Home / Thriller / Digoda Suami Gaib / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of Digoda Suami Gaib: Chapter 61 - Chapter 70

149 Chapters

Bab 62: Apakah Dia Nyata?

Apakah dia nyata? Apakah dia ilusi? Batinku terus bergemuruh tiap harinya. “Bilang padaku kalau ada sesuatu yang mencemaskanmu...” kata Mas Budi di atas meja makan. Saat itu, pukul enam sore. Sore itu ia tampak tidak mengambil lembur, dan bahkan dalam keadaan seperti ini, aku jauh lebih merasa senang bila dia sebaiknya kerja di luar saja. ”Aku nggak apa-apa, Mas,” kataku bernada agak ketus. Dan tentu saja, aku berdusta. “Lalu, kenapa? Apa kamu sakit?” kata suamiku mencoba perhatian sembari mengecek suhu tubuhku. Namun, saat ia mencoba meletakkan tangan ceking itu ke keningku, tiba-tiba saja aku merasa risih. Entah kenapa. Kadang, aku seperti merasa takut kalau ada seseorang yang cemburu bila Mas Budi memerhatikanku. Dan saat itu, aku segera menepis tangannya. “Kenapa kamu jutek begitu padaku?” “Sudah deh, Mas. Jangan berlebihan.” “Aku nggak berlebihan, tapi mulai kemarin sampai hari berikutnya... sampai sekarang... kamu aneh! Pertama, kamu bangun siang sekali. Saat aku telepo
Read more

Bab 63: Ilusi yang Memabukkan?

Perdebatan tak henti-hentinya terus terjadi dalam rumah tangga kami. Hal sepele menjadi sesuatu yang besar dan aku tidak bisa menduga bahwa kehidupanku dan Mas Budi jadi serba sengkarut dan tak tahu arah. Kadang, ada kalanya kami pisah ranjang. Kadang aku tidur di kamar utama sedang Mas Budi tidur di kamar tamu, begitu sebaliknya. Dan kadang, aku kembali bermimpi buruk—setidaknya itu menurut Mas Budi. Suamiku bilang kalau aku kembali bermimpi aneh lagi. “Apa aku mimpi sambil berjalan lagi?” tanyaku suatu waktu sebelum Mas Budi berangkat kerja. “Ya,” katanya lesu. “Kau pucat, Wirda. Sebaiknya istirahat.” Aku hanya menggeleng sembari melihat mobil suamiku menghilang di kelokan ujung jalan. Setelah itu, semua ingatan soal mimpi itu kembali menyata. Aku ingat. Ya, menurut Mas Budi itu adalah mimpi buruk, tapi dia tidak tahu bahwa aku tahu itu bukan mimpi buruk. Itu adalah mimpi Reynaldi mendatangiku. Aku sadar bahwa aku mendesah tatkala tangan lelaki tampan itu mulai merayap di gaun t
Read more

Bab 64: Ketakutanku Adalah Dusta

Di saat, itu aku mendengar Mas Budi kembali bersiap membuka pintu kamar. Namun, kini Reynaldi tidak menyingkir dari tubuhku. Ia terus menghunjam daging panjang dan besarnya itu di dalam ruangku. Membuatku menjerit kenikmatan. “Oooowhhh...ah...ah...ah.. Terusss... terusss...” Dan untuk pertama kalinya dalam persetubuhan, aku mengeluarkan kalimat-kalimat jalang yang membuat tubuhku terasa makin terpancing birahi untuk terus meminta tubuh lelaki tampan ini memelukku, seraya memompa liangku secara cepat. “Oooh! Ooooh! Enak sekali! Ooooh! Nikmat sekali! Besar sekali! Ooooccchhh! Besar sekali! Terus! Terus! Ooooh sakit, tapi aku tidak bisa berhenti! Ooooh tidak!” “Wirda! Sadarlah! Hentikan! Sadarlah!” pekik Mas Budi yang agaknya mulai bergetar melihatku disetubuhi Reynaldi. Di saat Mas Budi hendak menenangkanku, tentu saja aku memberontak. Aku menepis keberadaannya: menepis tangannya yang berusaha menahanku. Sementara Reynaldi masih tampak meledek suamiku karena telah membuatku keranji
Read more

Bab 65: Aku Tidak Tahu Kenapa Berubah

Apa yang tidak diketahui oleh Mas Budi ketika ia bekerja adalah, ia tak tahu kalau sesosok lelaki tampan datang menggantikan keabsenan dirinya kala siang hingga sore. Saat suamiku pulang, memang aku kembali berusaha menjadi istri yang patuh: sebagaiamana yang diharapkan oleh Mas Budi. Reynaldi dan aku seperti orang mabuk asmara. Tak peduli saat tetangga yang melewat di depan rumah kami, mereka mendengar dan melihat sesuatu yang janggal padaku, karena aku tertawa-tawa sendiri di dalam rumah, juga terlihat seperti bermesraan dengan lelaki selain suamiku. Kenyataannya, Reynaldi memang selalu mengisi kehampaanku sejak ia sudah membuatku ketagihan. “Mulai beberapa hari ke depan, aku akan datang untukmu, kekasihku,” kata lelaki tampan itu. Sungguh aku begitu terpesona ketika melihat Reynaldi datang dengan wewangian yang membuat berahiku agak terpancing, dan penampilannya, sungguh elok sekali dengan pakaian sweater pria beludru yang berhasil menutupi tubuh atletisnya. Celana jeans yang di
Read more

Bab 66: Hanya Tubuh dan Jiwamu yang Melengkapiku

Sejak aku memberang di rumah sakit dan telah menyebabkan dokter yang memeriksaku menatap Mas Budi jengkel, aku kembali sendirian di rumah. Ditinggal suamiku bekerja. Dan terpaksa aku mesti mengurus semua hal: mulai membersihkan rumah, mencuci pakaian, hingga menjemur. Di saat menjemur itulah, kadang aku melihat seorang perempuan menatapku dengan berang dari arah lapangan di samping rumah. Tepat di dekat pohon besar itu. Perempuan itu berambut panjang, dan berparas oriental, serta mengenakan pakaian cheongsam. Ketika aku kembali ke dalam rumah, penampakan permepuan bercheongsam merah itu masih mengintaiku dari kejauhan. Seakan aku adalah sosok yang mesti disalahkan atas suatu kejadian yang bahkan tak pernah bisa kupahami. “Siapa dia? Kenapa dia mengintaiku dalam beberapa hari ini?” Sebentar, kulihat jam dinding. Pukul tiga sore. Waktu yang sama saat perempuan itu pun menerorku dengan tatapannya. “Hati-hati dengan perempuan itu, Wirda,” kata Reynaldi menejutkanku. Lelaki itu sudah
Read more

Bab 67: Perlakuan Melenakan

Itulah yang terjadi ketika Mas Budi tidak ada di rumah. Reynaldi kerap datang ke kamarku, menghampiri tubuhku yang kerap didera gigil bila terlalu lama tidak disinggahi olehnya. Saat aku beraktivitas di dapur, saat aku menjemur pakaian di halaman samping, saat menyapu rumah, Reynaldi datang menggantikan aktivitas itu semua dengan persenggamaan paling nikmat, yang tak akan pernah kudapatkan dari suamiku. Apa yang terjadi pada tubuhku? Itulah yang kerap kupertanyakan dalam beberapa hari ini tinggal di rumah baru ini. Kesepianku lantas tergantikan oleh pesona Reynaldi yang parasnya bagai lelaki Barat, dan tubuhnya begitu atletis daripada Mas Budi. "Apa kau mulai mencintaiku, kekasih?" kata Reynaldi suatu ketika, setelah kami bergumul dalam beberapa kali permainan di ranjang kamar, tempat biasa aku tidur bersama suamiku. Tempat seharusnya aku melayani suamiku, yang kini sama sekali tidak bisa kunikmati berada di sisinya. "Entah." "Kenapa?" kata Reynaldi yang masih bertelanjang dada, d
Read more

Bab 68: Aku Berhak!

Sebentar, Reynaldi tersenyum melihatku. "Aku bisa membaca pikiranmu." Mendengarnya saat itu begitu percaya diri berbicara seperti itu, terus terang membuatku hanyut dan kubiarkan tangan dan bibirnya menancap di atas tubuhku yang perlahan berubah menjadi seperti yang kuinginkan. Pantas saja, Mas Budi selalu menatapku dengan heran dan berkata, "entah kenapa kau tambah cantik saja, " katanya. Aku tahu dia berniat ingin bercinta denganku, yang mana memanglah wajar, karena dirinya adalah suamiku. Tapi, tubuhku menolak. Tangan-tangan Mas Budi, kadang kurasa menjijikkan berada di atas tubuhku. Sungguh... aku sudah terkutuk. Aku tidak bisa merasakan ketulusan Mas Budi lagi. Yang kudambakan kini hanyalah keberadaan Reynaldi. Lelaki aneh yang tiba-tiba sudah menjadi bagian dari hidupku. Aku sendiri tak begitu yakin, bila aku dan dia sudah dijodohkan sejak lama. Aku bahkan sempat pula berpikir bahwa semua yang dikatakannya hanyalah akal-akalan lelaki tampan ini untuk memikatku. Untuk merelak
Read more

Bab 69: Haus Berahi

Setelah mimpi indah dan persenggamaan dengan Reynaldi mewarnai hari-hariku, hingga aku jadi ketagihan, Mas Budi mulai bersikap menahan diri. Meski kami masih berdebat beberapa kali, Mas Budi terlihat memerangkap emosinya. Ia berusaha membuat dirinya tidak terpancing oleh rentetan keketusanku yang membuatnya kadang naik pitam. Salah satu hal yang membuatnya kesal adalah, Mas Budi selalu menganggap aku melupakan suatu kejadian secara cepat. Ia menuduhku telah melakukan hal-hal yang sama sekali tidak kulakukan, atau aku sama sekali tidak sadar telah melakukannya. “Kau selalu melupakan segala sesuatunya dengan cepat! Dan kau tidak sadar bahwa kau baru saja...” “Cukup, Mas...” kataku sembari merasakan kepalaku yang penat dan panas. “Akus sudah lelah berdebat terus denganmu. Sekarang aku ingin tidur. Sebaiknya, kau pun menyimpan energimu itu untuk bekerja besok daripada berdebat denganku,” kataku sembari menutup pintu kamar dengan keras. Aku tak habis pikir. Dan tak tahu lagi, mana yang
Read more

Bab 70: Terlena Dalam Dekapan

Setelah aku berhasil memelorotkan celananya. Tampaklah batang bergerinjal itu berdiri tegak bak menara. Panjang... menantang wajahku. Mataku hampir melotot melihat benda itu lagi di hadapanku. Ya, benda ini telah melenakanku. Telah membuat mimpiku selalu indah setiap malam. Meski ular ini kerap menjelema ular sungguhan dan dalam mimpiku selalu melata, dan membelit kakiku sebelum masuk ke liang senggamaku, aku tak merasa itu sesuatu yang menakutkan. Yang ada aku selalu menantikannya. “Wirda... kau memang telah berubah.” “Ini semua karenamu.” “Tidak, sayang. Ini bukan karenaku. Tapi, karena dirimu sendiri.” “Kenapa?” “Karena kau baru sadar, bahwa inilah dirimu sebenarnya. Kau baru menyadari dirimu sendiri, setelah sekian lamanya kau tidak pernah menyadarinya.” “Oooh... besar sekali punyamu. Saat pertama kali aku melihatnya... jujur saja aku ketakutan...” “Kenapa? Ini sudah menjadi milikmu,” kata lelaki itu bersuara lembut, seraya membelai pipi dan rambutku, seperti orangtua yang
Read more

Bab 71: Halaman Rumah Sewaktu sore

Sore itu, Mas Budi belum pulang. Aku seperti biasa, selalu berada di ruang menonton dalam keadaan gelap-gelapan. Tidak sendiri, kerap Reynaldi selalu menemani, ataupun beberapa anak buahnya kerap terdengar terkekeh-kekeh sembari bermain catur di halaman samping rumah. Kadang juga, aku kerap mendengar anak-anak tak kasat mata berlarian ke sana-ke mari. Ya, hanya suara saja yang kudengar. Kadang, kulihat seprai sudah berantakan, karena sebelumnya kudengar anak-anak gaib itu meloncat-loncat di sana. Mungkin mereka menganggap tempatku kini adalah taman bermain. Aku begitu malas, bangun dari sofaku di ruang tengah sebelum malam menjelang. Ya, semua pekerjaan rumah telah kutinggalkan, hingga hampir magrib datang, tiba-tiba saja seluruh anak buah Reynaldi itu berdiri secara berjajar di ruang tamu. Suara anak kecil yang semula memenuhi ruangan, tak lagi ada. Sepi. “Kenapa?” tanyaku sembari mengernyitkan kening. Aku melihat mereka sembari bersender di pintu yang terhubung antara ruang tam
Read more
PREV
1
...
56789
...
15
DMCA.com Protection Status