Upacara itu terasa cepat. Juga perjamuan makan antar keluarga, berlangsung cukup cepat, kendati sebenarnya lama. Entah kenapa, apakah ini karena sihir Gandarakala? Aku tak tahu, yang jelas, sehabis kami melakukan tradisi memakan daging mentah segar—yang mana itu semua adalah daging-daging bayi manusia yang dikorbankan, aku lantas dituntun oleh keluarga sepupu mereka, pergi ke sebuah kamar pengantin yang telah disiapkan.Tampak saat Gandarakala membuka pintu berdaun dua, sebuah ruangan seperti griya tawang hotel paling mahal pun bisa kulihat. Kuhirup pula aroma bebungaan yang berguna untuk mengundang hasrat kami, agar malam pertama kami dihabiskan dengan sangat indah. Kendati sebenarnya, aku merasa sudah melakukannya, jadi kupikir pernikahan ini hanyalah sebuah formalitas dan seremonial belaka.“Kau pasti lelah, wahai permaisuriku,” kata Gandarakala terdengar lembut seraya membelai punggungku, dan di saat yang sama Gandarakala segera memerintahkan semua sepupunya untuk kembali ke pesta
Read more