Home / Romansa / DOSA TERINDAH / Chapter 371 - Chapter 380

All Chapters of DOSA TERINDAH: Chapter 371 - Chapter 380

476 Chapters

Bab 88

Kehadiran Kak Dian dan keluarganya sebelum berangkat ke Singapura membuat rumah menjadi ramai dan hangat. Satu hal yang paling kusukai dari Kak Dian dan Ivan adalah cara mereka memperlakukan ibuku. Kedua kakak beradik yatim piatu itu seolah berebutan untuk mendapatkan kasih sayang ibu, hal yang membuat ibuku juga enggan buru-buru kembali pulang ke rumahnya. Sayangnya, di malam harinya kami harus berbincang serius tentang kasus yang sedang dilaporkan Ivan, tentang Candra adik bungsuku yang namanya berada di antara deretan nama terlapor. Beruntung ibu bisa menanggapinya dengan bijak saat Ivan berlutut dan meminta maaf padanya atas kasus yang bergulir. “Ibu tau Nak Ivan sedang menuntut keadilan, tapi Ibu juga tau bagaimana anak-anak Ibu. Kalo memang Candra bersalah, dia pantas menerima hukuman, tapi kalo memang dia hanya korban, Ibu harap Nak Ivan bisa ketemu dalang yang sebenarnya.” Ya, karena aku dan Ivan sudah memberi pemahaman pada ibu bahwa ada kemungkinan adik bungsuku itu dimani
last updateLast Updated : 2023-07-01
Read more

Bab 89

“Seandainya ....” Aku tak meneruskan kalimatku ketika kulihat ia menghela napas panjang. Detik berikutnya, dia sudah membingkai wajahku dengan kedua tangannya. “Jangan berandai-andai, Aya. Jangan menyakiti dirimu sendiri. Mungkin ada banyak hal yang kusesali di masa laluku, tetapi satu hal yang tak pernah kusesali adalah aku memperjuangkan dan memilikimu. Cukup!” Aku mencium telapak tangannya yang membingkai wajahku. “Aku pun sama. Banyak sesal di masa lalu, tapi cukup dengan kamu, sesal itu seketika sirna oleh bahagia.” “Dan itu tujuan hidupku, Aya. Bikin kamu bahagia.” Aku memeluknya erat. Memeluk lelaki yang membuatku bahagia ini. Dulu ... aku pernah mendamba bahagia dari seseorang, bertahun-tahun bertahan dan mendamba bahagia tapi ternyata yang tercipta adalah luka. Lalu lelaki dalam pelukan ini datang dan perlahan menghadirkan rasa hingga bahagia yang dulu kukira mustahil kini terasa nyata. Seharusnya aku memang tak berandai-andai, atau bahkan seharusnya aku berterima kasih
last updateLast Updated : 2023-07-01
Read more

Bab 90

Pulau yang indah, laut yang memukau, dan sosok yang tercinta membuatku merasa sedang berada di surga. Pagi hari akan selalu mengukir cerita romantis kami. Aku yang sudah terbiasa bangun lebih pagi selalu menyempatkan membuka pintu lalu menikmati sunrise dari balkon kamar.Seperti pagi ini, entah sudah pagi yang keberapa aku terbangun di kamar resort mewah di pulau impian, membuka pintu lalu tersenyum menyapa semesta, menanti sunrise di sana yang selalu menghadirkan rasa bahagia. Meski selama beberapa hari ini pula tubuhku kadang terasa remuk oleh perlakuan suamiku. Tumpukan lingerie yang akhirnya berjejer rapi di dalam lemari kamar resort seolah sudah dihitung dengan cermat olehnya, yang akhirnya memang menjadi pakaian wajibku selama berada di dalam kamar.Aku masih merenggangkan otot ketika merasakan pelukan di pinggangku dari sentuhan yang sudah sangat kuhapal.“Morniiing, Sayang.” Suara bariton itu merasuk ke telinga, sementara pria yang memelukku dari belakang itu meletakkan dagun
last updateLast Updated : 2023-07-02
Read more

Bab 91

Bagai gerakan slow motion, aku menanti lelaki yang hanya memakai boxer di hadapanku berbicara. Ponsel yang kuberikan tadi sudah dalam genggamannya. Dan di seberang sana aku yakin ada yang juga sudah menunggunya bicara. Akan tetapi, Ivan hanya menatap lurus ke mataku seolah sedang mencari sesuatu di sana, atau mungkin dia sedang berusaha membaca pikiranku seperti yang selalu berhasil dilakukannya.Hingga hal yang tak kusangka-sangka dilakukannya. Ivan meletakkan ponselku menempel di telinga. “Maaf Tari, apa pun tentang Wira tolong sampaikan ke Kak Dian. Dia ada di sana untuk Wira. Aku ... sedang tak bisa diganggu.”Aku terpana ketika pria itu mengembalikan ponsel ke tanganku.“Hey! Kok jadi patung?” godanya.“Itu tadi ....” Aku tak bisa meneruskan kalimatku.“Nggak ada yang perlu dikhawatirkan, Aya. Ada Kak Dian di sana. Itu udah lebih dari aku berada di sana, karena Kak Dian nggak akan canggung selalu ada di dekat Tari, sementara kalo aku yang ada di sana pasti akan terasa canggung.”
last updateLast Updated : 2023-07-03
Read more

Bab 92

Sesuai jadwal, kami kembali ke tanah air setelah seminggu berlibur. Kembali bersandar di pundak kokoh yang menenangkan itu sepanjang perjalanan menuju bandar udara Male untuk bertolak ke Jakarta. Tak seperti saat berangkat seminggu yang lalu di mana Ivan yang sibuk menyusun isi koper, maka kali ini akulah yang menyusun barang bawaan kami. Terutama koper yang berisi oleh-oleh pesanan Kak Dian. Berbagai benda-benda unik yang diminta Kak Dian.Ada botol berisi miniatur kapal khas Maldives, kalung dan gelang kerajinan warga lokal, tak ketinggalan berlembar-lembar baju kaos bergambarkan keindahan pulai itu. Bahkan di akhir video call kami kemarin, Kak Dian masih memintaku membelikan tikar anyaman khas Maldives untuknya. Lalu saat Ivan memprotes barang-barang titipan Kak Dian, ia kalah telak oleh jawaban Kak Dian.“Hehh! Liburan ke sana itu impianku, Bro. Gara-gara urusan anakmu ini aku ngalah dan milih ke Singapura.”Kalimat Kak Dian yang membuat Ivan akhirnya memenuhi apa saja yang diingi
last updateLast Updated : 2023-07-04
Read more

Bab 93

Tadinya kupikir akan ada kecanggungan bahkan mungkin tremorku akan kembali kumat ketika berhadapan dengan Mas Adam, tetapi situasi rupanya sedang berpihak padaku. Karena setelah Ivan mulai melajukan mobilnya meninggalkan rumah Mama Indah, Mas Adam pun terlihat sibuk menerima panggilan telepon sehingga akhirnya mengabaikanku.Mama Indah kembali menyambut dengan senyumnya yang masih tergambar duka saat aku kembali masuk. Aku berhenti sejenak ketika wanita di kursi roda itu kembali memanggil lembut namaku. Suara lembut yang menggambarkan dengan jelas rasa sayangnya padaku. Lalu saat berdiri di teras, kursi yang ada di sana mengingatkanku saat-saat Pak Lukman dan Mas Adam bermain catur di sana.Di teras ini banyak kenangan, suka maupun duka.Di sini aku pernah menerima banyak wejangan hidup dari Pak Lukman, sahabat ayahku sekaligus mertuaku saat itu. Di sini pula aku pernah mencuri dengar bagaimana Mas Adam memuji wanita lain secara tidak langsung di depan ayahnya. Berada di rumah ini mem
last updateLast Updated : 2023-07-05
Read more

Bab 94

“Jangan mengharapkan Aya lagi, Ma. Sampai kapan pun Aya akan selalu sayang sama Mama, tapi keadaannya udah nggak bisa kayak dulu. Karena kalo masih ada harap di hati Mama, itu akan nyakitin Nindya.”Dalam perjalanan pulang dari rumah Mama Indah setelah Ivan datang menjemputku beberapa jam kemudian, percakapanku dengan Mama Indah tadi melintas kembali di kepalaku. Saat Nindya sedang tak ada di dekat kami, aku meminta dan meyakinkan Mama Indah bahwa wanita itu harus mengubah cara pandangnya, terutama mengubah doa-doanya.“Adam nggak bahagia, Aya. Dia kayaknya nyesal kalian bercerai.” Selalu seperti itu alasan yang kuterima, baik dari Mas Adam maupun dari Mama Indah.“Dulu sama Aya pun Mas Adam nggak bahagia, Ma. Tapi Aya udah nggak mau bahas itu. Aya sekarang udah punya keluarga, udah punya anak, tolong jangan pernah hubungkan Aya lagi dengan masa lalu. Kalo Mama ngerasa Mas Adam nggak bahagia, mungkin Mama perlu membantunya dengan doa, bukan kah doa seorang ibu itu doa yang nggak akan
last updateLast Updated : 2023-07-06
Read more

Bab 94

“Mbak, ini bajunya emang yang ginian semua?” Bik Jum memperlihatkan tumpukan lingerie dari keranjang baju kotor.“Eh! Ehm ... iya, Bik.” Aku menjawab grogi. Tumpukan pakaian kotor di sana memang lebih banyak berisi lembaran-lembaran pakaian kurang bahan itu.“Oh, kirain saya yang salah, Mbak. Takut koper Mbak Aya ketuker sama punya orang lain.”Aku menelan ludah. “Ng-nggak, Bi. Itu emang punya saya.”Tumpukan lingerie ini memanglah jadi hal memalukan. Tadinya aku memang berencana akan mencucinya sendiri atau menitip ke jasa laundry luaran. Entah kenapa tumpukan pakaian tipis itu sudah ada di keranjang pakaian kotor.“Ada apa, Bi?” Pria penyebab rasa maluku itu datang merangkul pundakku, lalu bertanya pada Bik Jum.“Nggak apa, Pak. Saya tadi nanyain baju-baju ini, takutnya bukan punya Mbak Aya.”Bik Jum, wanita paruh baya yang sudah menemani Ivan sejak ia masih tinggal sendirian di rumah ini, yang kadang memanggil Pak Ivan lalu sering pula menyebut Mas Ivan.“Soalnya tadi heran, baju r
last updateLast Updated : 2023-07-07
Read more

Bab 95

Bik Jum hari ini benar-benar menyamar menjadi majikan. Karena setelah beberapa kali kembali nongol di dapur karena mendengar hebohnya kami, Ivan kembali mengusirnya ke ruang tengah. Dia hanya mengizinkan Kia yang sesekali berlari ke arahnya, mencium pipiku atau ayahnya lalu kembali ke ruang tengah yang sudah dipenuhi jejeran mainannya.Bik Jum baru kembali ke dapur setelah aku meminta bantuan menyusun menu.“Ini belum, Ay?” Ivan bertanya ketika aku masih mengaduk sup jagung, menu yang khusus kubuat untuk putriku.“Dikit lagi, Pi. Ini makanan kesukaan Kia, jadi tadi emang sengaja bikinnya agak banyak, bisa buat dessert juga sekalian,” jawabku.Ivan menghampiri, lalu tanpa rasa canggung memeluk pinggangku dari belakang. Aku yang masih berada di depan kompor mengaduk sup membiarkannya. Dari ekor mata, kulihat Bik Jum melihat ke arah kami sejenak, lalu menggeleng-gelengkan kepala. Hal yang tak biasa tentu saja melihat majikannya seintim ini di area dapur.“Udah selesai,” gumamku ketika me
last updateLast Updated : 2023-07-08
Read more

Bab 96

“Kak Aya mau ke mana?” Candra – adik bungsuku datang saat aku tengah memanaskan mesin mobil siap berangkat.Sejak kepulangannya, aku belum berbicara banyak pada adikku itu karena Candra terlihat sibuk mengurus banyak hal. Selain itu, dia juga membantu kembarannya mengurus kepindahannya kembali ke Jakarta. Profesi Cindar sebagai guru memang membuatnya harus bertugas jauh di luar kota, namun belakangan kudengar Cindar mengajukan permintaan untuk mutasi kembali ke kota ini.“Tadi janjian sama papinya Kia, Dek. Mau ke ....” aku menghentikan bicara.Dulu, Candra adalah orang yang paling marah saat mengetahui ada masa lalu Ivan yang datang di tengah kebahagiaan kami. Dulu, adikku itu pernah mengajakku bicara empat mata untuk menanyakan bagaimana sikapku akan keberadaan Wira yang tiba-tiba saja hadir sebagai darah daging suamiku. Candra, adik bungsuku yang kini sudah dewasa, adik bungsuku yang waktu itu berani mengambil keputusan besar dengan menikahkanku padahal Ivan belum mengantongi rest
last updateLast Updated : 2023-07-09
Read more
PREV
1
...
3637383940
...
48
DMCA.com Protection Status