Home / Romansa / Aku Padamu, Gus! / Chapter 111 - Chapter 120

All Chapters of Aku Padamu, Gus!: Chapter 111 - Chapter 120

132 Chapters

Berangkat

Bakda Zuhur, aku membangunkan Gus Azam. Kami harus bersiap untuk berangkat ke rumah Kyai Abdullah. Saudara Abah dan Umi pun sudah hadir semua. “Mas, bangun!” Aku mengguncang-guncangkan tubuh suamiku, tetapi dia bergeming. “Mas! Bangun, Mas!” Berkali kucoba, tetapi Gus Azam tak bergerak. Aku mengecek denyut nadinya, ternyata masih normal. Pun jantungnya masih berdetak. Kuletakkan tanganku ke hidungnya, dia masih bernapas. “Mas, bangun! Jangan bikin aku khawatir.” Sekali lagi aku mengguncang tubuhnya, tetapi dia masih tidak bangun juga. “Ya Allah .... Bagaimana ini?” Meyda sudah tidur di kamar Umi. Sengaja diletakkan di sana supaya tidak mengganggu abahnya. Kini malah Gus Azam yang keenakan. Aku melihat air di gelas sisa dia meminum obat. Kuambil gelas itu dan hendak menyiram wajah Gus Azam, tetapi tanganku digenggam erat olehnya. Beberapa saat kemudian dia bangun dan tertawa. “Takut banget kalau aku nggak bangun.” “Mas Azam!” kuletakkan gelas kembali ke meja kemudian duduk di sa
last updateLast Updated : 2023-01-03
Read more

SAH

Kami turun dari mobil disambut dengan penerima tamu yang sepertinya bukan dari kalangan pesantren. Mereka sepertinya sengaja menyewa tenaga sinoman. Mereka adalah sekelompok pemuda yang membantu orang yang sedang mempunyai hajat sebagai pelayan tamu (terutama di pedesaan).Di daerah sini memang banyak sekali pesantren yang letaknya di pinggiran desa. Hal itulah yang menjadi salah satu ciri khas pondok pesantren di kota ini. Gus Anam berjalan paling depan didampingi Abah dan Umi. Wajahnya semringah meski dia terpaksa menikah dengan Ustazah Layla. “Bismillah, Nam!” Gus Azam menepuk bahu adiknya dari belakang. Aku dan Gus Azam berjalan di belakang Gus Anam. Di tampak begitu gagah memakai jas seperti ini. Di belakang kami ada saudara Abah dan Umi yang membantu membawakan seserahan. “Selamat datang, Kyai.”Kami langsung diarahkan ke tempat yang sudah disediakan. Ternyata rumah Ustazah Layla lebih bagus dari rumah Abah. Meski sama-sama di pedalaman, tempat ini lebih luas. Ada pelaminan
last updateLast Updated : 2023-01-04
Read more

Pingsan

“Umi, titip Meyda sebentar.” Kami berjalan melewati banyak orang menuju ke kamar mandi. Benar saja Gus Azam sedang pingsan di dekat pintu kamar mandi. Aku berlari dan berteriak histeris saat melihat tubuh suamiku tergeletak di lantai. “Mas Azam!” Aku menggoyangkan tubuhnya, tetapi dia tidak terbangun. “Siapa pun kumohon tolong suamiku.” Aku menangis sesenggukan karena semua orang hanya mengerubungi suamiku. Kusangga kepalanya di pangkuan. “Mas Azam! Bangun, Mas. Kamu sudah berjanji akan menemaniku hingga tua. Kamu sudah berjanji akan membantuku menjaga Meyda hingga dia dewasa. Dia masih kecil, Mas. Kumohon bangunlah!” Semua orang hanya menatap kami iba tanpa mau membantu. Aku masih bisa merasakan denyut nadi di pergelangan tangannya meski terasa sangat lemah. “Mas Azam!” Gus Anam berjongkok kemudian mengangkat suamiku. “Tolong bantu saya membawanya ke mobil.” Gus Anam meminta seorang santri membantu mengangkat tubuh suamiku. Lelaki yang baru saja melepas masa lajangnya itu mengan
last updateLast Updated : 2023-01-05
Read more

Diam

Operasi tidak bisa dilakukan sekarang karena Gus Azam sedang drop. Badannya terlihat sehat, tetapi tekanan darahnya naik. Entah apa yang membuatnya seperti itu, aku tidak tahu. Sedari tadi dia hanya diam tanpa kata. Dia tidak mau berbicara kepadaku. Abah dan Umi pergi salat Isya sekalian makan malam. Aku sendiri menimang Meyda sambil membacakan sholawat. Dia sepertinya tahu jika kedua orang tuanya saling diam. Sedari tadi Meyda agak rewel meski sudah kenyang minum asi. Dia bahkan sampai gumoh beberapa kali karena minum terus. “Sini biar Meyda sama aku dulu.” Perasaanku sedikit lega mendengar suamiku bicara. Perlahan aku memberikan Meyda pada abinya. Meyda terdiam, matanya terlihat berbinar. Mungkin dia merindukan abinya karena semenjak tadi siang, Gus Azam belum menggendongnya. “Kenapa Mas diam? Aku takut.” “Maaf. Mas hanya sedang bingung.” “Bingung kenapa, Mas? Ada aku di sini. Aku ini istrimu. Mas bisa mengatakan semuanya padaku. Semua masalah bisa dibicarakan.” “Abah dan Umi
last updateLast Updated : 2023-01-07
Read more

Lelaki Itu

Aku mendongak menatap lelaki yang lebih tinggi dariku ini. Sekilas aku seperti pernah melihat wajahnya, tetapi siapa? “Maaf, Mbak,” ucapnya kemudian mengambil bingkisan plastik putih yang terjatuh. Sepertinya dia habis menebus obat. “Aku yang seharusnya minta maaf karena tidak melihat ke depan.” Aku mengatupkan kedua tangan di depan dada. “Saya juga terburu-buru, Mbak. Maaf permisi, Bapak saya sedang sekarat dan harus segera mendapatkan obat ini.” Aku menatap punggung lelaki itu yang mulai menjauh. Sepertinya dia seusia denganku. Kasihan sekali, dia pasti sangat takut kehilangan orang tuanya. Aku sampai di ruangan Mas Azam ketika Dokter Nathan bersama seorang perawat sedang memeriksa suamiku. Meyda sudah tidur, tetapi Umi masih menimangnya. “Tekanan darahnya sudah mulai normal. Besok jika keadaan Pak Azam stabil, kami akan melakukan operasi.” Dokter Nathan menjelaskan kepada Abah dan Umi mengenai penyakit yang diderita Gus Azam. Dokter Nathan juga menjelaskan prosedur pemeriksaa
last updateLast Updated : 2023-01-08
Read more

Operasi

Entah sejak kapan aku tertidur, kini tanganku terasa kebas dan kesemutan. Meyda menangis hingga membuatku bangun dan kelabakan. Kulihat Meyda sudah ditimang abinya. “Sudah lama, Mas?” “Cukup lama. Tadi dia nggak nangis. Melek doang, jadi Mas nggak bangunin kamu.” Kulihat Abah dan Umi masih terlelap. Segera kususui Meyda supaya mereka tidak terbangun. Baru sebentar menyusu, Meyda terlelap lagi. Namun, sepertinya ini sudah pagi. Terdengar samar lantunan ayat suci Al-Quran dari kejauhan. “Jam berapa, Mas?” “Setengah empat.” Jawaban Gus Azam membuatku terkejut. Biasanya Meyda terbangun ketika jam tiga pagi. “Berarti Meyda sudah lama terbangun, Mas?” Gus Azam mengangguk. “Dia mau menemaniku yang tidak bisa tidur.” “Mas tidak tidur?” Gus Azam mengangguk lagi. “Iya, Mas tidak bisa tidur setelah Meyda terbangun.” Meyda sepertinya kelelahan sehingga tidur pulas. Aku sendiri malah tertidur cukup lama dan tidak bangun. Padahal biasanya aku selalu bangun setiap satu jam sekali untuk meny
last updateLast Updated : 2023-01-10
Read more

Masih Misteri

Sejenak aku melupakan perkataan Ustazah Layla. Aku telah berjanji kepada suamiku untuk selalu mempercayainya. Semua masalah harus dibicarakan supaya tidak ada kesalahpahaman. Namun, kali ini aku seperti tidak ingin mengetahui kebenarannya. Aku takut hatiku semakin terluka jika mengetahui fakta di balik semua ini. Aku beristighfar dan menarik napas dalam-dalam supaya perasaanku tenang, tetapi hingga beberapa kali tetap saja rasanya sesak. Yang terpenting bagiku sekarang adalah kesembuhan Gus Azam. “Fia, bagaimana operasinya?” tanya Umi yang sepertinya sudah menyelesaikan kewajibannya. “Alhamdulillah operasinya lancar, Umi. Tapi kita harus menunggu Mas Azam dipindahkan.” “Ya sudah, kamu istirahat saja dulu. Biar Meyda sama Umi dulu. Mumpung lagi tidur.” Sebenarnya ingin sekali aku pergi selagi ada Umi. Pun Gus Azam belum dipindahkan. Aku bisa istirahat makan siang, tetapi juga ingin melihat keadaan suamiku setelah operasi. Hal yang paling membuatku merasa bersyukur di sela-sela kea
last updateLast Updated : 2023-01-12
Read more

Bertemu Lagi

“Maksudmu apa, Gus?”Aku tidak habis pikir dengan lelaki di hadapanku ini. Kupikir setelah melanjutkan kuliah S2, dia sudah melupakan rasanya padaku. Ternyata dia tidak berubah. Padahal dia sudah menikah sekarang. Aku berharap dia bisa melupakanku setelah menikah, tetapi kenapa sekarang jadi seperti ini?Gus Anam tidak menjawab. Dia seperti tengah memikirkan sesuatu. “Apa yang sebenarnya terjadi, Gus?”“Aku tidak bisa mengatakannya padamu. Aku hanya memintamu supaya selalu bahagia bersama Mas Azam. Aku tidak ingin ada air mata kesedihan yang menetes di pipimu.”Aku tersenyum mendengar gombalannya. “Aku sudah memiliki anak, gombalanmu sudah tidak bisa membuatku baper, Gus!”“Aku tahu itu.” Gus Anam sudah menghabiskan dua rotinya kemudian beranjak berdiri. “Habiskan rotinya. Kamu harus kuat sampai Mas Azam sembuh.”Setelah mengatakan itu, Gus Anam pergi. Dia sangat aneh sekali. Disisakannya dua roti untukku, tetapi memakan satu roti saja rasanya sudah membuatku kenyang. Di saat aku sud
last updateLast Updated : 2023-01-16
Read more

Takut

“Apa tidak Abah tanyakan dulu pada Mas Azam dan Fia?” Aku menghentikan langkah mendengar percakapan mereka. Aku tidak salah dengar jika mereka membicarakan keluargaku? Apa yang mereka inginkan sebenarnya? Abah menggeleng. “Lebih baik mereka tinggal sama Abah dulu. Fia bisa mengurus Meyda dibantu Umi. Sekarang jam mengajar Umi juga sudah dikurangi. Azam biar pulih dulu.” “Tapi Abah, bagaimana jika Layla mendekati Mas Azam?” “Mungkin lebih baik kamu tinggal di rumahnya untuk sementara.” Gus Anam menarik napas panjang. Dia sandarkan tubuhnya ke kursi tunggu hingga pandangan matanya bertemu denganku. “Fia?” Aku hanya mengangguk kemudian berjalan mendekat. “Mas Azam sudah sadar, Gus?” “Belum, tetapi Dokter sudah memperbolehkan keluarga untuk masuk.” Aku bersyukur karena hari ini operasi berjalan dengan lancar. Semoga setelah ini Gus Azam bisa lekas pulih. Dia bisa kembali melakukan aktivitas seperti biasa. Abah menemaniku masuk ke ruangan. Beliau pasti tahu bagaimana menantunya ini
last updateLast Updated : 2023-01-19
Read more

Sadar

“Satu jam lagi, Ibu. Itu sudah sesuai dengan dosis yang diberikan.”Dokter Nathan mengatakan aku tidak perlu khawatir. Mungkin sekarang Gus Azam sudah mulai bisa mendengar, tetapi belum sepenuhnya sadar. Hingga azan Asar berkumandang, aku terbangun kala kurasakan sebuah sentuhan di kepalaku. “Mas Azam? Alhamdulillah Engkau berikan kesadaran pada suamiku, ya Allah.” Suamiku tersenyum meski wajahnya terlihat masih pucat. Dia mengelus kepalaku yang berbalut jilbab. Entah sejak kapan aku tertidur dan di belakang tidak ada Meyda maupun Abah dan Umi. Melihat kebingunganku, Gus Azam berbicara. “Aku meminta Umi dan Abah pulang. Kasihan Meyda harus berlama-lama di rumah sakit. Rumah sakit itu bukan tempat yang baik untuknya.”“Sejak kapan Mas Azam sadar?”“Cukup lama, semenjak ilermu masih menetes di tanganku,” ucapnya sambil tersenyum. Aku melihat ke tempat di mana aku menyandarkan kepala ketika tertidur, ternyata benar ada bekas iler di sana. Rasanya aku ingin bersembunyi di bawah branka
last updateLast Updated : 2023-01-22
Read more
PREV
1
...
91011121314
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status