Home / Romansa / DOSA TERINDAH / Chapter 141 - Chapter 150

All Chapters of DOSA TERINDAH: Chapter 141 - Chapter 150

476 Chapters

Bab 140

Dia masih berbicara beberapa kalimat sebelum akhirnya dia memanggil nama itu.“Ivan Nicholas.”Lalu sesaat kemudian lelaki itu sudah berdiri di sana, di samping Imelda, dengan ekspresi kebingungan. Aku tak tau lagi apa yang terjadi selanjutnya karena aku memilih menunduk dan menatap riak-riak air di kolam renang. Masih terdengar hiruk pikuk di tengah pesta, namun aku memilih berdiri dan menjauh setelah sebelumnya pamit pada teman-temanku dan meminta mereka menyampaikan pada Imelda bahwa aku pamit duluan dengan alasan tak enak badan. Aku masih sempat melihat Ivan tengah mengobrol dengan orangtua Imelda sebelum aku berlalu dari sana.Aku menyusut mata, menyesali kenapa malam ini berada di sini dan memenuhi undangan Imelda. Karena harus menyaksikan hal yang membuat dadaku sesak. Harus kuakui, Ivan memang terlihat sangat cocok dengan Imelda, apalagi orang tua Imelda pun sepertinya sudah kenal baik dengannya. Dan poin pentingnya lagi, Ivan dan Imelda sama-sama masih single. Lalu aku? Aku h
last updateLast Updated : 2022-11-23
Read more

Bab 141

“Van ... kamu nggak pingsan, kan?” tanyaku ketika melihat pria itu tak bergerak, bersandar ke belakang tetap dengan kepala terkulai.Dia menggeleng pelan.“Jangan bikin aku panik dong,” pintaku. “Kita ke dokter, ya,” lanjutku.Dia menggeleng.“Tapi kamu lemas gini, Van.”“Bentar lagi juga sembuh.”“Hah?”“Obatnya udah di depan mata.”“Hah?”“Aku kangen kamu.”Pipiku memanas, bukan hanya karena merasa tersanjung, tapi juga karena merasa malu pada supir taksi yang kini terlihat sedang tersenyum simpul dari pantulan spion kabin.“Adam tugas lagi?” tanyanya dengan mata terpejam.“Iya.”“Ke mana?”“Nggak tau.”Dia menarik napas, matanya masih terpejam.“Naif sekali kamu, Aya. Suamimu bukan sedang bertugas, tapi sedang liburan bareng tim work nya.”“Hah? Liburan? Bareng tim? Bareng Nindya?” Tanpa sadar aku bertanya.“Bareng tim, Aya. Bukan bareng Nindya, tapi juga termasuk Nindya.”Aku terdiam.“Kamu cemburu?”Aku masih terdiam.“Kamu cemburu pada dua pria sekaligus, Aya. Yang mana sebenarn
last updateLast Updated : 2022-11-23
Read more

Bab 142

Ivan sudah tertidur saat aku kembali ke sofa, napasnya naik turun dengan teratur. Dengan gerakan perlahan kuangkat kepalanya untuk menyelipkan bantal di bawahnya. Namun pria itu menggeliat saat aku meletakkan bantal di bawah kepalanya. Matanya membuka, tepat di saat aku menunduk meletakkan bantal di sana. Dadaku berdesir menyadari jarak yang begitu dekat, aku bahkan bisa merasakan panasnya embusan napasnya.“Nginap di sini, ya. Temanin aku,” katanya dengan suara lemah.“Nggak bisa.”“Kalau aku mati gimana?”“Ck! Cuma demam gini udah mikirin mati. Udah makan belum?”“Belum,” jawabnya lemah.“Astaga! Kenapa tadi nggak ngomong. Udah minum obat pula! Mau makan apa aku pesen online aja.”“Mau makan masakan kamu.”“Ha? Ini udah malem.”“Ya udah nggak usah makan kalo gitu.”Aku mencebik kesal. Pria ini sepertinya sengaja mengerjaiku. Sayangnya, aku selalu terhipnotis olehnya, hingga tanpa sadar sudah berada di dapurnya, membuka kulkas dan mengambil beberapa bahan untuk diolah.Dia sudah tert
last updateLast Updated : 2022-11-24
Read more

Bab 143

“Lama nggak ketemu, kamu kangen nggak?”Aku tak menjawabnya, tapi justru balik bertanya. “Kenapa jadi sakit gini? Banyak kerjaan?”“Nggak kuat nahan kangen,” jawabnya.Aduh, hatiku meluap-luap oleh perasaan bahagia. Dia menatapku dengan mata redup.“Nikah yuk, Ay. Nggak sabaran liat kamu tinggal di sini.”Ck! Berlama-lama di sini bisa membuat jantungku copot karena kalimat-kalimat ajaib pria ini. Maka aku memilih berpamitan, meski dia masih terus menahanku. Dengan langkah tertatih dan mimik malas dia mengantarku ke depan pintu.“Udah pesan taksinya?”“Baru mau pesan.” Aku mengutak atik ponselku memesan taksi lewat applikasi online. Dia masih setia berdiri menungguku meski aku sudah menyuruhnya untuk masuk.Dan saat taksinya datang, dia kembali menunduk mendekatkan wajahnya di dekat perutku.“Baik-baik, ya. Jaga ibumu baik-baik,” bisiknya.Aku menelan ludah, entah perasaan apa yang mengusai hatiku kini. Haru, senang, bahagia dan sedih sekaligus.Lalu aku tak dapat lagi mengontrol dirik
last updateLast Updated : 2022-11-24
Read more

Bab 144

Tunggu dulu! Kenapa aku jadi tidur di sofa? Bukannya sebelumnya aku yang tidur di lantai? Tapi kenapa kini posisi kami tertukar. Ivan menggeliat, kulihat keningnya berkilau oleh butir-butir keringat. Demamnya pasti sudah turun karena dia sudah mulai berkeringat. Aku turun dari sofa, berjalan ke arah dapur mengambil segelas air putih.Pria itu sudah duduk dengan senyum dan rambutnya yang acak-acakan ketika aku kembali.“Kenapa tidur di bawah?” tanyaku.“Nggak enak di atas terus, Ay. Sesekali di bawah dong.” Dia mengedipkan mata.Buru-buru kulempar bantal sofa ke arahnya, dan tepat mengenai kepalanya.“Otak isinya kotor mulu!”Dia tertawa.“Kasihan liat kamu meringkuk di bawah, Ay. Makanya kuangkat ke sofa.”“Lancang sekali kamu!”Dia terkekeh. “Nanti ajarin, ya, Ay.”“Ajarin apa?”“Posisi atas bawah.” Dia kembali tertawa, kali ini lebih nyaring. Lalu mengelak saat aku kembali melempar bantal ke arahnya.“Udah berapa cewek yang kamu modusin gini?”“Aku nggak pernah modusin cewek,” jawab
last updateLast Updated : 2022-11-24
Read more

Bab 145

Aku masih memegang nampan berisi bubur ketika bell rumah Ivan berbunyi. Lalu dengan malas-malasan pria itu bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah pintu. Sementara di lantai di atas karpet, beberapa bantal dan selimutnya masih tergeletak acak-acakan, khas pemandangan baru bangun pagi.Dan aku terbelalak saat menyadari siapa yang kemudian muncul di depan pintu.“Kak Dian!” Suara Ivan dan suaraku, sama-sama dengan nada terkejut.Kurasa Kak Dian jauh lebih terkejut dariku karena matanya membulat sempurna dengan mulut terbuka sambil menatap karpet di mana bantal dan selimut berserak acak di sana.“Kalian!!!” Kak Dian terpekik. Sementara pria di hadapannya hanya menggeleng sambil menggaruk-garuk tengkuknya.“Aya menginap di sini?”“Iya, Kak.”“Nggak, Kak.”Oke, dua jawaban yang membuat mata Kak Dian menyipit menatapku dan Ivan bergantian.Aku meletakkan nampan berisi bubur ke atas meja, lalu merapikan selimut dan bantal di karpet.“Ini nggak seperti yang Kak Dian pikirkan,” ucapku. Tapi
last updateLast Updated : 2022-11-24
Read more

Bab 146

Pergi Untuk Kembali Malamnya Mas Adam sama sekali tak keluar dari kamarnya, kamar kami. Padahal aku sengaja menunggunya dengan duduk di sofa depan TV. Masih banyak hal yang ingin kubahas dengannya, termasuk ingin mengajaknya menemui ibuku.“Tidur di kamar, Aya! Jangan tidur di sofa!” Suara tegas itu membuatku terjaga. Rupanya aku tertidur di sofa depan TV karena menunggunya yang tak jua keluar kamar.Aku buru-buru memanggilnya saat kulihat ia sudah kembali berbalik ke arah.“Mas!” panggilku.Dia menoleh.“Boleh bicara sebentar?” Sejujurnya nyaliku tak begitu kuat berbicara pada pria ini, kekerasan verbal yang kualami selama ini sungguh sudah membuat tekanan yang begitu besar tanpa bisa kukendalikan.“Mau ngomong apa?” Dia menaikkan alis.“Aku ... tetap akan mengajukan gugatan.”“Kamu sudah ngomong itu tadi! Ada yang lain?” nada bicaranya mulai meninggi.Susah payah kutekan ketakutanku dan juga rasa mualku.“Bisa temani aku nemuin ibu? Paling tidak ibu tau jika ini sudah menjadi kesep
last updateLast Updated : 2022-11-25
Read more

Bab 147

“Apa yang sedang kamu pertahankan, Mas? Cinta? Kamu nggak pernah mencintaiku. Anak ini? Kamu bahkan tak pernah peduli padanya dan justru masih meragukan kalau dia anakmu. Jadi apa yang sedang kamu pertahankan?”Dia menoleh sesaat sebelum membuka pintu kamarnya.“Harga diri!”Lalu pintunya ditutup dengan kasar, seperti biasanya.Kupejamkan mataku menahan agar air mataku tak lagi tumpah. Tekadku sudah bulat, aku harus meninggalkan rumah ini, dengan atau tanpa izinnya. Aku akan memasukkan gugatan cerai, dengan atau tanpa restu ibu. Karena dia hanya sedang mempertahankan harga dirinya, hal yang sama yang juga akan kupertahankan.”🍁🍁🍁Paginya, Mas Adam hanya diam memperhatikanku membereskan beberapa barang-barangku. Tanpa bertanya, kurasa dia sudah tau jika aku sudah memilih untuk keluar dari rumah ini. Sesekali aku menyusut mata. Hatiku tak sekuat itu, bagaimana pun aku sudah lebih dari tiga tahun tinggal di rumah ini, meski hampir tak pernah ada kehangatan hubungan suami istri yang ku
last updateLast Updated : 2022-11-25
Read more

Bab 148

“Adam sudah berjanji pada ibu akan mempertahankanmu, tapi kenapa sekarang Nak Adam justru mengatakan ini sudah menjadi keputusan kalian berdua?”Aku terkejut. Ini tak seperti perdebatan kami semalam.Lalu hatiku semakin terasa terombang-ambing oleh ketidakpastian ketika Mas Adam berpamitan pulang, dia menarik tanganku lalu kembali mendekapku tanpa bicara. Hanya saja, aku merasa bahunya yang tengah melingkupiku bergerak naik turun. Mas Adam menangis. Aku tau bahunya bergerak naik turun karena tangisan yang disembunyikannya. Dan ini pertama kalinya dia menangis seperti ini, dalam pelukanku, karena kini aku pun membalas memeluknya, meski harus susah payah menahan mual.“Mas.”“Biarkan seperti ini, Aya. Sebentar saja.” Ada nada putus asa dalam kalimatnya.Hatiku berdarah-darah. Sebentar saja. Padahal dia masih berhak memelukku selama yang dia mau, karena aku adalah istrinya.“Kamu kenapa, Mas?” Kuberanikan bertanya.Dia hanya menghela napas kasar, lalu menggeleng.“Aku nggak apa-apa. Aku
last updateLast Updated : 2022-11-26
Read more

Bab 149

“Rumah terasa sepi tanpa kalian.”Tanpa kalian? Apa dia sedang mengakui anaknya?“Aku yakin dia anakku. Pulanglah ke rumah. Kita perbaiki semuanya demi dia.”Telapak tangan yang lebar itu kini mengelus perutku.“Demi dia,” ucapnya lagi.Ada sesak di dada dan tenggorokanku. Meski aku masih merasa mual ketika berada di dekatnya, tapi kelembutannya barusan, usapannya di perutku, pengakuannya pada bayiku, serta matanya yang kini basah sungguh merupakan pemandangan yang membuat hatiku kembali tercabik-cabik.Aku sudah kehilangan semua rasaku padanya, tapi dia datang dengan dirinya yang berbeda, sangat berbeda. Bagiamana aku harus menjawabnya? Tak mudah mengembalikan perasaan yang sudah terkikis habis, tak mudah kembali menyulam hati yang sudah hancur berkeping-keping.Tapi bayangan kekecewaan Ibu, Mama Indah dan juga Pak Lukman, deraian air mata mereka membuat hatiku tak cukup kuat untuk melihat kesedihan itu lebih dalam lagi. Banyak hati yang tersakiti dengan kepergianku, banyak batin yan
last updateLast Updated : 2022-11-26
Read more
PREV
1
...
1314151617
...
48
DMCA.com Protection Status