Beranda / Thriller / Digoda Suami Gaib / Bab 31 - Bab 40

Semua Bab Digoda Suami Gaib: Bab 31 - Bab 40

149 Bab

Bab 31: Wirda Menghilang

“Sebab, pria dewasa, manusia, di mata kami, di penciuman kami, kalian lebih harum dan lebih banyak memberikan kami energi kehidupan ketimbang mengawini sesama kami. Memang.... sssshh,” katanya sembari menggigit bibir bawahnya sembari melihat kepunyaanku, “Memang... ini adalah kesalahan. Bagi kaum lelembut, mengawini manusia adalah kesalahan kodrati, tapi sebagaimana manusia yang kerap melakukan penyimpangan dan mereka menganggapnya bagian dari kebebasan dan kesetaraan, kami pun demikian,” kata Kinanti sembari menyunggingkan senyuman. Kepala perempuan itu sudah naik turun di antara selangkanganku. Dan kurasakan, pikiranku melayang bersama rasa nikmat tiada tara. Ini seperti menggunakan LSD, atau asam yang memabukan. Barangkali kalian tahu bahwa menggunakan candu, macam heroin ataupun sabu, membuat pikiran tak menentu. Seolah tubuh dan jiwa melayang berpisah mengarungi taman eden. “Mmmhh... suka?” tanya Kinanti. “Hentikan, Kinanti. Cukup.” “Yakin, hanya ini saja. Kau sama sekali bel
Baca selengkapnya

Bab 32: Jin Pengganti Istri

“Wirda! Wirda!” Tak ada suara apapun menjawabku. Hanya angin. Hanya gelap. Aku membuka semua pintu ruangan selepas kunyalakan lampu rumah. Mulai dari kamar utama, kamar tamu, ruang makan, kamar mandi, teras belakang, dapur. Tidak ada. Dan kini adalah pukul setengah delapan malam. Selarut-larut rasa bersalah telah melingkupiku. Aku mulai berpikir, alangkah bodohnya aku bercinta dengan Kinanti, sementara tanpa kutahu Wirda telah menghilang dari rumah. “Dia mungkin di rumah kawannya, jangan berpikiran yang tidak-tidak,” tiba-tiba sosok Kinanti telah muncul lagi. Ia kini sedang bersender di bibir pintu kamar tamu, dan sungguh aku tak melihat dirinya masuk meski pintu ruang tamu masih menganga. “Tidak! Dia tidak memiliki seorang kawanpun di sini,” kataku sembari duduk di sofa ruang tamu, dan kurasakan frustasi perlahan-lahan menyertaiku. “Tidak... seharusnya aku tidak melakukannya denganmu, Kinanti. Ini adalah kesalahan besar! Ini... oh... Wirda!” “Tenanglah, Budi.” “Mana bisa aku te
Baca selengkapnya

Bab 33: Yang Benar Saja!

“Oooh! Yang benar saja!” “Tebakanmu benar, Budiman,” katanya sembari tersenyum dan menatapku tanpa merasa bersalah sekalipun. “Makanlah, Budiman. Ayo, ke ruang makan.” “Tidak! Hentikan, Kinanti jangan membuatku...” “Hiruplah aromanya? Apa kau pikir aku berbohong? Jangan samakan aku dengan kuntilanak yang kerap menggoda manusia di tepi jalan dan menumpang ojek lalu membayar mereka dengan daun. Ini benar-benar steik nyata. Jangan bodoh.” “Mana bisa...” pikiran kacauku tidak bisa membuatku akalku jernih dan memercayai bahwa itu benar-benar makanan manusia. Aku hampir saja merebut piring itu dan melemparnya, tapi melihat kesungguhan di wajahnya, aku urung melakukan tindakan tersebut. “Kau adalah setan!” “Aku bukan setan. Aku jin peri.” “Apa bedanya?! Kalian sama-sama tidak nyata.” “Setan adalah mereka yang memang berniat mencelakakan manusia.” “Lalu, apa yang kau lakukan sekarang? Kau menggodaku? Mengajakku bercinta... dan kini... apa ini bukan tindakan setan? Kalian sama saja!”
Baca selengkapnya

Bab 34: Rumahtangga Yang Sungsang

Pagi hari yang sunyi, kupikir kehilangan Wirda adalah mimpi belaka, selayaknya aku pergi ke alam gaib. Tapi, nyatanya ketika aku mengecek ke kamar utama lagi, ranjangnya masih rapi dan dingin. Tak ada tubuh istriku tidur di sana. Aku kembali ke kamar tamu, tempat di mana aku tidur sejak semalam. Melamun saja, dan tanpa terasa air mataku meleleh ke pipi. “Tak kusangka, kau begitu rapuh, Budiman,” ujar Kinanti yang sejak semalam memang kurasakan tidur di sampingku. Ya, jin perempuan itu kembali hadir kini, meski sosoknya tidak bisa kulihat. Aku hanya bisa mendengar suaranya pagi ini, dan kulihat seprai di sebelahku begitu berantakan, seolah ada seseorang yang tidur di sana. Dan memang, saat semalam pun, aku merasa satu tangan memelukku dari belakang ketika aku tidur, seolah ada yang mengeloni. “Biar bagaimanapun aku adalah manusia... aku telah gagal menjadi seorang suami... gagal menjadi seorang lelaki... gagal menjadi pelindungnya...” “Tidak pernah ada pernikahan yang sempurna... b
Baca selengkapnya

Bab 35: Perasaan Cemas yang Menumpuk

Begitulah, selanjutnya aku menutup telepon dengan murung. Dan selepas aku kembali ke kamar, sungguh tak disangka, seprai sudah rapi. Bantal dan guling sudah diletakkan pada tempatnya. “Terima kasih,” gumamku. Setelah itu, aku pergi kerja. Dan lagi-lagi selama di kantor aku kembali melesu. Sekarsari kembali menyadarkanku di saat aku tertidur dalam rapat pertemuan para manajer dan direksi. Setelah rapat pun, meski aku telah meminum kopi hingga dua gelas sekaligus, rasa kantuk itu tidaklah lenyap. Barulah ketika menjelang pulang kantor tiba, mendadak rasa lelah dan kantuk itu pergi begitu saja. “Aku tidak tahu apa yang terjadi akhir-akhir ini, Sekar. Semuanya seperti mimpi, dan akalku kurasa sudah rusak,” gumamku dalam perjalanan menuju lantai bawah bersama Sekar, yang kini berjalan di belakangku. “Apa maksudmu soal akal yang rusak? Mungkin kau hanya sedang berada di titik jenuh, Bud. Kau butuh penyegaran. Kau mungkin bisa memulainya dengan mengajak istrimu bertamasya ke Solo, atau
Baca selengkapnya

Bab 36: Terjebak di Hutan

Darah menetes di pelipisku ketika aku menyadari masih berada di dalam mobil, sementara batang pohon dari sisi sebuah hutan juga masih berada di atas kap mobilku. Beberapa batang kecilnya berhasil melubangi kaca mobil depanku, membuat kaca retak dan sebagian ranting masuk melalui lubang kaca mobil yang padahal cukup tebal. Aku masih bersyukur, kedua mataku tidak tertembus oleh batang yang meroyak kaca dan masuk secara ganjil ke tempat kemudiku. Saat keluar dari mobil secara susah payah, udara malam lantas membuatku terbatuk-batuk. Terlebih, ketika aku berusaha mengangkat batang seorang diri. “Urrrrrghhhhh!” Satu kali coba gagal. Batang malah menjatuh lagi ke kap mobil dan membuat penyok semakin dalam. “Urrghhhhh!” Aku hampir menyerah untuk yang ketiga kalinya. Membuat aku terduduk di jalanan yang hanya terdiri dari batuan kecil serta tanah berlumpur. Malam semakin larut. Entah berapa lama aku pingsan. Aku terduduk di dekat mobilku, bercangkung kaki dan terpekur di tengah hutan
Baca selengkapnya

Bab 37: Kesetiaanmu Membuatku Cinta

“Ya. Bila seorang manusia yang menggunakan bulu perindu saja bisa membuat seorang gadis jatuh cinta hingga lupa daratan, apalagi genderuwo itu sendiri. Dan kini yang sedang membuat istrimu berubah bahkan bukan genderuwo kelas kroco, melainkan raja.” Sembari memegang batang pohon itu lagi, aku menatap wajah perempuan itu yang entah kenapa agak bersinar malam ini, seolah cahaya bulan terpendar ke parasnya, terutama ke dua bola matanya yang tampak berbinar-binar. “Itu tidak akan membuatku menyerah...” “Terserah olehmu.” Aku melihat Kinanti hanya menggunakan satu tangannya ke batang itu. Dan dalam waktu beberapa detik saja, kurasakan batang besar yang pastinya sangat berat itu tiba-tiba berubah ringan sekali, seolah aku sedang mengangkat gabus saja. Tentu, setelah itu aku bisa membuang batang itu dengan mudah. “Mereka akan datang mencarimu dan istrimu...” “Kau tahu di mana Wirda?” “Meski aku tahu, aku tak akan memberitahumu.” “Kenapa?!” “Karena itu hanya akan membunuhmu... jalan
Baca selengkapnya

Bab 38: Penglihatan Gaib

“Kinanti...” gumaku tanpa sadar. Ketika kedua mataku terbuka, aku sudah berada di rumah sakit. Dan wajah Sekarsari bersama dua kawan kantorku tampak kulihat. “Istirahatlah, Budi. Kedua kawanmu katanya menemukan Wirda di pedalaman hutan,” ujar Sekarsari baru saja mengambil kursi dan duduk di sampingku. “Ya... bersyukurlah kalian masih bisa selamat. Aku tidak tahu masalahnya apa, tapi ini .... benar-benar aneh... kuharap kalian bisa lepas dari hal mengerikan ini, Budiman. Mungkin aku bisa mengenalkanmu beberapa orang pintar untuk membersihkan rumahmu atau keadaan kalian,” kata bosku di kantor Pak Arif Hermawan. “Terima kasih, Pak.” “Kau tak perlu memikirkan pekerjaan. Aku ingin kau pulih seratus persen dulu baru kembali lagi nanti ke kantor, oke?” “Oke,” kataku sembari terkekeh. Begitu juga Sekar. Sebentar, lelaki bertubuh gempal dengan ciri khas kacamatanya yang selalu mendoyong ke bawah itu lantas beringsut dari kamar rawat kami. Ya, Wirda pun ada di kamar yang sama. Hanya tirai
Baca selengkapnya

Bab 39: Wirda Sudah Kembali

Bersama itu pula, kulihat Wirda yang telah berbalik badan. Ia terlihat tidur tenang dengan posisi telentang. “Ada hal aneh lain yang terjadi padanya? Saat ia ditemukan? Apa kau tahu?” Sekar pun melihat ke arah Wirda. “Aku hanya mendengar Wirda sempat mengamuk ketika salah satu anggota koramil hendak menggendongnya dari pendopo misterius, yang bahkan tidak pernah ditemukan oleh mereka setiap kali melakukan penyelidikan di hutan yang memang terkenal angker itu... setelah itu, aku tidak tahu apapun lagi, Bud. Wirda pingsan, dan sudah berakhir di sini... tapi, kata Jarwo dia sempat menyebut satu nama. Bukan namamu. Seseorang yang disebutnya nama lelaki lain, dan aku sangsi bila itu manusia...” “Sesosok yang menyerupai manusia?” “Mungkin.” “Siapa?” “Entah. Aku lupa. Tanya saja ke Jarwo.” Sekar kemudian beringsut dari duduknya, lalu menepuk pundakku berusaha menyemangatiku. “Yang sabar... tak lama lagi istrimu akan siuman. Sebelum dia melihatku bersamamu di sini, dan mungkin dia aka
Baca selengkapnya

Bab 40: Nada Dingin Yang Menggetarkanku

“Simpan dulu pisaumu, Wirda,” kataku yang juga agak tegang dengan perubahan sikapnya yang drastis. “Dengar, Mas. Aku tidak mau pindah rumah!” katanya sembari mengacungkan pisaunya sesaat ke arahku, lalu ia kembali berlalu ke dapur dan kudengar ia memotong daging sapi kembali di talenan besar. BRAAAK...BRAAK... BRAAK. “Apa kau tidak menyadarinya, Wirda?” kataku di bibir pintu penghubung ruang makan dan ruang keluarga itu. “Sejak kita berada di rumah ini, hal-hal aneh selalu datang menyertai kita. Kau seharusnya sepenuhnya menyadari itu, Wirda. Kita tidak bisa tinggal di sini lebih lama. Kita harus pindah dari sini...” “Tidak, Mas. Aku bilang, tidak, ya tidak!” “Lalu apa alasanmu?! Kau sama sekali tidak memberitahu alasanmu apa! Kau ingin bertahan seperti ini, hah?” “Bukan rumah ini yang menjadi masalahnya, tapi kita.” Aku mulai agak emosi. “Ya. Aku tahu. Tapi, apa kau melupakan begitu saja keganjilan yang terjadi sejak kita pindah ke rumah ini?! Dimulai dari mimpi anehmu. Mimpi
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
15
DMCA.com Protection Status