Home / Thriller / Digoda Suami Gaib / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of Digoda Suami Gaib: Chapter 41 - Chapter 50

149 Chapters

Bab 41: Senyuman yang Menghantui

Aku hanya mengangguk kecut sembari kuraih wajahnya yang berpeluh banyak itu, lalu kukecup keningnya, sebagaimana biasanya kami dahulu melakukannya sebelum aku berangkat kerja. Saat aku berjalan meninggalkannya menuju pintu ruang tamu. Entah kenapa, tengkukku merasa merinding, dan aku merasa Wirda berdiri di belakangku, memerhatikanku. Oleh karena itu aku lantas menolehnya. Dan benar, istriku sudah berada di pintu antara ruang keluarga dan ruang makan. Mematung di sana, seolah tubuhnya membeku. Matanya nanar menatapku, seraya kulihat satu tangannya agak bergetar. “Aku akan meminta seorang Mbak Kurnia yang kemarin sempat membantu kita ketika kita pingsan di sini untuk menemanimu. Dia baru saja punya anak, kuharap kau bisa...” “Ya... terima kasih, Mas.” Wirda tersenyum. Agak menyeringai. “Baiklah...” “Aku akan baik-baik saja. Hati-hati di jalan.” Senyuman itu benar-benar menghantuiku. Di kantor, setiap aku menulis pembukuan bank, dan mencatat beberapa laporan nasabah, aku selalu
Read more

Bab 42: Harusnya Aku!

Kami benar-benar tidur bersama malam itu. Meskipun, Wirda tetap membisu semalaman. Selama aku memeluknya dari belakang pun, Wirda terdiam. Ia tetap memunggungiku seolah aku adalah orang asing yang mesti diwaspadai. Sebetulnya ada keinginan dalam diriku untuk bercinta dengannya. Mencumbu tengkuk lehernya, kemudian meraih wajahnya dan kucumbu bibirnya. Tentu saja, itu semua karena kami suami-istri. Tapi, melihat Wirda yang terus memunggungiku, bahkan ketika pelukanku mulai berubah menjadi belaian ke arah buah dadanya, Wirda lantas menepis tanganku. “Kupikir, kamu sudah tidur,” kataku mencari-cari alasan. “Belum... aku berusaha untuk tidur, Mas,” katanya. Kami lalu terdiam cukup lama. Wirda tampak mengubah posisinya jadi terlentang. Dan sungguh entah mengapa dalam kondisi seperti itu, Wirda jadi semakin cantik daripada biasanya. Apa yang terjadi padanya. “Apa kamu melakukan perawatan?” “Nggak.” “Aku merasa kamu tambah cantik.” “Jangan menggodaku, Mas,” katanya malah ketus dan kem
Read more

Bab 43: Tipu Muslihat

Ya, harusnya akulah yang sedang membuat istriku mengelinjang kenikmatan. Harusnya aku! Karena aku suaminya! Tapi, kenapa mahluk itu menguasai istriku? Kenapa mahluk itu merebutnya? Apa tidak ada perempuan lain di dunia ini selain istriku? Aku ingin membalik badan dan melihat keadaan Wirda. Tapi, tubuhku terasa berat dan rasanya sungguh takut sekali melihat keadaan Wirda, kalau memang benar ia sedang digagahi genderuwo kini. Aku mungkin bisa langsung bunuh diri bila melihat Wirda mengangkangkan kakinya di hadapan mahluk berbulu dan mata merah itu, sementara batang kejantanan hitamnya yang besar dan panjang itu keluar masuk di liang senggama istriku!Dendam, dan amarah berkecamuk dalam diriku. Tapi, sungguh aku tak berdaya. Sungguh menyedihkan.“Ooowhhh... ssssh.... oooh... b-besar... besar sekali... ah, ah.... tubuhku terasa penuh...” racau Wirda.Kubayangkan mahluk itu membuat Wirda berorgasme beberapa kali, hingga tubuhnya menggelinjang dan mengejang tak keruan. Sementara kini tubuh
Read more

Bab 44: Petiklah Hatiku

Mata merah menyala itu perlahan meredup, berubah menjadi mata manusia biasa. Dan saat kepala perempuan berambut panjang itu menyembul dari bawah ranjangku, jelaslah kini paras siapa yang kini tampak tersenyum menggoda ke arahku. Itu Kinanti. Jin perempuan yang sudah beberapa minggu ini selalu hadir dan kulihat secara nyata dengan kedua mataku sendiri. Ya, mungkin aku sudah gila. Aku selama ini selalu memercayai bahwa hantu adalah mahluk yang diciptakan oleh pikiranku sendiri. Tercipta dari ketakutan yang tumbuh dari alam bawah sadarku, lalu mengejawantah ke dunia nyata, atau lebih tepatnya seolah nyata, sehingga aku merasa bahwa hantu itu nyata dan benar-benar memburuku. Meski Kinanti lain soal. Dia tidak seperti memburuku. Mungkin lebih tepat dikatakan perempuan itu merecoki urusan rumah tanggaku, seperti malam ini. Apa maksudnya gerangan ketika ia perlahan menampakkan diri tanpa busana begitu di hadapanku. “K-Kinanti...” bisikku seraya mulutku ternganga melihat ketelanjangannya.
Read more

Bab 45: Pergumuluan Dengan Jin

"Istrimu...” gumam Kinanti. “Ia setiap hari dikirimi tipu daya syahwat oleh raja genderuwo itu. Dan karena psikisnya terus didera oleh sihirnya, sihir itu tidak lagi berupa sihir. Dan kemampuan itu hanya dimiliki oleh genderuwo... sama seperti kebohongan. Apabila kebohongan itu terus diucapkan terus-menerus, kebohongan itu akan berubah menjadi kenyataan.” Kinanti terus memacu diriku, bahkan kini kini kedua tangannya telah memelorotkan celana tidurku hingga burung itu bisa mengepak dengan bebasnya: menantang ke arah jin perempuan itu. Terlihat jelas sekali Kinanti begitu berhasrat. Bibir bawah perempuan itu, yang tampak sensual lantas menggigit bibir bawahku tatkala melihat dan memegang tongkatku yang tegak lurus, keras, dan bergerinjal. Tangan Kinanti yang lembut itu terasa menyapu permukaan tongkatku, membuatnya sesekali menggeliat resah. Dan ketika mulut jin perempuan itu lantas melahapnya, aku sudah kehilangan kesadaran. Niat ingin membangunkan Wirda atas gangguan yang sedang ku
Read more

Bab 46: Obrolan Sembari Kerja

“Kenapa kau?” tanya Sekar yang baru saja datang ke meja kantornya dan lantas melihatku begitu luyu dan pucat di meja kerjaku. “Jangan sampai kau sakit lagi, Bud. Bisa-bisa kerjaanmu aku lagi yang meng-handle,” seloroh Sekar lantas duduk di tempat kerjanya sembari merapikan mejanya, lalu menatapku lagi yang sama sekali tidak bereaksi atas guyonan pagi hari yang sama sekali tidak menyemangatiku. “Kenapa?” tanyanya lagi. “Tidak apa-apa...” “Sebaiknya kau membersihkan dirimu, Bud.” “Apa maksudmu dengan membersihkan diri? Aku sudah mandi.” Sebentar, kudengar Sekar tertawa mendengar jawabanku. “Bukan membersihkan dalam arti mandi. Maksudku... kau tahulah... akhir-akhir ini kau selalu diselimuti dengan aura gelap. Entah aura itu menggodamu atau menakutimu... banyak-banyaklah berdoa dan mendekatkan diri pada Tuhan.” Aku hanya terkekeh. “Aaa, aku tahu kau atheis.” “Tidak! Jangan asal menuduh!” “Maaf kalau begitu.” “Sudah kubilang jangan asal menuduh. Aku bukan atheis.” Aku lantas me
Read more

Bab 47: Penawaran Kinanti

“Budiman.” Aku tercengang. Kinanti telah duduk di kursi plastik itu menggantikanku. Ia bahkan menghisap sebatang rokok dari bungkusnya—yang semula kuletakkan di pagar balkon—dan kini tampak menatapku sayu, seolah sedang berusaha menggodaku. “Cukup, Kinanti. Aku tidak ingin berbicara lagi denganmu. Bisakah kau pergi ke alam lain? Ke duniamu?” Kinanti hanya menggeleng sembari duduk santai dengan kaki menyilang. Tatapannya lurus ke arah keraton. Lalu, ia menunjuk ke arah bangunan penting. “Segaris lurus di sebelah sana kemudian adalah gunung Merapi,” ujarnya. “Apa maksudnya?” “Kalau kau mau aku membantumu mengembalikan istrimu seperti sedia kala, kau harus ikut aku ke sana. Masuk ke sisi lain dari gunung tersebut, di mana kerajaan gaib telah berdiri di sana sejak ribuan tahun,” kata Kinanti seolah memberikan harapan. Aku tidak pernah bisa langsung memercayainya, sebab setiap tawaran yang diberikan dari kalangan gaib, entah jin, demit, siluman, atau bahkan iblis, selalu memerlukan
Read more

Bab 48: Kinanti Bukan Namanya

Aku yakin, kawan-kawan sekantor mulai menyadari ketidakwarasanku. Tepat seusai mereka memergokiku sedang berbicara dengan Kinanti di balkon kantor itu, mereka agak berbeda menanggapiku, kecuali Sekar. “Saya pulang lebih dulu,” kataku agak mencemaskan keadaan Wirda di rumah, meski aku tahu perempuan itu kini sudah dikawani oleh tetangga kami yang sudah mulai akrab dengannya dalam beberapa hari ini. “Kalau begitu aku juga,” kata Sekar. Kemudian salah seorang rekan kantor bernama Darma lantas mendekatiku dan menepuk pundakku, seraya menampilkan raut simpatiknya. Dari situ aku berpikir bahwa dugaanku benar: mereka menganggapku tak waras. Aku pun yakin, tepat setelah aku melangkahkan kaki keluar dari kantor, mereka pasti akan berkerumun di salah satu meja rekan kerjaku lalu bergunjing perihal keadaan tertekanku. “Tenang saja... kau tidak perlu menghiraukan mereka,” kata Sekar yang sore itu kembali berjalan beriringan dengannya kala keluar ruang kantor. “Ya... mungkin sekarang mereka
Read more

Bab 49: Pernyataan Cinta Jin Betina

Ia pun menurutinya. Namun, posisinya malah berubah. Setelah kakinya tidak lagi di atas kedua pahaku, kini malah satu tangannya mengelus-elus pahaku. Kupikir, dia memang setan sungguhan. Ya, setan dalam artian sesungguhnya. Dia terus membelaiku, mencoba menggodaku agar aku tidak lagi memikirkan istriku. “Kinanti! Jangan seperti ini. Kumohon, mengertilah...” kataku sembari mencengkeram tangannya yang solid dan bisa kurasakan suhu tubuhnya yang menghangat. Dia seperti manusia. “Aku hanya ingin kau menyalurkan segala keresahanmu padaku, Bud. Kau sungguh menyadarinya sendiri betapa dirimu kini sedang merasa tersiksa dengan kegelisahan yang tidak bisa tersalurkan dengan baik. Wirda telah menolakmu. Dia tidak akan lagi melirikmu lagi. Statusmu sebagai suami, dan statusnya sebagai istri hanyalah menjadi formalitas...” “Nonsens!” “Itu benar. Wirda hanya bisa terpaku pada mahluk hitam berbulu dan bermata merah itu. Mahluk menjijikkan itu telah berhasil menyeret seluruhnya darimu. Merenggutn
Read more

Bab 50: Desahan Familiar

Aku seperti orang kesetanan, meski saat ini secara definitif setan itu sedang duduk di sampingku. Kukendarai mobil ngebut sekali untuk menghindari petir yang secara aneh seperti mengincar mobil kami. CCIIIIIIIIIIIIIIIIIT... Rem beberapa kali kuinjak demi menghindari petir yang baru saja menyambar jalan di hadapan kami. Kilatan biru keunguan bahkan berhasil merompalkan aspal jalanan, membuat aku hampir saja memekik keras. “Ada apa ini?! Kenapa petir malah menyambar ke sini! Alam sedang mengutuk kita!” racauku tanpa pikir panjang. “Jangan berbicara yang bukan-bukan. Ini bukan petir biasa.” Aku lantas melirik Kinanti sekilas dan menunjukkan wajahku yang tak setuju dengan ujaran jin betina ini. “Yang benar saja!” “Kau dulu memang tidak memercayai tahayul, kau tidak memercayai jin dan jenis mahluk halus lainnya, akan tetapi lihatlah dirimu! Kau melihatku! Dan kau harus lebih memercayai penglihatanmu lagi karena apa yang kau lihat padaku tidak dilihat oleh kawan-kawanmu! Kau melihat
Read more
PREV
1
...
34567
...
15
DMCA.com Protection Status