Semua Bab GARA-GARA LUPA MEMATIKAN VIDEO CALL: Bab 71 - Bab 80
101 Bab
tujuh puluh satu
Sampai malam menjelang, ponsel Santi tak bisa dihubungi oleh Sumi. Sebenarnya Sumi tak begitu khawatir karena kakaknya itu sudah terbiasa pergi dalam beberapa hari. Yang membuatnya resah adalah kedatangan beberapa lelaki sore tadi. Mereka adalah penagih hutang almarhum bapaknya. Dalam kebingungan, Sumi menghubungi Siti dan Suji. Namun, dia harus menelan kekecewaan setelah nomor yang dituju sedang tidak aktif.Dalam kepanikan, Sumi teringat dengan ATM yang dibawanya. Gadis itu pun meminta izin pada penagih hutang untuk menunggunya sebentar. Sumi meminta Mina dan seorang satpam untuk menemani 'tamunya' tersebut. Sumi bergegas turun dari ojek online yang dipesannya, tanpa basa-basi, gadis itu menyerahkan sejumlah uang pada sang penagih. "Ini masih kurang ya, Neng. Ini hanya untuk membayar bunganya. Kemarin hutang Pak Marno beserta bunganya ada 75 juta, sehari tidak bayar sudah menjadi 80 juta. Nengnya paham?" tanyanya dengan lembut pada Sumi."Hah? Sehari bunganya lima juta?!" Tanpa sad
Baca selengkapnya
Tujuh puluh dua
Farida menghentikan kegiatannya setelah mendengar seseorang mengucapkan salam. Wanita yang sedang mencuci piring itu membersihkan tangannya lalu mengelap sekedarnya kemudian bergegas melangkah keluar."Assalamualaikum ...." Lagi seseorang mengucapkan salam seolah tidak sabar untuk segera dibukakan pintu."Wa'alaikumussalam," balas Farida sedikit keras, agar seseorang yang di balik pintu mengetahui kalau salamnya sudah dibalas."Mbak Miranti, apa kabar?" sambut Farida setelah pintu terbuka. "Alhamdulillah, baik, Da," sahut Miranti–sepupu jauh Farida. Miranti tak sendiri dia datang bersama dengan Kinan–putrinya."Aduh ... surprise sekali ini," ucap Farida sambil menyambut uluran tangan Kinan untuk salim. "Ayo masuk dulu," ajak Farida sambil mengelus kepala gadis berambut lurus tersebut. "Kinan udah besar ya ... dan semakin cantik, masyaallah ...," puji Farida tulus. Kemudian dia membuka pintu sedikit lebar, lalu mempersilahkan kedua tamunya masuk lebih dulu."Maaf ya, Da. Kami datang t
Baca selengkapnya
tujuh puluh tiga
Siti hanya bisa menangis mendengar kabar tentang kakaknya. Saat ini dirinya sama menderitanya. Hidupnya memang bergelimang harta. Namun, dia tak bisa ke mana-mana, Siti layaknya burung yang berada di sangkar emas, karena sang 'pemilik' tak mengizinkan dia pergi ke mana-mana. Siti memang dijadikan 'peliharaan' oleh seorang bos, bahkan hal itu telah diketahui oleh sang istri yang sudah tak mampu lagi mengimbangi permainan suaminya di ranjang.Sedangkan Suji sama sekali tak bisa dihubungi, adik lelaki Santi itu menghilang tanpa jejak, tak ada kabar sama sekali semenjak kematian sang bapak. Kini tinggal Sumi dan Mina yang mendampingi Santi di rumah sakit, sementara pihak kepolisian seolah enggan mengusut kasus yang menimpa Santi.Dalam kekalutan, Sumi menghubungi Haris, meminta bantuan pada sang pengacara sekaligus teman dekat kakaknya. Karena hanya Haris, lelaki yang sering datang ke rumahnya untuk menemui sang kakak.Selang beberapa saat, Haris pun datang. Pengacara itu seolah tak perca
Baca selengkapnya
tujuh puluh empat
Dalam sebuah kamar, Sumi meringkuk sambil merintih. Adik bungsu Santi itu merasakan nyeri ditubuh bagian bawahnya setelah menyerahkan mahkotanya pada Haris. Gadis yang tak lagi perawan itu hanya bisa menangis dalam diam. Dia memang pernah berkeinginan untuk menjadi wanita simpanan seperti kakak-kakaknya, tetapi tidak secepat ini, gadis 19 tahun itu belum siap. Sungguh pengorbanan yang sangat luar biasa untuk seorang saudara. Sementara Haris sudah terlelap dengan peluh di wajah dan sekujur tubuhnya.Di sebuah ruangan, beberapa perawat tengah membicarakan Santi, pasein dengan luka bakar yang cukup serius. Mereka menduga-duga menurut versi masing-masing. "Mungkin pelakunya itu mantan suaminya, kayak kasus yang dulu itu, pernah viral kan? Ingat nggak?" ucap seseorang setelah menggigit gorengan yang sudah dingin."Bisa jadi." Gadis dengan tubuh gemoy menimpali sambil menatap temannya yang sedang ngemil gorengan. "Enak banget ya jadi kamu, makan banyak pun tak jadi daging," gumamnya sambil
Baca selengkapnya
tujuh puluh lima
Di dalam kamar utama rumah tersebut, Farida sedang berdiskusi dengan Handoko. Orang tua Iyan itu memikirkan cara agar pernikahan Iyan dan Ambar tetap berjalan sesuai rencana. Farida merasa tidak nyaman dengan sikap Kinan yang kekanak-kanakan juga egois itu."Bagaimana kalau akad nikahnya dilakukan di apartemen saja, Pak? Aku khawatir Ambar marah dan tak mau menikah dengan Iyan.""Sabar dulu, Bu. Kita tunggu Iyan pulang. Nanti kita bicarakan dengannya. Apa benar dia telah berjanji pada Kinan.""Pak, janji itu diucapkan ketika dia masih kecil, mereka sedang bermain, Pak. Bapak bicara seperti itu seolah mendukung keinginan Kinan. Itu terjadi beberapa tahun yang lalu, Pak. Bagaimana Bapak bisa berkata seperti itu?""Jangan emosi dulu, Bu. Masalah kalau dihadapi dengan hati yang marah tak kan menemukan jalan keluar yang baik. Percayalah sama Bapak. Sudah, kamu tenang dulu. Aku mau telpon Vina, mau tanya sekarang mereka di mana?"Belum juga Handoko menekan nomor anaknya, ponselnya terlebih
Baca selengkapnya
tujuh puluh enam
Iyan membawa Kinan ke sebuah taman. Lelaki jangkung itu mengajak Kinan ke sebuah gazebo. Ketika mendengar pembicaraan Kinan tadi, Iyan lansung paham kemana arahnya, hingga memicu kekesalan adiknya. Dia juga bisa memahami kecemasan di wajah orang tuanya juga Miranti."Apa kabar?" tanya Iyan mencoba mencairkan suasana, setelah mereka duduk di gubuk beratapkan daun rumbia itu dengan kaki menjuntai."Baik, Mas. Maaf jika kedatanganku tiba-tiba. Aku hanya ingin kita menunaikan janji yang pernah terucap," sahut Kinan dengan percaya diri. "Janji? Bukannya kamu sendiri yang mengatakan kalau janji itu telah gugur?" sahut Iyan, lelaki bermata elang itu menoleh pada Kinan yang duduk di sebelahnya."Aku menyesal telah mengatakannya, Mas. Sekarang aku sadar jika Mas Iyan adalah yang terbaik, dan aku ingin mewujudkan janji itu." Gadis berlesung pipi itu membalas tatapan Iyan. "Terlambat, Kinan. Aku telah mengubur semuanya. Sekarang aku sudah menemukan seseorang yang akan menemani hari-hariku," sa
Baca selengkapnya
tujuh puluh tujuh
"Sementara pakai uangku dulu, nanti kalau rumahnya sudah laku, kamu bisa menggantinya," ucap Haris yang seperti sebuah angin segar untuk Sumi. Sebenarnya adik bungsu Santi itu ingin mengutarakan hal yang sama. Namun, dia tak punya keberanian untuk mengungkapkannya.Tak tanggung-tanggung, Haris juga membayar semua hutang mendiang Pak Marno. Dia juga diam-diam membayar hutang Santi di restoran, sebagai gantinya dia mengambil mobil yang harganya jauh lebih banyak dibandingkan hutang makan Santi yang cuma 20 juta.Haris dan Sumi sudah berada di rumah sakit, kini mereka tengah menunggu di depan ruang operasi. Sumi duduk berdekatan dengan Mina, orang lain yang sudah seperti keluarga sendiri. Selama ditinggal Sumi, Mina lah yang menunggu Santi."Sum, aku pergi dulu. Nanti kalau ada apa-apa, langsung hubungi aku," ucap Haris sambil bangkit dari duduknya. Sumi tak menyahut hanya mengangguk mengiyakan.Selepas kepergian Haris, Sumi dan Mina mengobrol serius. "Bik, setelah Mbak Santi sembuh, Bib
Baca selengkapnya
tujuh puluh delapan
Iyan menatap heran pada bundanya Alif yang hanya berdiri di depan kompor. Dari posisinya, wanita itu terlihat sedang kebingungan. Iyan sengaja tidak bersuara, dia memilih diam memperhatikan punggung ramping itu. "Andai sudah sah ...." Lelaki itu membatin, tanpa sadar bibirnya mengulas sebuah senyuman ketika membayangkan apa saja yang bisa dilakukan jika mereka sudah sah. Namun, itu tak berlangsung lama, Iyan segera tersadar, lelaki pemilik tubuh jangkung itu menggeleng, mengingat apa yang dipikirkannya. "Bunda ... Bundanya Alif ...?" sapanya dengan suara yang dibuat setenang mungkin.Ambar menoleh, wanita pemilik iris cokelat itu terjingkat melihat kehadiran Iyan. "Maaf, Abangnya Vina. Ternyata kopinya habis," sahutnya. Iyan semakin gemas ketika melihat Ambar menggigit bibir bawahnya setelah berucap."Jadi karena itu kamu lama di dapur?" tanya Iyan sambil melangkah mendekat. Ditariknya kursi meja makan, lalu mendudukinya."Iya, maaf." Lagi Ambar merasa malu karena menawarkan sesuatu y
Baca selengkapnya
tujuh puluh sembilan
"Terima kasih penjelasannya, Mbak," ucap Mina, siapapun pasti mengira kalau Mina adalah ibu dari Santi, termasuk perawat tersebut."Iya, sama-sama, Bu." Selepas kepergian perawat, Mina kembali termenung sambil menatap majikannya. "Sungguh, karma itu sangat kejam. Ini baru di dunia. Lalu seperti apa pembalasan di akhirat kelak?" gumamnya sambil bergidik ngeri.Santi yang mendengar gumaman Mina menjadi kesal, bisa-bisanya pembantunya itu berkata seperti itu. Secara kesadaran, Santi sudah mulai bisa mengingat hal terakhir yang terjadi padanya. Namun, perempuan itu masih belum bisa mengingat apa yang terjadi padanya hingga bisa berada di rumah sakit. Ingin sekali dia bertanya pada Mina. Namun, dia masih belum bisa bicara dengan jelas."Bagaimana dengan mobilku?" batin Santi cemas. Dia benar-benar khawatir dengan harta bendanya. Santi semakin gelisah saat teringat hutang bapaknya yang akan terus berbunga sebelum dilunasi. Karena jaminannya tak main-main, rumah yang selama ini dia impikan
Baca selengkapnya
delapan puluh
Lorong rumah sakit itu terlihat ramai dangan lalu lalang orang. Berbagai ekspresi nampak dari raut wajah-wajah itu. Ada yang terlihat lelah, kesakitan dan sedih, hanya anak-anak kecil yang bisa tertawa lepas di sepanjang lorong tempat Vina dan keluarganya duduk di sebuah bangku panjang dari besi. Semua terlihat tegang, sementara Miranti masih menangis tersedu sejak dari rumah."Apa yang terjadi?" tanya Iyan yang baru saja sampai, napasnya ngos-ngosan karena terlalu tergesa-gesa. "Kinan ... dia mencoba bunuh diri dengan mengiris pergelangan tangannya," sahut Vina. Gadis itu menatap lekat pada abangnya."Ini semua gara-gara kamu, Yan! Andai kamu tidak mengingkari janji, pasti semua ini tak kan terjadi!" Dengan emosional Miranti mencecar lelaki bermata elang itu.Handoko memegang tangan istrinya ketika wanita itu hendak membalas ucapan Miranti, lelaki itu mengisyaratkan agar wanita yang sangat dicintainya itu diam sama seperti yang dilakukan putranya, lelaki jangkung itu tak membela dir
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status