“Sering gini, Ay?” Kak Dian bertanya saat beberapa petugas medis menanganiku.“Biasanya hanya kram sebentar terus hilang, Kak. Baru kali ini sakit gini.”“Iya. Kamu sampai pucat banget tadi, Ay.”“Makasih, ya, Kak. Udah nolongin tadi.”Kak Dian mengangguk. Sejujurnya aku agak canggung, Kak Dian mau tak mau mengingatkanku pada seseorang.“Suami kamu mana, Ay?”Aku tak menjawab.“Aduh, maaf, ya. Udah lancang nanyanya.”“Nggak apa-apa, Kak,” jawabku, tapi aku memilih tak menjawab pertanyaannya.“Masih sakit?” tanya Kak Dian saat melihatku meringis.Aku mengangguk.“Kak Dian tadi ngapain ke butik?” Pertanyaan yang sedari tadi ingin kutanyakan.Dia menarik napas.“Nggak tau, Ay. Anak itu tiba-tiba saja nelpon aku tadi pagi-pagi buta.”Kak Dian menjeda, aku menunggunya meneruskan kalimat.“Terus dia mohon-mohon minta aku ke rumah kamu.”“Katanya lagi kepikiran kamu.”“Ya mana berani aku ke rumahmu, Ay. Takut dikira ada niat tersembunyi.”“Makanya aku memilih ke butikmu aja.”“Eh, nggak taun
Last Updated : 2022-11-29 Read more