Wirda Aku tentu saja merasa berbahagia bisa menikahi suami seperti Budiman. Dia pekerja keras. Sangat perhatian padaku, bahkan ketika aku hanya terkena flu ringan sekalipun, Mas Budi lantas menyuruhku minum air yang banyak, minum obat, lalu membelikanku buah-buahan. Ketika aku merasa lemah dan capek dalam mengurus rumah (saat itu rumah di Semarang), Mas Budi lantas menghiburku agar rasa penatku menghilang. Kami pun selalu bercinta dengan sangat romatis. Kami selalu bercumbu setiap pagi datang, dan entah mulai sejak kapan itu menjadi rutinitas. Singkatnya, beberapa tahun setelah menikah, aku masih merasakan kehangatan dari Mas Budi, sama halnya seperti kami masih berpacaran dulu. Mas Budi selalu getol memujiku, begitu juga aku. Ia selalu berlebihan menilai sikap ramahku kepada orang-orang dari kalangan manapun. Ia selalu bilang, status ningratku ini kerap kali memengaruhiku dalam menerapkan tatakrama di kehidupan sehari-hari, dan itu membuat Mas Budi suka. Menonton film di teater
Baca selengkapnya