Home / Romansa / DOSA TERINDAH / Chapter 321 - Chapter 330

All Chapters of DOSA TERINDAH: Chapter 321 - Chapter 330

476 Chapters

Bab 38

Ivan sudah beranjak melangkah menjauh dan mengakhiri obrolan kami, tetapi bagiku masih ada yang menggantung. Dengannya aku bisa bermanja, dengannya tak pernah sedikit pun aku ragu mengatakan inginku.“Aku maunya manggil Kak Ivan juga.”Langkahnya terhenti. Dia menoleh dan menatapku kembali.“Aku selalu iri dengar cara dia manggil kamu.”Lelaki itu kembali melangkah mendekatiku.“Kamu ini ... kenapa seimut ini sih, Aya?” kekehnya.Bahkan di saat aku merasa senorak ini, dia masih menganggap itu imut? Kenapa dia semenyenangkan ini, ya Allah!“Boleh kan manggil Kak Ivan juga.” Kurasa aku semakin norak. Ia mengangguk berkali-kali dengan tawa yang semakin berderai-derai.“Siapkan koper satu lagi, Ay,” pintanya setelah tawanya reda.“Untuk apa?”“Kamu ikut ke Makassar. Aku nggak akan bisa konsentrasi bekerja di sana kalo ingat wajah imutmu ini.” Dia mencubit pipiku dengan lembut.“Kia gimana?”“Biar dengan Mbak nya aja. Mulai sekarang kita harus membiasakan dia sesekali ditinggal maminya. Ku
last updateLast Updated : 2023-05-18
Read more

Bab 39

Sepertinya tak ada yang perlu kukhawatirkan tentang keberadaan Tari. Selama tiga hari menemani Ivan di Kota Makassar, aku bisa melihat interaksi suamiku dengan wanita yang pernah memiliki cerita kelam dengan Ivan itu benar-benar hanya sebatas perkerjaan.Aku yang selalu ada di samping Ivan sesekali menjadi sasaran kerlingan mata nakalnya mengejek ketika Tari memangglnya dengan panggilan “Kak Ivan” seperti biasa. Ia tahu persis aku tak suka mendengarnya, tapi lelaki itu justru sengaja melirik nakal ketika melihatku cemberut. Lalu saat kami berdua sudah kembali ke kamar hotel di mana kami menginap, ia akan menggodaku sampai puas.“Untung saja kamu ikut, Aya,” ucapnya menjatuhkan diri di ranjang berukuran king size setelah puas menggodaku karena aku kembali memprotes cara Tari memanggilnya. Karena menurutku untuk urusan pekerjaan, seharusnya Tari memanggilnya dengan sebutan yang lebih hormat. Pak Ivan misalnya.“Kenapa emangnya?”Ia memejamkan mata seperti sedang menahan beban berat. “Ka
last updateLast Updated : 2023-05-19
Read more

Bab 40

“Emang pernah jatuh cinta nggak sungguh-sungguh?” Mata usilnya melirik.“Ya, aku pernah jatuh cinta. Tapi tak pernah sedalam ini.”Kali ini kulihat matanya berkabut bening.“Betapa beuntungnya aku memilikimu, Aya. Kurasa hal terbaik yang pernah kulakukan dalam hidupku adalah merebutmu dari Adam.”***“Hati-hati di jalan, Sayang. Dua atau tiga hari lagi aku nyusul.”Aku harus pulang lebih dulu ke Jakarta pagi ini. Semalam ibuku menelpon dan memintaku pulang. Aku tak menanyakan dengan detail mengapa ibu tiba-tiba memintaku untuk pulang, tapi aku tahu ibu tak akan pernah melakukannya jika memang keadaannya tak mendesak. Satu-satunya yang ada di pikiranku adalah, mungkin saja ibu sedang sakit. Apalagi ibu masih memilih tinggal di rumahnya sejak memutuskan pergi dari rumah kami.“Sampaikan salamku pada Ibu, setelah kembali ke Jakarta nanti kita ajak ibu pulang ke rumah,” ucap Ivan lagi masih dengan memeluk pinggangku.“Iya. Doakan ibu baik-baik saja, ya,” pintaku, karena dalam pikrianku da
last updateLast Updated : 2023-05-19
Read more

Bab 41

“Ibu sakit apa?” tanyaku setelah mengucap salam. Cara ibu menelpon lalu menyuruhku pulang kemarin membuatku mengkhawatirkan wanita paruh baya yang memang sudah sepuh itu.Mendapati ibuku sendirian di rumah lama kami, tak kuasa aku menitikkan air mata. Merasa sangat bersalah ketika tak bisa membujuknya pulang, sementara ibu sendiri masih merasa enggan pulang. Pertanyaan Ivan pada Kak Dian waktu itu tentang keberadaan ibuku di rumahnya di awal ia kehilangan ingatannya rupanya cukup membuat ibuku tersinggung.“Ibu di sini aja, Nak. Nggak enak sama suamimu.” Itu alasan yang terus dikatakan ibuku ketika aku membujuknya pulang.Ibuku memang sudah berusia senja, tak jarang sikapnya pun berubah-ubah. Sama seperti ketersimggungannya karena mendengar Ivan menanyakan keberadaan ibu di rumah kami waktu itu. Kusesali diri ini karena lalai, padahal seharusnya kami anak-anaknya lah yang menyesuaikan diri dengan kondisi ibu yang kadang merajuk seperti anak kecil.Yang aku tahu, Kak Dian yang juga san
last updateLast Updated : 2023-05-20
Read more

Bab 42

Aku tahu apa yang ingin ibu katakan dengan senyumnya itu. Sebuah rasa terima kasih padaku karena mau mengabulkan keinginannya untuk menengok Mama Indah. Ibu mungkin tak tahu bahwa sepanjang perjalanan tadi aku sedang berusaha sekuat tenaga untuk menyembunyikan rasa gugupku. Beruntung saat kami tiba di ruang VIP, hanya ada seorang kerabat Mama Indah yang juga mengenalku di sana menunggu pasien. Sementara Mama Indah tak jua membuka matanya sejak aku dan ibu tiba.“Biasanya memang gitu, Mbak. Ibu tidurnya lama kalo udah dikasih obat.” Kerabat Mama Indah menjelaskan padaku. “Sudah gitu Ibu suka ngigau, Mbak,” lanjutnya lagi sambil menatapku ragu.Dan benar saja, selama menunggu Mama Indah bangun, beberapa kami semua mendengar wanita itu mengigau. Beberapa kali pula aku harus menahan tangisku ketika mendengar igauan Mama Indah dalam tidurnya.“Jangan pisah, Nak.”“Minta maaf pada Aya, minta dia kembali.”“Jangan tinggalin Adam, Aya.”Itu beberapa rentetan kalimat yang terucap dalam tidur M
last updateLast Updated : 2023-05-20
Read more

Bab 43

Detak jantungku berdentum dahsyat seketika, sosok yang berdiri di depanku itu bak malaikat pencabut nyawa bagiku. Mataku memanas tanpa bisa kukendalikan. Ya, rasanya aku ingin sekali menangis dan berteriak sekencangnya agar sosok yang di mataku pergi. Tapi, suara lain dari dalam ruangan menahanku. Suara Mama Indah memanggil putranya.Benda pipih di tanganku pun sudah berhenti berdering, aku baru menyadari niatku keluar dari ruangan tadi adalah untuk menerima panggilan dari suamiku.Dengan lutut yang gemetar aku berjalan melewati Mas Adam yang masih berdiri mematung di sana dengan mata yang kini basah.Jangan pingsan di sini! Meski seluruh tubuhku sedang gemetar hebat berhadapan dengan pria itu. Ada Mama Indah yang akan terluka, juga ibuku yang akan kecewa. Aku kuat! Harus kuat.Beruntung Mas Adam pun menggeser tubuh, apalagi Mama Indah tadi memang mencarinya. Aku tak menoleh lagi ke belakang, tapi masih kudengar suara pria itu di belakangku menyapa Mama Indah juga ibuku. Suaranya masi
last updateLast Updated : 2023-05-22
Read more

Bab 44

(“Kalo gitu ngapain ke sini?”)(“Aku mau bicara, Kak.”)(“Tentang?”)Hening. Aku menunggu pembicaraan mereka dengan hati gelisah.(“Tentang pekerjaan?”) Suara Ivan lagi. Tapi, tak ada jawaban dari Tari yang terdengar olehku. Justru suara Ivan yang kembali terdengar.(“Jangan ngetuk pintu kamarku kalo bukan untuk urusan pekerjaan, Tar. Selesaikan laporan yang kuminta biar kerjaan kita cepat kelar.”)(“Kak!!”)(“Tari ... tolong mengertilah. Jangan bikin semua jadi sulit. Aku butuh bantuan kamu di sini, tapi jangan nyalah artikan ....”)(“Kamu berlebihan, Kak!”) Dalam pendengaranku, suara Tari seperti sedang sangat kesal. Ia memotong kalimat Ivan.(“Jangan panggil Kak lagi, Tar. Kita udah nggak seperti dulu lagi.”)(“Kak Ivan berubah! Apa karena Mbak Aya? Cuma Mbak Aya yang pernah minta aku nggak manggil Kak Ivan.”)Aku menghela napas, mengingat memang pernah meminta wanita itu tak memanggil “Kak Ivan” pada suamiku.(“Padahal itu hanya sebuah panggilan. Panggilan yang sama seperti hubung
last updateLast Updated : 2023-05-22
Read more

Bab 45

Ibuku, Mama Indah dan semua yang ada di ruang rawat menoleh saat aku membuka pintu. Kusunggingkan senyum sebisa mungkin untuk menutupi rasa takut yang baru saja kurasakan di luar saat bertemu mantan suamiku. Satu hal lagi yang kusyukuri dan kuanggap adalah cara Tuhan mengatur jalan hidupku adalah pernikahanku dan Mas Adam tak menghasilkan keturunan. Bisa kubayangkan bagaimana jungkir baliknya aku harus mengatur hati selalu bertemu dengannya untuk urusan anak jika saja kami memilikinya.Meski rasa sakit dalam dadaku masih ada ketika teringat bagaimana dulu aku keguguran dan kehilangan bayiku. Ivan bahkan menjadi salah satu orang yang menagisi kehilanganku waktu itu.“Dari mana, Nak?” Ibuku bertanya.“Papinya Kia nelpon tadi, Bu. Ngabari kerjaannya di sana.” Aku sengaja memilih kalimat yang kurasa sedikit banyak bisa menggambarkan kondisi rumah tanggaku. Meski rasa prihatinku terhadap kondisi Mama Indah sangat besar, tapi aku ingin selalu memberi alarm agar wanita itu tak memikirkan kei
last updateLast Updated : 2023-05-23
Read more

Bab 46

Ibu membalas mengelus tanganku.“Maafin ibu, Nak. Maaf udah nyusahin Aya.”“Ibu nggak pernah nyusahin Aya, Bu. Aya juga minta maaf kalo waktu itu suami Aya udah bikin ibu tersinggung. Kita pulang, ya.”Sayangnya ibuku masih menolak untuk pulang dengan alasan masih ingin berlama-lama di rumah ini, rumah sederhana keluarga kami dulu. Ditemani seorang ART yang memang tinggal di sini dan merawat rumah dan sekarang membantu merawat ibu.***Kondisi perusahaan yang sedang terpuruk seperti yang diceritakan Ivan padaku membuatku hari ini memutuskan mengunjungi kantornya meski Ivan masih berada di Makassar. Sepertinya aku harus ikut terlibat dalam membantunya, di saat beberapa karyawan kepercayaannya berkhianat. Aku berjanji akan membantunya bangkit kembali, menemukan kembali ingatannya dan mengambil kembali apa yang menjadi hak nya. Meski mungkin aku tak memiliki ilmu audit seprofesional Tari, tapi aku akan melakukan apa pun demi membantunya.Beberapa jam berada di sana dan melakukan apa pun
last updateLast Updated : 2023-05-23
Read more

Bab 47

Hampir satu jam perjalanan menuju ke rumah ibu kugunakan untuk beristirahat karena kelelahan setelah aktifitas ‘bikin oleh-oleh buat ibu’ yang tadi benar-benar kami lakukan. Aku benar-benar terlelap di kursi penumpang depan sementara putriku dan pengasuhnya duduk di barisan kursi belakang. Mataku baru membuka ketika merasakan telapak tangan lebar dan hangat mengusap pipiku.“Ay.”“Hmm.”“Ngantuk banget, ya?”Aku mengangguk malas karena kurasa itu adalah pertanyaan yang tak perlu kujawab.“Udah nyampai rumah ibu?” tanyaku ketika merasa kendaraan kami tak bergerak.“Belum. Lagi mampir swalayan mau beli kopi, aku juga ngantuk abis bikin oleh-oleh tadi.”Kalimatnya tak ayal membuat mataku membuka lebih lebar sebagai bentuk protes.“Mau dibeliin apa, Sayang?” tanyanya terkekeh.“Nggak usah.”“Kita nggak bawa apa-apa ke rumah ibu? Kan oleh-olehnya tadi belum bisa—““Papi!!!” pekikku agar ia menghentikan kalimatnya.Ide bikin oleh-oleh tadi memang ide isengku menggodanya, tapi tak kusangka k
last updateLast Updated : 2023-05-24
Read more
PREV
1
...
3132333435
...
48
DMCA.com Protection Status