah Umi. Aku dan Gus Azam masuk bersama ke rumah Abah sedangkan Mbak Nur langsung menuju ke pintu belakang. Di dalam sudah ada berbagai macam parsel dan barang bawaan yang akan dibawa ke rumah pengantin wanita. Akad nikah akan dilaksanakan sehabis Zuhur. Kami masih bisa siap-siap sampai nanti siang. “Fia, sini biar Meyda sama Mbah.” Umi meminta Meyda untuk digendong. Beberapa hari sebelum acara pernikahan Gus Anam, Umi jarang sekali ke rumah. Beliau sibuk mempersiapkan semuanya sehingga tidak sempat menjenguk cucunya. “Cucunya Mbah Uti makin hari makin gembul.” Dengan bangga,
last updateLast Updated : 2023-01-01
Read more

Ternyata

Aku menemui Umi setelah melayani suamiku. Aku memintanya istirahat setelah minum obat. Masih dua jam keberangkatan kami ke rumah Kyai Abdullah. Ternyata Meyda dikenalkan dengan saudara Abah dan Umi. Kulihat dari kejauhan, sepertinya Meyda aman. Dia tidak menangis dan terlihat tenang. Saat ini sedang musim dingin. Seharian terkadang hujan terus, kadang juga angin kencang. Meyda malah merasa nyaman karena selalu memakai baju tebal. Dia menjadi lebih banyak tidur ketika siang hari. Akhirnya kuputuskan untuk ke dapur menemui Mbak Nur. Lebih baik aku membantunya saja. Namun, baru beberapa langkah, aku mendengar seseorang menyebut namaku. “Beruntung banget ya Shafia jadi menantumu. Harusnya dulu itu Azam sama Layla.”Aku memegang dadaku yang tiba-tiba terasa nyeri. Ingin aku berbalik, tetapi tidak berani. Suara seorang wanita yang sepertinya seusia Umi itu membuatku lemas seketika. “Ampun ngoten, Mbak. Semua sudah takdirnya. Toh sekarang Layla juga bakal jadi menantu saya.”“Layla itu
last updateLast Updated : 2023-01-02
Read more
PREV
1
...
91011121314
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status