Home / Thriller / Digoda Suami Gaib / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Digoda Suami Gaib: Chapter 11 - Chapter 20

149 Chapters

Bab 11: Kesalahan Budiman

Aku jelas sekali melihat bahwa istriku melukai dirinya sendiri karena situasi ganjil ini, tapi dengan berbagai cara, ia tak ingin atau memang tidak pernah menyadarinya. Maka dari itu, ia tetap ngotot bahwa ia tidak pernah melakukan hal seperti itu. Aku tak tahu apakah ia berbohong atau ia berbicara jujur, tapi jelas, Wirda sama sekali tidak menyadari sesuatu. Ya, seperti yang sudah kuduga, kini istriku seperti terbelah menjadi dua pribadi yang berbeda.“Enak saja. Aku tidak tahu. Sejak kemarin lebam-lebam itu muncul sendiri.” “Apa sakit?” “Sedikit. Tapi, bukan masalah besar.” “Sebaiknya kita kembali ke rumah sakit.” “Jangan berlebihan!” pekiknya sembari melontarkan pandangan sinisnya—seraya itu pula ia beringsut dari duduknya. “Ini bukan sesuatu yang mesti kau risaukan secara berlarut-larut! Aku sendiri heran, kenapa kau jadi over protektif seperti itu. Posesif....” “Jangan salah paham! Aku nggak posesif seperti yang kamu kira. Apa salah seorang suami menanyakan lebam di tubuh
Read more

Bab 12: Menenangkan Diri

“Kau benar-benar telah melakukan kesalahan, Bud,” kata kawanku Jarwo. Antara dirinya dan Lukas pun sama-sama memiliki pendapat yang sama perihal keadaanku saat ini. Kami bertiga kini berada di sebuah hotel bintang tiga di kawasan Jogja. Kebetulan kedua kawan kuliahku, yang sudah lebih dulu berada di kota itu bekerja di dekat situ, makannya mereka bisa mampir ke restoran, di mana hotel tempatku menginap. “Jadi, aku harus bagaimana?” tanyaku yang perlahan menampilkan wajah cemas di depan mereka. Aku sama sekali tidak bisa menyembunyikan perasaanku saat ini. “Kalian tahu... aku sama sekali tidak percaya hal-hal klenik macam ini. Bahkan meski pernah kudengar kalau kakekku melakukan perewangan.” “Perewangan apa? Untuk pesugihan?” Jarwo terlihat antusias sekali sembari meminum secangkir kopinya. Ya, sejak kukenal dirinya di masa kuliah dulu, Jarwo memang memiliki ketertarikan soal dunia tak kasat mata ini. Misalnya, ia pernah mengajak kami untuk uji nyali ke sebuah hutan yang terletak di
Read more

Bab 13: Suara Ganjil di Kamar Hotel

“Kalau memang istrimu sudah terpikat dengan pesonanya mungkin hal-hal seperti itu akan terjadi,” kata Jarwo. “Kenapa kau bisa tahu?” “Aku pernah mendengarnya dari salah satu paman, dari keluarga ayahku. Katanya istrinya dulu sempat begitu. Bahkan menghilang dari rumah selama tiga hari. Pamanku serta keluarga lain menyuruhnya melaporkan hal tersebut ke kepolisian, tapi mereka pun tak bisa melacaknya.” “Lalu?” tanya Lukas penasaran. “Tetangganya, yang katanya adalah seorang orang pintar. Entah aku tak yakin orang itu adalah dukun atau kyai, yang jelas tampilannya tak selayaknya dukun. Dan orang-orang di kampungnya pun memanggilnya ‘buya’, yang artinya ‘kan pemimpin agama. Aku pernah mendengar sebutan tersebut dari salah satu kawanku yang menyantri,” jelas Jarwo. “Apa istrinya ditemukan?” tanyaku. “Ya, lelaki yang disebut ‘buya’ ini katanya berhasil menerawang keberadaan istri pamanku. Dan kalian tahu apa yang terjadi?” Tentu saja aku dan Lukas menggeleng. “Istri pamanku diculik
Read more

Bab 14: Kamar Hotel Yang Janggal

Aku terduduk, tercenung di tepi ranjang. Tubuhku serasa menggigil usai melihat sesuatu yang mungkin saja tidak nyata. Ini semua karena stres dan beban pikiran lain berjubelan di dalam kepalaku. Bayangan kepala perempuan itu tak ada. Sudah lenyap entah ditelan waktu atau kegelapan, karena setelah kuperiksa di balik gorden tidak ada apa-apa. Hanya nuansa gelap karena malam masih berkuasa. Berbeda denganku yang tidak kuasa lagi menahan rasa gigilku yang datang tanpa sebab. Tak lama, aku turun dari kamarku yang berada di lantai tiga. Aku menuju resepsionis, mencoba meminjam telepon hotel. Karena telepon di kamar tidak bisa digunakan untuk menelepon ke luar hotel. “Terima kasih,” kataku kepada seorang pelayan perempuan yang tampak cukup ramah mengizinkanku meminjam telepon hotel. Aku memutar nomor telepon rumah sembari melihat ke buku kecil yang berisi kumpulan nomor telepon. Bersama itu pula, aku menunggu seseorang menjawab panggilanku. Suara dengung terasa di telingaku hingga teling
Read more

Bab 15: Suara-Suara Ganjil di Sudut Kamar

Hingga aku pun kemudian kembali ke kamar, seiring rasa gelisahku semakin ketat menyelubungi diriku. Akhirnya setelah di kamar, aku yang mulanya sudah meletakkan beberapa pakaian dari ransel ke lemari, yang telah disediakan oleh hotel tersebut, lantas memulangkan kembali pakaianku ke dalam ransel. Dan lagi. Suara itu kembali memanggilku. Suara perempuan misterius yang entah berasal dari mana. Tapi, jelas aku bisa mendengar suara itu berasal dari sudut-sudut ruangan itu. “Budi... Budi!” Siapa itu, tanyaku dalam hati. “Aku...” katanya lagi membuat tubuhku semakin bergetar. Dia menjawab pertanyaan dalam hatiku. Siapa gerangan mahluk ini. “Aku!” katanya sayup. Suara itu jelas perempuan, dan tak mungkin pula pelayan perempuan tadi berbuat jahil padaku. Untuk apa pula dia jahil? Apa untuk kesenangan dirinya saja? Yang jelas pemikiran ngawur itu sama sekali tidak masuk akal. Maka, ketika suara sayup itu memanggil namaku lagi. Kuputuskan untuk tetap fokus pada aktivitasku yang sedang mem
Read more

Bab 16: Desahan Ganjil yang Menyakiti Hati

Aku sudah tak peduli lagi dengan check out hotel. Aku lantas pergi begitu saja ke parkiran hotel kemudian dan buru-buru memasukkan semua kopor dan perlengkapanku ke dalam bagasi mobil. Seraya itu pula, aku kembali melihat ke arah lobi hotel. Masih sunyi, dan tawa perempuan misterius di arah tangga pun telah hilang. Aku langsung melajukan mobilku begitu kencang di jalanan yang luang. Alih-alih terus memikirkan siapa pemilik tawa menyeramkan di tangga hotel itu, aku memilih menyibukkan pikiranku dengan keadaan istriku yang kutinggalkan di rumah. “Oh, Wirda! Kenapa kau tidak membalas teleponku!” kataku di dalam mobil. Emosi menguasaiku. Untung saja aku masih bisa mengendalikan diri seusai mobil sempat oleng dan menabrak pembatas jalan. Waktu yang semestinya ditempuh satu setengah jam, dengan laju mobilku yang kencang, berhasil memotong waktu menjadi dua puluh lima menit. Aku segera memarkirkan mobilku buru-buru. Bersama itu pula, sebelum aku masuk ke rumahku, aku melirik sebentar k
Read more

Bab 17: Malam Laknat

Aku menggebrak-gebrak jendela. Tak mungkin aksiku tidak membuat Wirda terbangun. “Wirda! Bangunlah, sayang! Jangan kau biarkan mahluk laknat itu menguasaimu!” Seraya aku berkata demikian, angin tambah kencang. Aku semakin bisa mendengar desis pohon di tanah lapang itu. Dan sayup-sayup pula, di saat aku sedang panik mendengar istriku kembali berlaku binal lagi, aku bisa mendengar suara seorang perempuan memanggil namaku. “Budi! Budi!” Suara itu kurasa terdengar dari arah tanah lapang di samping rumahku. Ya, tidak salah lagi. Itu memang suara perempuan yang sama dengan yang kudengar di kamar hotelku. Tidak mungkin, pikirku. Tidak mungkin sosok itu mengikutiku hingga ke kawasan perumahan ini. Suasana benar-benar kacau dan mencekam. Perempuan itu memanggil-manggil namaku selalu. Bersama itu pula, desahan istriku masih mengeras di dalam kamar, seolah menggetarkan jendela kamar yang tertutup gorden, sehingga aku tidak bisa memeriksa lebih detail apakah kini memang ada sosok lain yang
Read more

Bab 18: Racauan Istriku

Sinar matahari pagi menyengatku. Entah sudah berapa lama kau tertidur di kamar. Kulihat dengan mata memicing, jendela kamarku terbuka. Aku mencoba duduk di ranjangku, sembari mengarahkan wajah ke halaman kosong di samping rumahku: di mana hanya ada satu pohon beringin besar yang sakral. Dan hingga saat ini belum ada yang mampu memangkasnya. Sampai otakku mulai memproses dan mengingat semua kejadian malam laknat sebelumnya. Aku melihat mahluk mengerikan berbulu lebat, hitam, dan dengan kekuatan magisnya ia berhasil mengangkat tubuhku tanpa menyentuhku, lalu melemparku ke arah dinding kamar. “Wirda!” Aku mulai menggigil. Rasa cemas kembali menggerayangiku. “Wirda!” Tapi, tak ada jawaban. Aku tak bisa mendengar satu orangpun di rumahku. Semuanya seperti kosong. Kemudian, aku semakin tak bisa berpikir jernih lagi karena ketakutan mulai menguasai diriku. Tubuhku, tanpa kuminta lantas beringsut dari ranjang, lalu hampir saja aku meloncat melalui jendela kamar yang terbuka. Telapak kaki
Read more

Bab 19: Kedatangan Jin Perempuan Itu

Tak ada. Aku tak mendengar satu nafaspun berkeliaran di luar pintu. Di luar rumah pun, terasa sunyi. Aku tak mendengar percakapan para penjaga perumahan yang biasanya kerap hadir seratus meter dari jarak rumahku. Tak ada. Aku kemudian meloncat, dan berlari ke arah tanah lapang itu. Kulihat pohon beringin besar itu semakin membesar di depan kedua mataku. Kupikir, (ini hanyalah ketololanku saja), bila Wirda tak ada di rumah berarti dia ada di pohon tersebut. Aku akan mencarinya di setiap ranting dan akar yang menggantung ke tanah. Akan kucari di setiap batang pohonnya yang tebal dan berlumut itu. Aku sama sekali tidak rela bila mahluk itu membawa istriku, apalagi menikahinya. Aku tidak terima. Akan tetapi, langkahku malah goyah. Aku tunggang langgang dan terus terjerembab ke ilalang yang kurasa semakin menghalangi arah pandangku. Di saat aku terjatuh lagi, aku mendadak melihat dua kaki di hadapanku. Mataku memicing ke arah sosok itu. Perempuan. Itu perempuan yang tidak pernah kulihat
Read more

Bab 20: Penelusuran Alam Gaib

Aku terus mencari Wirda di pohon itu. Tapi, seperti yang dikatakan oleh hantu perempuan ini. Wirda tak ada. Dan aku hanya seorang diri di atas pohon besar ini. Bertikai dengan ketakutanku sendiri. “Sudah kubilang. Istrimu tidak ada di sana, Budi. Turunlah. Malam semakin larut dan mendung.” “Tidak!” “Jangan keras kepala! Turun!” “Siapa kau berhak mengatur-ngaturku!” “Aku peduli padamu!” “Kenapa pula kau peduli padaku! Kau hanyalah...” sebentar, aku memerhatikan perempuan bergaun serba merah itu melayang. Wajah mengerikan yang semula ditunjukkan olehnya, perlahan-lahan berubah menjadi sosok yang mencengangkan. Entah, apakah itu adalah wujud aslinya atau justru hanya sekadar wajah penggoda saja—pasalnya kini wajah perempuan itu begitu cerah, putih bening seolah aku bisa melihat aliran darah di sekitar dua pipinya yang agak kemerahan. Paras oriental perempuan melayang itu kini begitu menggetarkanku. Apa-apaan ini? Pikirku dalam batin, bisa-bisanya ada seorang perempuan aneh, atau
Read more
PREV
123456
...
15
DMCA.com Protection Status