Home / Thriller / Digoda Suami Gaib / Chapter 101 - Chapter 110

All Chapters of Digoda Suami Gaib: Chapter 101 - Chapter 110

149 Chapters

Bab 102: Saran Orang Pintar

Bab 68 “Aku tidak apa-apa,” kata Wirda yang lantas pulih dari pingsannya sesaat. Tampak istri dari Lukas memapahnya untuk kembali ke mobil. Kami, para pria membiarkan perempuan-perempuan berjalan lebih dulu ke mobil, karena agaknya Jarwo dan Lukas pun menyadari suatu perbedaan pada sikapku. Ya, pasalnya setelah Wirda ditemukan tak sadarkan diri, kedua kawan lamaku itu tampak melihatku melamun. “Apa aku benar-benar sudah tak waras?” gumamku sembari dipapah pula oleh Lukas dan Jarwo. “Kau lihat apa, Bud?” “Aku merasa aku akan menggila,” kataku lemah. “Jangan bicara begitu,” ujar Lukas tampak menenangkan. “Kau sama sekali tidak gila atau menderita semacam penyakit mental. Kami percaya bahwa istrimu memang membutuhkan perawatan intensif... kau bilang, kau telah membawa istrimu ke dokter beberapa kali tapi apa ada hasilnya?” Aku menggeleng. “Dia tidak mau diajak ke rumah sakit pastinya,” ujar Jarwo menanggapi ujaran Lukas. “Kita benar-benar harus membawa istrimu ke suatu tempat, Bu
Read more

Bab 103: Ilusi Gairah

“Apa yang kamu gumamkan?” kataku memberanikan diri bertanya pada istriku sendiri. Yang membuatku bergidik adalah, istriku ini lantas menyunggingkan senyuman misterius, setelah sejak beberapa hari ini dia selalu murung dan menunjukkan paras yang kecut di hadapanku. Apa sebabnya? Aku pun tak tahu. Yang pasti, Wirda terus menyeringai, dan perlahan tangannya meraih daging sapi merah yang belum dibakar, lalu ia memakannya secara mentah di hadapanku. Hal itu ia lakukan secara cepat, dan kawan-kawan kami pun tidak melihatnya karena terlalu sibuk dengan kegiatan mereka sendiri. Saat Wirda melakukan hal itu di hadapanku, dengan jelas bisa kulihat darah segar masih tersisa di sudut bibirnya. Sebelum akhirnya jari terlunjuk Wirda lantas menyekanya, dan mengemutnya dengan tatapan erotis padaku. “Apa yang sebenarnya kau lakukan?” “Tidak ada.” Wirda masih tersenyum menyeringai. Yang kuragukan adalah, keanehan yang serasa disengaja ini menyiratkan bahwa mahluk yang semula mengendalikan Wirda,
Read more

Bab 104: Harapan Seorang Peri

Keringat dingin bercucuran dari sekujur tubuhku. Aku tengkurap sepert orang bodoh di lantai kamar, tepat di depan bibir pintu. Dan sama sekali aku tidak melihat Wirda sedang disetubuhi oleh mahluk genderuwo, apalagi datang sosok Dokter Rizal, yang wajahnya sudah habis kupukuli sejak mereka terpergok bercinta di kamar. Hal itu pula yang membuat hubungan kami semakin memburuk. “Wirda...” gumamku. Napasku terasa sesak. “Wirda...” Aku merangkak menunju ranjang. “Kupikir kau masih menonton.” “Hah?” “Kupikir kau masih menonton...” kataku. Kulihat Wirda mengernyitkan keningnya. “Apa maksudmu, Mas?” “Aku menunggumu di ruang tengah. Tadi, kau sedang menonton TV jelek itu, kan? Aku menunggumu di sofa sampai tertidur... dan aku...” kataku agak tergeragap. Aku pun masih berusaha mengatur napasku. “Dan aku bermimpi kau... ah... sudahlah...” “Kau mengigau? Atau penyakit tidur jalanku menular padamu?” Aku terkekeh mendengar istriku seolah sedang berseloroh. “Tidak... tentu tidak.” “Kau j
Read more

Bab 105: Hasrat dan Cinta Peri

“Apa yang kau lakukan di sini?!” pekikku pada Kinanti yang tampak masih berada di sampingku. Bisa-bisanya perempuan ini menyamar menjadi istriku, lalu menunjukkan senyum liarnya—yang amat kutahu—bertujuan untuk menggodaku. “Kau tidak akan bisa menggodaku, Kinanti,” bisikku. Kinanti masih tetap menatapku dengan pandangan me “Kau tidak akan percaya bila aku bilang istrimu sudah tidak berada di sini lagi, kan?” “Kau bicara apa... jelas-jelas...” “Itu hanya raga saja. Tidak dengan jiwanya. Oleh karena itu, adalah sia-sia kau mencari cara untuk mengembalikan kepribadian istrimu seperti sedia kala. Tidak ada yang bisa kau lakukan kecuali kau memiliki kemampuan untuk bernegosiasi dengan mahluk itu. Tapi, percayalah, kalian tidak akan mendapatkan apapun,” sergah Kinanti. Aku sedikit menggeram padanya, karena ia sama saja merendahkan dan melemahkan semangatku. “Sejak lama aku tahu bahwa kau kehadiranmu di sini hanya untuk melemahkanku. Kau tidak ingin aku bisa bahagia dengan Wirda. Alang
Read more

Bab 106: Kenikmatan Kawin dengan Peri

Mataku terpana bukan main tatkala melihat tubuh Kinanti yang begitu mulus tanpa cela itu lantas memelorotkan celanaku begitu saja. Ia menyadari sesuatu memberontak dari dalam sana. Katanya, ia akan melepaskan kepenatan dan pengapan dalam ruang sempit tersebut. Ia akan membuat aku melayang, bersama burungku yang mengepak dengan tak sabaran menuju sarang senggama jin perempuan ini. “Hanya akulah yang akan membuatmu mabuk kepayang... hanya akulah yang sangat menginginkanmu, Budiman,” kata Kinanti dengan nada sensual. Bersama itu pula, tangannya yang terasa amat lembut itu lantas merayap ke dua pahaku dengan sangat lembut dan perlahannya. Semakin lama, jemarinya merayap makin ke atas. “Kinanti.... urrghhh... “ “Kenapa? Kau sudah tak tahan. Sudah cukup lama pejuhmu tidak kau keluarkan,” katanya tanpa merasa bersalah. Ia malah tersenyum menggoda dan malah mencium permukaan pahaku. Tak lama pula, aku yang mulai merem-melek merasakan bibirnya menejalajahi selangkanganku, kemudian meranjak
Read more

Bab 107: Dihadang Mahluk Hitam

Pagi itu, aku merasakan pusing yang luar biasa, setelah semalaman kami bercinta. Tepatnya, aku bercinta dengan jin perempuan itu. Semalam, aku seolah pejantan tangguh yang selalu diharapkan oleh banyak perempuan. Bertahan lama dalam variasi-variasi permainan yang tak pernah kulakukan saat bersama Wirda. Entah kenapa pula, aku begitu lihai sekali malam tadi, dan Kinanti pun terlihat sangat ketagihan saat kami larut dalam nikmatnya senggama. “Apa yang terjadi?” tiba-tiba Wirda sudah di bibir pintu kamar tamu, tempat di mana aku tidur semalaman. “Apa kau begadang, Mas?” “Y-Ya...” jawabku seadanya. Aku tak mungkin jujur berkata bahwa aku bercinta dengan jin semalaman. “Aku sudah membuatkan sarapan. Bangunlah,” kata Wirda tampak kecut, dan sama sekali tidak ada ramah-ramahnya kepada suami. “Apa Mas Budi tidak kerja?” Saat aku melihat jam, rupanya waktu sudah menunjuk pukul setengah sepuluh. Tentu saja aku tidak bisa datang ke kantor karena percuma saja. Tiba di kantor akan membutuhka
Read more

Bab 108: Meragasukma

Tak pernah kusangka bila bayangan hitam besar itu benar-benar berjejer di hadapan kami. Seperti yang dikatakan oleh Sekar, mengenai alasan mobil kami terhentu, bukan karena mesin mobil ngadat, akan tetapi karena halangan mahluk-mahluk raksasa hitam yang menyeramkan itu. Dari dalam mobil, bisa kulihat dengan jelas pandangan matanya yang tajam, serta kedua bola matanya yang memerah. Mereka seperti monster-monster yang sering kulihat dalam sebuah halaman komik juga kartun-kartun Amerika. “Berdoalah,” kata Sekar. Mendengar perempuan itu berkata demikian, aku lantas terhenyak dalam beberapa saat. Bersama itu pula aku menatap wajahnya yang kini tampak pucat. “Kenapa?" Tanya Sekar lagi. Aku menggeleng. Kami sempat sunyi dalam beberapa saat, sementara raksasa-raksasa yang terlihat tidak terlalu jelas di penglihatanku itu masih menghalangi laju mobil kami. Membuat kendaraan yang kubawa itu terdiam sesaat di tengah jalan yang luar biasa sunyi, sementara di sekeliling kami hanyalah perkebu
Read more

Bab 109: Pergi ke Dimensi Lain Lagi

“Kau membiarkan cucuku melintasi dimensi lain?” kata Dokter Barata sedikit menginterogasiku. Suaranya tidak tinggi, tapi cukup intimidatif. Belum lagi tatapannya yang tajam padaku. Aku memaklumi mengapa lelaki paruh baya ini begitu mencemaskan Sekar. Aku juga bisa merasakannya, karena sampai saat ini, aku merasakan hal yang sama dengannya ketika melihat istriku semakin memburuk. “Kami... kami tidak memiliki cara lain untuk menghadapi mahluk-mahluk yang menghalangi jalan kami.” Dokter Barata tampak menggelengkan kepala. Aku tahu, ia pasti amat kecewa padaku karena sudah membuat cucunya berada dalam keadaan yang mencemaskan. Oleh karena itu, aku segera meminta maaf darinya. “Ini bukan salahnya, Kek,” kata Sekar tiba-tiba sudah muncul di hadapan kami. Ia tampak sudah mengenakan piyama tidur. Tak hanya itu, Sekar bahkan sudah datang dengan nampan berisi teh hangat untukku dan kakeknya. “Aku harus melakukannya, karena bila tidak begitu, kakek pun tidak akan mampu melakukannya. Mereka su
Read more

Bab 110: Ujian Lorong Gaib

Saat cahaya itu datang, seluruh tubuhku terasa melayang. Seberapa kalipun kuingin menapak pijakan, aku tak menemukannya; seolah aku jatuh dari pesawat dan tak ada daratan di bawahku, atau tenggelam di lautan tak berdasar—yang mana aku terus mengambang dan kakiku harus bergerak jika ingin selamat. Tapi, aku tetap tak menemukan apapun selain kedua mataku kemudian silau dan aku tak bisa melihat apa-apa lagi saking cahaya itu menguasai kedua mataku. Semua terasa hampa. Namun aku merasakan ketenangan selarut-larut datang mengintaiku, kendati sayangnya perasaan tersebut tidak bertahan lama, karena selanjutnya tiba-tiba aku sudah berada di sebuah lorong yang sangat panjang. Kupikir, itu seperti lorong rumah sakit, di mana setiap dindingnya terdapat kaca dan pintu. “Ikut denganku,” kata Dokter Barata tiba-tiba datang dari arah belakangku dan berhasil mengejutkanku. “Anda membuat saya ketakutan.” “Semua orang selalu berkata demikian, dan itu bukan masalah besar.” “Bagaimana bila aku jant
Read more

Bab 111: Fakta Sang Dokter

“Jangan lihat! Aku bilang jangan lihat!” pekik Dokter Barata. Lelaki itu terus menutup mataku dan mendekapku erat agar aku tidak tertarik dalam suasana penuh berahi dan amat menjerumuskan. Pasalnya, memang aku hampir saja lepas kendali dan mulai memberontak dari pegangan Dokter Barata demi memenuhi nafsuku: pergi menuju suara desahan dan lenguhan. “Ingat Budiman! Mereka akan menjerumuskan kita! Kita akan tertahan di sini selamanya! Apa kau mau?! Kau mau mati di sini?!” “Tapi...uhhh...” Kurasakan keringat dingin mengalir keluar dari tubuhku. Beberapa kali tangan dokter itu kupaksa untuk tak menutupi pandanganku lagi, aku bisa melihat tubuh-tubuh perempuan seksi telanjang itu berseliweran di sekitarku. Mereka seperti model-model majalah dewasa dengan pakaian yang amat minim bahkan beberapa di antara mereka tidak mengenakan sama sekali. Beberapa dari mereka berupaya pula menarikku, agar aku masuk ke ruangan tersebut. Agar aku bisa diam di sana dan menikmati segala yang dianggap surg
Read more
PREV
1
...
910111213
...
15
DMCA.com Protection Status