Home / Thriller / Digoda Suami Gaib / Chapter 111 - Chapter 120

All Chapters of Digoda Suami Gaib: Chapter 111 - Chapter 120

149 Chapters

Bab 112: Serangan Pocong

“Kau mengerti keadaannya, kan? Maka sekarang aku ingin kau masuk ke rumah itu, dan menemukan istrimu. Bila kau berhasil menemukan istrimu, kau harus menariknya keluar dari rumah itu. Aku akan ada di sini untuk membangun benteng roh itu...” Aku masih tak habis pikir dengan kemampuan anehnya. Apakah dia benar-benar seorang dokter atau murni seorang cenayang. Banyak tanda tanya yang ada dalam kepalaku, seperti bagaimana ia memeroleh kemampuan istimewa yang tak dimiliki oleh orang normal ini, atau ia belajar dari seorang guru spiritual atau semacamnya. “Dok...” “Sudah kubilang simpan saja pertanyaanmu... aku tidak akan menjawab semua pertanyaan... dan aku menyimpan kemampuan ini untuk kebaikan keluarga kami. Aku tidak pernah mengomersialkan kemampuanku ini yang membuatku jadi dianggap dukun. Lagipula, aku tidak pernah bermaksud bersekutu dengan mereka,” ujar Dokter Barata terdengar tegas. Sebentar, setelah aku melewati pekarangan rumahku, mataku membelalak kembali karena dari sana aku
Read more

Bab 113: Mencari Istri di Rumah Dimensi Lain

Aku tak bisa melenyapkan bayangan mengerikan soal hantu wajah rata itu. Tentu saja, ketakutan menguasaiku, bahkan setelah aku menutup pintu kamar tamu itu dengan kencang, Anehnya aku tidak menemukan di mana kunci pintu yang biasanya kusimpan di dekat bufet ruang tamu. Rumahku di dalam dimensi lain ini setelah kuperhatikan agak berbeda. Beberapa barang yang ada di rumahku pun, seperti foto Bung Karno ataupun beberapa foto keluarga menghilang. Entah apa tandanya itu. Yang pasti, setelah itu aku lantas menjauh dari pintu dan masih tidak bisa menghentikan ketakutanku tatkala suara perempuan itu begitu lirih terus berteriak ke arah pintu, “tubuhku! Tubuhku! Aku ingin tubuhku!” Siapa yang mengambil tubuhnya? Seseorang? Atau jin? Alhasil, setelah serangan mengerikan itu kualihkan segera tatapanku ke arah pintu kamar—yang mana memang menjadi tujuanku. “Cepat cari istrimu!” pekik Dokter Barata kembali terdengar dari arah luar. Ia agaknya sudah mencapai batasnya dalam melawan gerombolan ge
Read more

Bab 114: Aku Sungguh Menyayangimu

“Wirdaaa! Wirdaaa! Di mana kau!” Aku seperti orang gila yang kemasukan setan, dan secara ganjil menangkap pocong-pocong yang berseliweran di dalam rumah hanya untuk dibuka tali pocongnya lalu memeriksa wajah busuk itu, apakah Wirda benar-benar berada di antara mereka—seperti yang dikatakan oleh Dokter Barata, atau tidak ada. Jika tidak ada, aku merasa lelah dan sia-sia. Kedua tanganku sudah bercampur nanah dan darah kotor pocong-pocong itu. Aku bahkan sudah membiarkan diri dalam kejijikkanku mengorek-ngorek wajah mayat hidup itu. Tak juga kupastikan bahwa itu memang istriku. Aku hanya berharap bila ia benar-benar ada dalam rombongan menakutkan ini, kondisnya tidak seberantakan yang sudah kutemui. Beberapa mahluk yang kupaksa untuk diperiksa menggigitku, akibatnya aroma busuk tak juga hilang dari area luka yang tampak tak seberapa itu. “Sial... Wirdaaa!” Semakin lama, pocong semakin banyak. Beberapa berhasil melayang ke luar melalui pintu depan yang kubiarkan kubuka, agar aroma bus
Read more

Bab 115: Kinanti Datang Membantu

Aku terus memeluk erat Wirda dan berusaha tak memedulikan mahluk-mahluk putih melayang yang tak memedulikanku. Namun, di saat aku sudah kehilangan harapan dan telah berputus asa, tiba-tiba suara Dokter Barata mengejutkanku. “Budiman! Cepat! Ayo! Kau sudah menemukan Wirda?!” “Ya!” Dokter Barata tampak berusaha menerobos pocong-pocong itu. Tak lama kemudian, setelah suara yang kucemaskan itu hanyalah ilusiku, nyatanya tangan sang dokter tampak muncul juga di antara pocong-pocong yang makin rapat. “Ayo!” pekik Dokter Barata. “Kita harus cepat pergi. Aku sudah berhasil menamengi rumah ini.” “T-Tapi... pocong-pocong ini?!” “Mereka hanya hidup sisi lain rumahmu, sedangkan di rumah aslimu di dunia nyata, mereka tidak akan ada... lagipula, tameng yang kupasang di rumahmu akan membuat mahluk-mahluk ini tewas dalam waktu dekat. Oleh karena itu, sebelum itu terjadi aku ingin kau menemukan istrimu dan membawanya kembali!” Dokter Barata terdengar kesusahan menerobos pocong-pocong itu. Aku l
Read more

Bab 116: Keluar Dari Dimensi Gaib

Bab 82 Ada kecanggungan yang ganjil antara aku, Dokter Barata, Wirda, dan Kinanti di dalam lorong penghubung itu. Sebelum kami memutuskan untuk melewati lorong itu, aku izin kepada Dokter Barata untuk menyelesaikan urusanku dengan Kinanti, jin peri cantik (tentu saja karena dia adalah putri mahkota dari kerajaan peri). Sosok yang bernama asli Destyana Harasantya itu tampak tidak terima bila aku pergi begitu saja. “Aku ingin dirimu tetap bersamaku di kerajaan...maksudku...” bisiknya terdengar lirih dan menyedihkan. Jelas terlihat dari kedua mata perempuan ini yang tampak berkaca-kaca, seolah saking rapuhnya, aku tidak boleh membiarkannya pecah. “Aku tidak ingin terus mencintaimu dan tetap berada di dekatmu...” “Kinanti...” “Budiman...” “Kinanti, mengertilah keadaanku. Lihatlah istriku... dia begitu lemah dan aku sudah berjanji padanya agar kami bisa memperbaiki rumah tangga kami.” Jin peri itu lantas melihat kondisi istriku yang masih lemah, dan kini ia sedang dikipasi oleh jin p
Read more

Bab 117: Pulang

Setelah siuman dari komaku, aku lantas disambut oleh Sekar. Ia lantas memberikanku minuman hangat. Hal pertama yang kuingat adalah aku dikejar mahluk-mahluk mengerikan dan nama istrikulah yang kulontarkan untuk pertama kalinya, setidaknya itu yang dikatakan oleh Sekar saat pertama kali aku mulai siuman. “Di mana kakekmu?” tanyaku lemah sembari berusaha terduduk di ranjang. “Dia sudah merokok lagi di teras depan. Tampaknya kakekku pun kelelahan.” “Biarkan aku bertemu dengannya. Aku harus berterima kasih padanya...” kataku berusaha turu dari ranjang. “Sebaiknya kau istirahatlah dulu...” “Tapi, aku...” Aku memaksakan diri untuk bangun dan akhirnya aku hampir saja jatuh dan menabrak meja. Untung saja Sekar segera menyelamatkanku. Perempuan itu kembali mendudukkanku di ranjang. “Sudah kubilang. Kau belum kuat betul...” “Lalu, kenapa kakekmu sudah bisa... urrghh...” aku memutuskan untuk kembali rebahan di ranjangku. Sekar lantas menyelimutiku. “Istriku... dia sendirian di rumah...”
Read more

Bab 118: Hati yang Terluka

Wirda Aku marah. Jengkel. Dan entah datangnya dari mana, aku merasa memiliki keinginan untuk membunuh suamiku. Terutama saat ia merasa begitu berjasanya bisa mengajakku liburan ke Puncak dan Bogor. Entah kenapa, ia merasa yang paling benar dengan keputusan tersebut. Aku tidak mau pergi ke sana, karena aku merasa aku tidak butuh pergi liburan saat ini. Mungkin pikiranku sudah kacau. Tapi, pada akhirnya aku tetap pergi liburan. Membiarkan suamiku berlagak menjadi penyelamat bahtera rumahtangga, Saat kami memulai perjalanan aku duduk di jok paling belakang. Beberapa kali aku mendengar ocehan istri dari Lukas dan kerap kali pacarnya Jarwo, yang jujur saja itu terasa sangat menggangguku. Belum lagi tatapan mengawasiku dari Mas Budi sungguh benar-benar mengganggu. Dikirannya aku akan melakukan sesuatu yang tidak tepat apa. Kendati keinginanku untuk menghabisi nyawa suamiku kadang muncul begitu saja, agaknya aku masih punya akal sehat yang menahanku, kendati suara batin Reynaldi kerap mu
Read more

Bab 119: Ingin Kesepakatan!

“Suamimu akan menghalangi kita...” ujar Reynaldi di akhir kalimatnya sebelum ia benar-benar beprisah denganku. “Tapi, aku tidak pernah bisa membunuhnya... aku tidak ingin membunuhnya... aku hanya ingin dia idak memedulikanku...” Ya, aku tidak perlu merisaukan hal lain lagi—seperti aku mesti memaksa cerai darinya. Sungguh, ini keputusan yang tepat, dan rekan kerja suamiku sudah pasti akan menjamin hubungan kami. Sungguh malang dirimu, Mas Budi. Bahkan rekan kerjamu sendiri tidak mampu menghadapi kami. Beberapa hari sebelumnya, di saat malam aku yang hendak berangkat tidur setelah seharian mengurus rumah—dari depan hingga belakang, aku lantas terduduk diam seolah tersadarkan akan sesuatu. Tidak hanya itu, tubuhku pun terasa sakit. Otot-ototku terasa linu, dan semakin lama dari kakiku hingga ke leherku hawa dingin dan beku merambat seolah aku akan terserang hipotermia. Napasku pun mendadak sesak, dan ketika itu pula aku tidak bisa bernapas. Setelah aku berusaha beringsut dari ranjang
Read more

Bab 120: Perundingan di Ruang Batin

“Kesepakatan? Baiklah kesepakatan apa yang kau inginkan?” Kini kami berada di ruang rapat pemerintahan istana tersebut. Semua anggota penting dari kerajaan duduk di sebuah meja panjang—serupa meja bundar yang sering kulihat di ruang-ruang perundingan politik di dunia manusia. Dan kini, aku masih merasa sedikit kagum akan keberanian perempuan ini. Jelas saja, yang membuatnya penuh percaya diri adalah karena Sekar memiliki kemampuan yang sangat berbahaya. Itu sebabnya gandarawa-gandarawa ini sangat hati-hati berhadapan dengannya. Sebentar, Sekar kembali menatapku lagi yang kini telah duduk di samping Raja Gandarakala, juga telah mengenakan gaun indah layaknya seorang ratu pada umumnya. “Wirda... apa kau masih mencintai Budiman?” Aku terdiam sesaat. Mencoba menerawang diriku sendiri. Apakah iya? Apakah mantera itu sudah mempengaruhiku hingga aku tak lagi memiliki perasaan khusus padanya? Dan kini yang tersisa hanyalah moralku sebagai manusia saja—yang mana berhasil membuatku menahan
Read more

Bab 121: Pertanyaan yang Menohok

Semua gandarawa yang duduk di kursi dewan itu tampak saling berpandangan tatkala Sekar mengutarakan usulan yang sangat mengejutkan. Terlebih Ki Subadra dan Raja Gandarakala. Ia tak percaya ada manusia begitu lugas dan terlalu rasional dalam menentukan polemik yang pelik. “Aku tak percaya itu keluar dari mulut seorang perempuan... biasanya ide-ide seperti ini hanya muncul dari orang-orang yang progresif dan memandang sesuatu denan sudut pandang yang terlalu realistis,” ujar Ki Subadra yang sedari tadi selalu duduk di samping Sekar. Kini lelaki tua itu menampilkan sikap sedikt hormat kepada Sekar seraya mengelus-elus janggut panjang putihnya yang sudah sangat panjang. “Bagaimana? Terutama Anda, wahai Raja Gandarakala... apakah ide ini sangat mencemarkan kalian? Kalau kau merasa lebih memilih harga dirimu ketimbang keberlangsungan bangsamu... sudah dapat dipastikan... kendati kau mengawini seribu Ratu Ayu Wirdasari pun, peperangan antara bangsa kalian dan bangsa peri—yang pastinya sang
Read more
PREV
1
...
101112131415
DMCA.com Protection Status