Home / Thriller / Digoda Suami Gaib / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of Digoda Suami Gaib: Chapter 71 - Chapter 80

149 Chapters

Bab 72: Sejarah Leluhur

“Jangan terlalu terlibat dengan perasaannya, Putri,” katanya, sembari terus menjagaku dari mahluk-mahluk yang menjadi rakyat dari kerjaaan yang dipimpin oleh bangsa Gandarawa. “Namaku bukan putri. Namaku Wirda Kenangasari,” gumamku. “Kami mesti memanggilmu Tuan Putri, karena engkau sudah ditasbihkan sejak lama oleh para leluhur bangsa Gandarawa. Leluhurmu merawat leluhur kami meski kami hanyalah mahluk perewangan. Karena leluhurmu amat baik terhadap bangsa kami, bahkan sampai memberikan lahan yang amat luas supaya kami bisa membangun kerajaan kami setelah sebelumnya bangsa kami hampir punah karena pembangunan manusia, leluhur kami bersumpah bahwa keturunan leluhurmu akan selalu menjadi junjungan kami. Dan kau sudah direncanakan berjodoh dengan Tuan Raja.” “Reynaldi.” “Itu adalah nama yang dikenal oleh bangsa manusia. Nama aslinya adalah, Gandarakala Jagadtala.” “Nama yang asing.” “Ya... itu adalah nama-nama yang digunakan oleh para leluhur kami. Nama para bangsawan bangsa Gandar
Read more

Bab 73: Semuanya Saling Terhubung

Namun, karena pengkhaianatan tersebut tidak bisa dimaklumi begitu saja, maka istri dari suamimu harus diserahkan kepada kami. Sudah sewajarnya seperti itu. Akan tetapi, yang membuat kami tidak menduganya adalah, istri suamimu adalah Tuan Putri. Yang mana, memang sudah seharusnya menjadi ratu di kerajaan kami. Seperti yang sudah ditasbihkan sejak lama,” jelas Gantara tampak menjelaskan dengan penuh keramahan dan sopan santun. Aku kembali memalingkan pandanganku ke arah hantu-hantu itu. Hingga malam menjelang, mereka sama sekali tidak menyingkir. Dan aku masih tetap duduk di serambi dengan pengawalan ketat. Aku menonton mahluk-mahluk itu terhuyung-huyung. Mondar-mandir, lalu membentuk lingkaran. Mereka berjalan perlahan dalam pusaran pelan yang sabar. “Apa yang sebenarnya kita tunggu?” tanyaku masih penasaran. Kini, aku sudah mengenakan pakaian terbaikku. Sebuah gaun pesta berwarna putih dengan belahan dada rendah, yang semakin menunjukkan keseksian tubuhku. Aku tidak pernah berani m
Read more

Bab 74: Puaskan Aku

Bola-bola api dengan ragam warna itu terus berkitaran hingga tiba akhirnya sebuah portal tampak di hadapanku. Aku melihat cahaya biru memancar deras. Sungguh tak kuduga, bahwa ini semua benar-benar nyata di hadapanku. Saat itu juga, aku langsung beringsut dari dudukku. Bersama itu pula, aku mencemaskan sesuatu hal yang lain. “Suamiku akan pulang,” kataku. “Tenang saja, Tuan Putri. Suamimu sedang berada dalam kemacetan. Kami sengaja menahannya di jalanan. Entah dengan situasi mobilmu yang melambat atau halangan-halangan lainnya.” “Begitu?” aku merasakan jantungku berdebar cepat. Semakin lama kulihat portal itu berpusaran di hadapanku, semakin itu pula, aku merasakan menggigil. Seolah demam sedang menyerangku. Detik itu juga kulihat prajurit gagah lain keluar dari portal dengan pakaian serba berbalut emas. Juga lengkap dengan senjata tombak emas dan pedang-pedang mereka yang berkilauan. Tubuhku makin menggigil melihat pemandangan sungsang ini. Tak lama dari itu, para dayang muncul.
Read more

Bab 75: Kelaparan Cinta

“Makanlah, kekasih...” kata Reynaldi terdengar teduh dan menyejukkan. Sekaligus, semilir angin yang didatangkannya membuatku semakin resah dalam kungkungan berahi yang sekian lama makin memuncak, dan kupikir, aku tak bisa menahannya lebih lama lagi. Keliaranku harus segera dituntaskan. Bila tidak... aku hanya akan menjadi mahluk paling gila yang ada di sini. “Reynaldi...” Tanpa sadar, aku segera membuka mulutku dengan tatapan sayu pada lelaki itu, yang kupikir aromanya semakin membuatku mabuk akan gairah. Tak lama, Reynaldi menyuapiku sepotong daging mentah yang semula sudah kucicipi sedikit. “Enak, kan?” “Yaaaah.... enak... sssh...” Aku tak mengerti. Apakah ini benar-benar rasa daging mentah atau bukan, yang pasti ketika aku memakannya daging itu terasa tidak mentah sama sekali. Malah kurasakan seperti daging panggang yang baru saja diangkat dari pemanggangan. Mungkin, daging-daging ini baru saja dipanggang dengan menggunakan api neraka yang dibawanya. Mungkin. “Kita pergi, kek
Read more

Bab 76: Mematri Nama

“Ah...ah...ah.... sssh.... Reynaldi...” “Kau merasakannya, kekasih? Punyaku sudah sekeras ini...” “Ya... aku bisa merasakan sesuatu yang besar dan panjang segera menyodokku...mmh... aku sudah nggak kuat... masukan saja seluruhnya....uuuh... aku ingiiin...sssh...” “Kau lebih menginginkan punyaku ketimbang punya suamimu,” katanya sembari sedikit menyeringai sembari meremas-remas bukit kembarku yang kini tampak menggemaskan. “Yaaah...” kataku sembari menggeliat. Aku tak tahan dengan rasa gemelitik yang menguasai selangkanganku. Kegelian itu seakan menyebar secara cepat ke seluruh tubuhku. Darahku terasa bergejolak oleh gairah yang meletup-letup. “Reynaldi...oooh...sssh...aaah....yaa.. Sodok aku.... mmmh...” “Aku akan memberikannya bila kau memang sangat menginginkannya. Kau memang tidak sabaran, kekasih,” kata Reynaldi sembari tersenyum menggoda sebelum akhirnya ia melumat bibirku dan menarik lidahku keluar agar ia bisa menghisapnya lembut, lalu mencumbu lagi bibirku hingga aku hany
Read more

Bab 77: Bukan Karena Aku Membencimu

Mataku membelalak ketika kakiku turun dari kereta kencana. Tepat setelah Gantara membantuku untuk berpijak di tanah kerajaan asing ini, aku benar-benar terkesima melihat bangunan-bangunan besar serupa di kota metropolitan. Hanya saja, setiap bangunan tanpak berdekatan. Aku melihat kubah-kubah berlapis emas dan perak, dan bangunan rakyat biasa pun tampak mewah sekali. Pemuda-pemudanya tampak tampan dan gagah; tak ada yang berwajah jelek sekalipun di sini. Aku bahkan tak habis pikir. Meski semua dari mereka tidak bisa dibandingkan dengan ketampanan Reynaldi yang terasa lebih berwibawa, mereka semua memiliki keturunan-keturunan sempurna. “I-Ini? Kerajaanmu? A-apa benar aku masih ada di Indonesia?” “Indonesia hanyalah nama yang digunakan oleh bangsa manusia di alam manusia. Ini sudah bukan alam manusia, kekasih. Ini alam kami. Daerah kekuasaan bangsa Gandarawa,” kata Reynaldi tampak memelukku dari belakang. Meski kami ditonton oleh banyak orang, tampaknya Sang Tuan Raja ini sama seka
Read more

Bab 78: Refleksi

Aku seperti hidup di negeri dongeng. Ya, itu semua karena aku tak merasa berada di dunia yang selama ini kukenal. Dunia ini terlalu asing; seolah di belahan dunia lain. Terlihat dari cara mereka yang berpakaian yang tampak beda sekali dengan pakaian orang-orang biasa. Juga bahasa mereka, dan budaya mereka. Di sela aku istirahat setelah ditunjukkan kamar tempatku bermalam, aku sempat berjalan-jalan di sekitar istana mewah dan bergermerlapan tersebut. Aku sempat berjalan dikawani dayang-dayang perempuan yang tampak masih sangat muda dan terlihat sangat mematuhiku. Kami berjalan di sebuah pasar yang ramai, di mana aku terkesima tatkala melihat rombongan pemuda dan pemudi saling berjingkrakan dalam balutan tarian kedaerahan. Pakaian mereka mengingatkanku pada kostum penari-penari dari daerah Bali. Belum lagi topeng raksasa bergigi runcing, yang mereka pakai; benar-benar mirip sekali. Warnanya merah, dan bedanya, topeng mereka bisa hidup sendiri. Beberapa kali aku ditunjukkan oleh dayan
Read more

Bab 79: Kehidupan di Istana Raja Jin

Seorang dayang berkata padaku, bahwa satu tahun berada di dunia gaib ini berarti hanya membutuhkan waktu beberapa jam saja di dunia manusia. Malam itu, aku mendengar dongeng tentang manusia-manusia yang tersesat di Gunung Lawu. Ia mengatakan seringkali orang-orang itu kebingungan karena mereka merasa baru saja pergi beberapa waktu, tapi kenyataannya mereka sudah hilang seminggu lebih. Perbedaan waktu di Gunung Lawu dan orang-orang yang hidup di kerajaan Gandarawa ini nyatanya menjadi bahan pertanyaanku pada dayangku yang bernama Ratih. “Apakah dunia ini mengalami perputaran waktu atau karena masalah letak geografis yang saling berjauhan? Misalnya, seperti ada pembagian waktu di dunia manusia. Di negara kita saja, terdapat tiga pembagian waktu,” kataku sembari rebahan di ranjang berkelambu dengan tiang-tiang ranjang yang terbuat dari emas. “Ya, saya tahu itu, Tuan Putri. Dan apa yang dikatakan oleh Tuan Putri ada benarnya.” “Tapi, jarak dari Lawu ke tempat ini kupikir tidak begitu
Read more

Bab 80: Kemasyukan Cinta

Malam itu terasa indah bagiku. Udara yang sejuk di dunia asing ini melenakanku. Membuat gairahku memuncak. Untuk sejenak saja, aku melupakan keberadaan Mas Budi, yang barangkali di dunia manusia sana sedang kerepotan mencariku, karena aku pergi begitu saja dari rumah sore itu. Ya, aku melupakan suamiku, demi merasakan sentuhan-sentuhan yang berhasil membuatku gila. Setiap tangan besar dan kasar Reynaldi menelusuri peta tubuhku, aku merasa menggigil. Desahan keluar begitu saja dengan liar. Lenguhan dan desisan tak tahan ingin disodok oleh lelaki kekar ini, membuatku menggelinjang tak keruan. Terutama ketika dengan kuatnya ia menggendongku, lalu merebahkanku di ranjang, lalu menelanjangkiku, lalu menyapu sekujur tubuhku dengan bibirnya lembut. Aku mengerang bahagia. Senyum binal tanpa sadar kutorehkan ke arahnya. Mataku menyipit sayu, merasakan setiap sentuhannya. Birahi telah mengepungku. “Ah! Aaaah! Ah! Aku suka... yaaa!” “Tubuhmu indah sekali, Wirda... alangkah bodohnya suamimu t
Read more

Bab 81: Dilema di tengah Perang Gaib

“Sayang...” kataku. “Kau sudah bangun?” “Ya... aku merasakan bendamu kembali menggeliat. Mengeras seperti batu,” selorohku sembari menggesek-gesekkan pahaku ke arah benda yang kini mengacung bebas di dalam selimut. Aku merasakan benda itu melata di pahaku seperti ular yang hendak mencari sarangnya. “Mmmmh...sssh... “ Tanpa terasa tanganku merengkuh benda itu. Membelainya, dan itu membuatnya makin membesar dan mengeras. Kulihat paras Reynaldi pun tampak keenakan. “Kau suka?” “Ya.” Begitulah, pagi itu pun kami memulai permainan kembali. Aku menungganginya, dan duduk bercinta di atas pangkuannya. Erangan binalku kembali menguasai ruangan itu. Sampai tiba para dayang tiba membawa bak pemandianku. Dan Reynaldi sudah harus mengurus hal-hal kerajaan yang tak kupahami. Menjelang siang, Reynaldi mengajakku bertemu dengan kedua orangtuanya. Kami bercengkerama banyak, terutama membahas rencana pernikahan kami. Ibu dari Reynaldi yang tampak baik serta terdengar berwibawa sekali itu, terus
Read more
PREV
1
...
678910
...
15
DMCA.com Protection Status