Beranda / Thriller / Digoda Suami Gaib / Bab 57: Lelaki yang Telah Ditakdirkan

Share

Bab 57: Lelaki yang Telah Ditakdirkan

Penulis: Ardianda K
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Wirda...” kata lelaki itu kembali membelai kedua pipiku dengan amat lembut. Matanya benar-benar membiusku, membuat kedua mataku makin sayu, dan gejolak birahi segera menguasaiku. Sungguh sial, batinku. Seharusnya aku tidak boleh merasakan rasa seperti ini selain kepada suamiku. Tapi, gejolaknya makin lama makin memburu. Napasku sudah mulai terengah-engah, saat tangannya turun ke leherku, lalu ke dadaku, membuka kancin-kancing piyamaku.

“J-Jangan... aku sudah punya suami... Reynaldi...”

“Kau adalah kekasihku sejak lama, Wirda... aku sudah lama ingin sekali membahagiakanmu.”

“Aku sudah bahagia bersama Mas Budi.”

Namun, lelaki tampan ini malah menggeleng.

“Tidak... kau tidak bahagia bersamanya. Tanyalah hatimu... kau selama ini merasa terkekang.”

“Tidak, Rey...”

“Iya... kau selalu mengelaknya karena kau merasa tugas seorang istri adalah patuh kepada suamimu. Tidak kurang tidak lebih. Tapi, itu salah. Kenapa? Karena kau tidak bisa jujur pada hatimu, Wirda. Kau sebenarnya ingin mem
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Digoda Suami Gaib   Bab 58: Mulai Hilang Akal

    “Oooh... J-jangan...” aku berkali menolak, tapi tubuhku tidak bisa dikendalikan. Apa pula ini. Rasa ini benar-benar mengacaukan akal sehatku. Aku ingin menyingkir, tapi kedua bokongku malah menyambut sesuatu yang panjang dan keras itu. Malah, dengan binalnya aku menggoyangkan pinggulku, hanya demi merasakan benda keras itu menggesek bagian terlarangku. Kenapa ini? Kenapa aku sangat menginginkannya? Ketika Mas Budi melakukan hal yang serupa seperti ini, bahkan aku tidak mau. Seolah aku sudah lelah dan tidak bisa melakukan hubungan suami-istri. Tapi, kenapa dengan lelaki tampan ini? Kenapa bersamanya tubuhku merasa berbeda. Merasa aliran darahku mencepat dan kepalaku yang semula terasa berat kini merasa meringan, seolah pikiranku dibawa terbang melayang. Padahal ini hanyalah gesekan. “Mmmh...” “Wirda... kau kekasihku... kekasihku sejak awal, sayang... aku sebenarnya tidak rela kau menikah dengan Budiman. Aku sungguh cemburu. Maafkan aku, tapi aku telah memendam perasaanku sejak lama

  • Digoda Suami Gaib    Bab 59: Rasa Nikmat Akan Gendam

    “Akan kuwujudkan,” kata Reynaldi. Suaranya benar-benar telah membuatku terpedaya. Aku merasa lemas seusai mendengar nada berat dan bercampur berahi itu berkumpul di kedua telingaku. Sebentar, lelaki itu memerosotkan celanannya pula, dan mataku nyaris membelalak. Apa benar penglihatanku. Ada rasa takut sekaligus berahi ketika melihat benda pusakanya yang menggeliat dari dalam sarangnya. Besar. Panjang. Bergerinjal. Menantangku dengan gagah dan kekar. Sungguh berbeda sekali dengan kepunyaan Mas Budi yang standar. Sebenarnya, aku sangat ingin sekali menyingkirkan pandangan itu dari benda tumpul yang semakin lama terasa memesona; aku pun ingin menyingkirkan perbandingan yang ada dalam kepalaku; tapi semua itu sia-sia. Bahkan, tanpa kehendakku, mulutku menganga, dan mengeluarkan desahan kecil yang membuat napasku semakin memburu. Kupikir, pikiranku sudah rusak oleh pemandangan gila ini. Tanpa sadar, tanganku lantas merengkuh benda keras seperti pedang tumpul itu. Membelainya naik tur

  • Digoda Suami Gaib   Bab 60: Kegalauan yang Asing

    Aku dipeluk erat oleh Mas Budi. Ia terus menyadarkanku di saat aku sedang dalam masa transisi antara merasa janggal dengan pengalaman gaibku dengan dunia nyata yang telah datang kembali menyelimuti tubuhku. “Mas Budi...” gumamku lemah. Ia tampak telah merapikan pakaianku lagi, setelah dengan gilanya aku melepaskannya hanya untuk mendapatkan kenikmatan sesaat tersebut. Namun, sungguh. Itu semua bukan mimpi biasa. Ini semua terasa nyata. Seluruh indraku bahkan bisa merasakannya langsung setiap sentuhan dan belaian yang melambungkan alam bawah sadarku. Juga akal sehatku. “Ayo... kita kembali ke rumah... ayo,” kata Mas Budi terus merapikan pakaianku, lalu menggendongku untuk kembali ke rumah. Dari sana, kurasakan perbedaannya. Mas Budi terlihat susah payah menggendongku, dan aku sama sekali tidak merasakan kenyamanan yang sama dengan yang kurasakan saat digendong bagai seorang putri oleh Reynaldi. Aku menggeleng sesaat. Kupikir, itu hanyalah mimpi sesaat. Aku bermimpi berjalan, dan sec

  • Digoda Suami Gaib   Bab 62: Apakah Dia Nyata?

    Apakah dia nyata? Apakah dia ilusi? Batinku terus bergemuruh tiap harinya. “Bilang padaku kalau ada sesuatu yang mencemaskanmu...” kata Mas Budi di atas meja makan. Saat itu, pukul enam sore. Sore itu ia tampak tidak mengambil lembur, dan bahkan dalam keadaan seperti ini, aku jauh lebih merasa senang bila dia sebaiknya kerja di luar saja. ”Aku nggak apa-apa, Mas,” kataku bernada agak ketus. Dan tentu saja, aku berdusta. “Lalu, kenapa? Apa kamu sakit?” kata suamiku mencoba perhatian sembari mengecek suhu tubuhku. Namun, saat ia mencoba meletakkan tangan ceking itu ke keningku, tiba-tiba saja aku merasa risih. Entah kenapa. Kadang, aku seperti merasa takut kalau ada seseorang yang cemburu bila Mas Budi memerhatikanku. Dan saat itu, aku segera menepis tangannya. “Kenapa kamu jutek begitu padaku?” “Sudah deh, Mas. Jangan berlebihan.” “Aku nggak berlebihan, tapi mulai kemarin sampai hari berikutnya... sampai sekarang... kamu aneh! Pertama, kamu bangun siang sekali. Saat aku telepo

  • Digoda Suami Gaib   Bab 63: Ilusi yang Memabukkan?

    Perdebatan tak henti-hentinya terus terjadi dalam rumah tangga kami. Hal sepele menjadi sesuatu yang besar dan aku tidak bisa menduga bahwa kehidupanku dan Mas Budi jadi serba sengkarut dan tak tahu arah. Kadang, ada kalanya kami pisah ranjang. Kadang aku tidur di kamar utama sedang Mas Budi tidur di kamar tamu, begitu sebaliknya. Dan kadang, aku kembali bermimpi buruk—setidaknya itu menurut Mas Budi. Suamiku bilang kalau aku kembali bermimpi aneh lagi. “Apa aku mimpi sambil berjalan lagi?” tanyaku suatu waktu sebelum Mas Budi berangkat kerja. “Ya,” katanya lesu. “Kau pucat, Wirda. Sebaiknya istirahat.” Aku hanya menggeleng sembari melihat mobil suamiku menghilang di kelokan ujung jalan. Setelah itu, semua ingatan soal mimpi itu kembali menyata. Aku ingat. Ya, menurut Mas Budi itu adalah mimpi buruk, tapi dia tidak tahu bahwa aku tahu itu bukan mimpi buruk. Itu adalah mimpi Reynaldi mendatangiku. Aku sadar bahwa aku mendesah tatkala tangan lelaki tampan itu mulai merayap di gaun t

  • Digoda Suami Gaib   Bab 64: Ketakutanku Adalah Dusta

    Di saat, itu aku mendengar Mas Budi kembali bersiap membuka pintu kamar. Namun, kini Reynaldi tidak menyingkir dari tubuhku. Ia terus menghunjam daging panjang dan besarnya itu di dalam ruangku. Membuatku menjerit kenikmatan. “Oooowhhh...ah...ah...ah.. Terusss... terusss...” Dan untuk pertama kalinya dalam persetubuhan, aku mengeluarkan kalimat-kalimat jalang yang membuat tubuhku terasa makin terpancing birahi untuk terus meminta tubuh lelaki tampan ini memelukku, seraya memompa liangku secara cepat. “Oooh! Ooooh! Enak sekali! Ooooh! Nikmat sekali! Besar sekali! Ooooccchhh! Besar sekali! Terus! Terus! Ooooh sakit, tapi aku tidak bisa berhenti! Ooooh tidak!” “Wirda! Sadarlah! Hentikan! Sadarlah!” pekik Mas Budi yang agaknya mulai bergetar melihatku disetubuhi Reynaldi. Di saat Mas Budi hendak menenangkanku, tentu saja aku memberontak. Aku menepis keberadaannya: menepis tangannya yang berusaha menahanku. Sementara Reynaldi masih tampak meledek suamiku karena telah membuatku keranji

  • Digoda Suami Gaib   Bab 65: Aku Tidak Tahu Kenapa Berubah

    Apa yang tidak diketahui oleh Mas Budi ketika ia bekerja adalah, ia tak tahu kalau sesosok lelaki tampan datang menggantikan keabsenan dirinya kala siang hingga sore. Saat suamiku pulang, memang aku kembali berusaha menjadi istri yang patuh: sebagaiamana yang diharapkan oleh Mas Budi. Reynaldi dan aku seperti orang mabuk asmara. Tak peduli saat tetangga yang melewat di depan rumah kami, mereka mendengar dan melihat sesuatu yang janggal padaku, karena aku tertawa-tawa sendiri di dalam rumah, juga terlihat seperti bermesraan dengan lelaki selain suamiku. Kenyataannya, Reynaldi memang selalu mengisi kehampaanku sejak ia sudah membuatku ketagihan. “Mulai beberapa hari ke depan, aku akan datang untukmu, kekasihku,” kata lelaki tampan itu. Sungguh aku begitu terpesona ketika melihat Reynaldi datang dengan wewangian yang membuat berahiku agak terpancing, dan penampilannya, sungguh elok sekali dengan pakaian sweater pria beludru yang berhasil menutupi tubuh atletisnya. Celana jeans yang di

  • Digoda Suami Gaib   Bab 66: Hanya Tubuh dan Jiwamu yang Melengkapiku

    Sejak aku memberang di rumah sakit dan telah menyebabkan dokter yang memeriksaku menatap Mas Budi jengkel, aku kembali sendirian di rumah. Ditinggal suamiku bekerja. Dan terpaksa aku mesti mengurus semua hal: mulai membersihkan rumah, mencuci pakaian, hingga menjemur. Di saat menjemur itulah, kadang aku melihat seorang perempuan menatapku dengan berang dari arah lapangan di samping rumah. Tepat di dekat pohon besar itu. Perempuan itu berambut panjang, dan berparas oriental, serta mengenakan pakaian cheongsam. Ketika aku kembali ke dalam rumah, penampakan permepuan bercheongsam merah itu masih mengintaiku dari kejauhan. Seakan aku adalah sosok yang mesti disalahkan atas suatu kejadian yang bahkan tak pernah bisa kupahami. “Siapa dia? Kenapa dia mengintaiku dalam beberapa hari ini?” Sebentar, kulihat jam dinding. Pukul tiga sore. Waktu yang sama saat perempuan itu pun menerorku dengan tatapannya. “Hati-hati dengan perempuan itu, Wirda,” kata Reynaldi menejutkanku. Lelaki itu sudah

Bab terbaru

  • Digoda Suami Gaib   Bab 150: Akhir yang Nestapa

    “Kau membunuh Sekar?” desakku. Diam. Meski sinyal telepati kami masih saling terhubung. “Jawab,” desakku lagi. “Kalau seandainya iya, kenapa? Lagipula, kau tidak ada urusan lagi dengannya.” “Ada. Bila ia masih hidup, aku punya kesempatan besar untuk mengembalikan kehidupanku. Mengubahnya, dan ...” “Aku membunuhnya tepat setelah kami memulai kehidupan kami... ya, di masa awal-awal, bahkan dalam duniamu, kau masih dalam persiapan pernikahan dengan Gandarakala jelek itu. Aku sudah menyusun rencana dengan memanfaatkan Budiman untuk membunuhnya.” Aku menganga. “B-Bagaimana b-bisa?!” “Mungkin aku tak bisa membunuhnya dengan kekuatanku karena itu hanya akan membunuhku. Tapi, Sekar memiliki banyak celah di hadapan manusia. Dan Budiman yang membunuhnya.” “Tidak!” “Budiman membunuhnya saat ia dan Sekar berencana melaporkan kehidupan kami kepada dokter forensik itu. Sebelum tiba di perjalanan, ia mencekiknya, memukul kepalanya dengan palu yang telah ia siapkan dari rumah.” “B-Bagaiman

  • Digoda Suami Gaib   Bab 149: Kepastian Sekar

    “Memang ada suatu hal yang mesti kau lakukan ketika memilih jalan hidupmu. Sama seperti Anakku Athania, pada akhirnya ia memilih jalan keikhlasan, karena di masa mudanya, sama sepertimu... ia memilih jalan hidupnya di sini. Bersama ayah dari Raja Gandarakala. Raja sebelumnya. Dan kini ia bisa menerima kehidupannya sendiri. Ia bisa hidup damai...” kata Ki Subadra terdengar bijak dan cukup menyesatkan. Namun, aku menggeleng, dan masih tetap berusaha mengangkat tubuhku dari atas sebuah meja altar besar di mana kitab tersebut berada di sana. Tanpa sengaja, di saat aku sedang mengendalikan tubuhku, aku menjatuhkan lilin dan api segera tersunut membakar kain yang melapisi meja altar tersebut. Dengan sigap, Ki Subadra lantas menghisap api tersebut seolah sedang menyeruput minuman saja. Sekejap, api pun hilang. Kini, jelaslah seperti apa kesaktian lelaki ini. Mataku membelalak. “Pulanglah ke kamarmu, Anakku. Ini adalah pilihanmu. Dan semua penderitaanmu merupakan akibat dari pilihanmu send

  • Digoda Suami Gaib   Bab 148: Kenapa Hanya Aku Yang Menderita

    Apa yang tak pernah terpikir olehku adalah ketika aku menemukan namaku di sebuah kitab khusus di sebuah ruangan yang hanya bisa dimasukkan oleh anggota dewan kerajaan, yang mana sekumpulan orang-orang penting pembuat keputusan, dan raja menyakralkan keputusan tersebut. Semua ini berawal dari mimpi burukku suatu malam, yang kemudian mengantarkanku pada penyelundupanku ke sebuah ruangan, usai mengelabui beberapa penjaga dengan menyuap mereka dengan emas-emas juga tubuhku. Ya, aku tidak bohong. Juga dengan tubuhku. Aku seperti wanita malam di dunia manusia. Kupikir bayaran itu setimpal untuknya, karena ruangan itu memang amatlah rahasia bahkan bagi para istri raja sebelumnya—hanya akulah yang pertama kali memasuki ruangan itu. Sebelum mimpi buruk itu datang, sehari sebelumnya aku masih mengingat kata-kata Ibu Athania yang dengan tegas—untuk ke sekian kalinya memberitahunya untuk menghapus namaku. “Sebaiknya kau tidak perlu melakukannya... sudah kubilang. Ini sangatlah berbahaya.” “Ap

  • Digoda Suami Gaib   Bab 147: Aku Sudah Tahu

    Ada rasa sepi yang tak bisa ditahan lagi. Seolah tak ada yang bisa menjelaskan padaku arti cinta itu lagi. Dan artinya semakin jauh kurasa. Apa harus begini. Harus bagaimana lagi aku menghadapi semua ini. Gandarakala agaknya belum mengetahui betapa dirinya telah menghilangkan hasratnya melalui mantera penangkal gendam dari peri itu. Setiap ia datang menghampiriku, dan menggodaku sembari menelusupkan mantera gendam tersebut. Tangannya merayap di sekujur tubuhku, dan bersama itu pula hawa dingin mengepungku. Sementara mulutku terus menggumamkan dusta. Desah dusta, lenguh dusta, erang dusta, juga desisan manja yang tersusun dari kata dusta, Dan mahluk ini masih belum bisa menyadarinya, kendati ia telah menyetubuhi istrinya hampir dua jam lamanya dalam kehidupan manusia. Sampai kakiku mengangkang, dan membiarkan batang panjangnya menghunjam keluar-masuk di selangkanganku, aku tetap berdusta. Hingga ia berkata. “Kau kering... tumben sekali?” “Entah..sssh...” Ya, tak biasanya aku banj

  • Digoda Suami Gaib   Bab 146: Seorang Peri Pertama Kali Menangis

    “Dia sama sekali tidak menujukkannya.. Dan entah kenapa kesadaran itu muncul dalam diriku, Kinanti,” kataku pada peri itu dalam telepati yang sudah jarang kami lakukan. Namun, entah apa yang terjadi, suatu hari Kinanti mengabariku, dan di saat itu pula aku menceritakan keadaanku dengan Gantarra. “Lalu, bagaimana selanjutnya?” “Buruk.” “Buruk bagaimana?” “Dia agaknya makin memberi jarak padaku, dan dia sudah dikirim bertugas ke tempat yang lebih jauh lagi,” kataku dengan nada yang lemah. Dan hawa kefrustasian kembali melingkupiku lagi. Seolah kesepian sudah menjadi takdir hidupku. Seolah tak boleh ada yang benar-benar bisa kupercaya bahwa ada orang yang mencintaiku sungguh-sungguh, tanpa embel-embel gendam dan perangkat curang yang membuatku termanipulasi pada sosok siapapun. Tapi, benarkah? Benarkah kalau Gantarra mengirimkan gendam pula padaku. Kenapa aku tidak merasakannya? Sebagaimana aku merasakan setiap mantera gendam yang berusaha dikirim oleh para demit. Tidak hanya Gandara

  • Digoda Suami Gaib   Bab 145: Gantarra Juga!

    Desahan itu terus bergulir sepanjang waktu dalam sebuah kamar kecil dan sempit—jika dibandingkan dengan kamar istana—yang selama ini menjadi tempat tinggalku, sekaligus sangkar emas yang membelengguku. Gantarra pun begitu melampiaskan rasa rindu yang sama padaku. Tubuhnya yang kekar terus melingkupiku, yang polos tanpa sehelai benangpun. Peluh kami sudah berjatuhan, membasahi ranjang, bersama itu pula ranjang kami terus berderak tanpa bosan. Bahkan ketika seorang pengurus bangsal kamar yang kerap memeriksa kamar dan membersihkan ruangan dengan seizin penyewa, kami sama sekali tidak membukakan jin itu, dan membiarkan kami terus tenggelam dalam balutan berahi rindu yang tak terahankan. Aku tahu, bila seseorang melihat dan mendengarku pastilah mereka akan melaporkannya kepada raja, itulah menjadi sebab mengapa aku tak membukakan kamar. Gantarra pun setuju akan hal itu. “Ah! Ah! Ah! Uuuh! Uuh! OOOOH!” Tubuh menggeliat dan terangkat. Desahan terus meliar. Sedangkan Gantarra terus meng

  • Digoda Suami Gaib   Bab 144: Tak Mengerti Cinta Lagi

    Para prajurit itu terus menahan gerakanku yang terus memberontak, hingga akhirnya mau tak mau mereka memasangkan borgol di kedua tanganku. “Mau tidak mau, Permaisuri... Anda mesti diborgol. Ini merupakan bagian dari tugas saya menyelamatkan dan menjaga Permaisuri. Kami tidak ingin ambil risiko dengan membiarkan Tuan Permaisuri pergi sendirian lagi,” katanya tegas sembari menahan kedua tanganku di belakang dan membergol pergelangan tanganku. Di saat kami hendak melewati jalan utama di sanalah aku melihat Gantarra berdiri dengan pakaian resminya. Zirahnya tampak berkilauan dan secara otomatis, semua prajurit itu lantas berlutut seraya menghaturkan sembah kepada sang panglima perang. Itu perlu dilakukan bagi siapapun yang memiliki gelar tinggi—terlebih bukan hanya berupa gelar, Gantarra memang wajib diberikan penghormatan atas jasanya karena ia masih memiliki darah raja gandarawa terdahulu. Kalau tidak menjadi seorang panglima perang, sudah pasti gelarnya adalah pangeran. Namun, Gant

  • Digoda Suami Gaib   Bab 143: Nama Yang Ingin Dihapus

    Aku merasa aneh ketika mendengar suara desahku sendiri, apalagi suara lenguh sendiri tatkala Kinanti berhasil mengendalikan tubuhku dan berhasil pula membuat Mas Budi terjebak dalam khayalan gila tentang sosok peri yang selama ini—menurut pemikiran suamiku itu—sudah ditinggalkannya bertahun-tahun.Ya, mereka kini sudah memiliki dua anak yang sama-sama sudah masuk sekolah. Dan seiring berjalannya waktu, anak-anak itu akan membesar. Di saat itu pula keadaan Mas Budi akan nampak. Apakah dia akan bertahan dengan khayalan gilanya, dan lebih gila lagi, aku sungguh tak heran dengan apa yang sedang dipikirkan Kinanti. Bisa-bisanya peri perempuan itu ingin membuat Mas Budi tersuruk kembali dalam jurang kefrustasian—seperti di saat aku masih menghuni jasadku sendiri. “Kau benar-benar gila,” kataku masih dalam sinyal telepati.“Itulah yang harus dilakukan. Bukankah begitu cara manusia menutup suatu kasus dengan kasus lainnya yang lebih rasional. Menurutku itu sangat masuk akal.”“Bagaimana bil

  • Digoda Suami Gaib   Bab 142: Telepati Berahi

    “Apa yang terjadi, Wirda?” tanyanya. “Kau jadi atau tidak... aku sudah menggoda suamimu dan dia tampaknya berniat untuk menyetubuhiku.”“Ya... aku tidak apa-apa,” kataku sembari menyeka air mataku dan segera menutup jendela. “Aku mau... aku tidak apa-apa.”“Apa yang terjadi? Apa Gandarakala pulang dan mengetahui...”“Tidak. Bukan itu.”“Lalu apa?”“Entah... aku hanya terbawa suasana ketika mendengar cerita Bu Athania. Ia menceritakan soal kebenaran tentang jiwa yang terjebak di dimensi ini. Tentang kontrak yang secara tidak langsung harus kujalankan...dan...”“Ya, ya... mereka memang menerapkan sistem seperti itu. Macam kutukan yang tercipta dalam kontrak.”“Tepatnya saat aku memilih hidup di sini... apa itu terjadi juga di dunia peri?”“Sebagian besar dunia demit seperti itu,” kata Kinanti, bersama itu pula, kudengar suara Mas Budi mulai memasuki kamar dan sempat kudengar pula Kinanti berbicara mesra kepada suamiku. Atau mantan suami? “Kecuali...” lanjut Kinanti. “Kecuali apa?”“K

DMCA.com Protection Status