Home / Romansa / DIA AYAHKU / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of DIA AYAHKU: Chapter 61 - Chapter 70

111 Chapters

Part 61

"Kau menungguku?" pria dengan kaos putih, berbalut kemeja kotak-kotak lengan panjang yang tidak dikancing itu bicara asal. Aku memutar bola mata malas, dan tak menjawabnya. "Kau sudah berjanji untuk tak mengacuhkanku!" tuntutnya. Dengan terpaksa aku mengalah dan mengikutinya masuk. Aku juga merasa lelah menegangkan urat leher yang baru saja kuterapi di sumber mata air panas kemarin. "Kau sudah pulang kerja?" aku memberikan daftar menu saat dia duduk dan meletakkan ransel itu di atas meja. "Kau lupa, kalau aku tak punya kantor dan jam kerja? Aku bisa mengerjakan tugasku dimana saja," dia mulai menyulut rokok. Andar memanglah bukan pegawai seperti kami. Dia hanya meneriman pekerjaan dari satu pesanan ke pesanan yang lain. Dengan koneksi dan juga hasil kerja yang memuaskan, tentulah pekerjaan itu dengan mudah dia dapatkan. Belum lagi, waktu dan tempat yang sama sekali tidak mengikat, membuat dia betah dengan profesinya sebagai designer ruangan itu. Tak lama pesanannya datang, aku
Read more

Part 62

Aku kembali mengendalikan kendaraan roda dua berbodi besar ini. Meluncur dengan kecepatan sedikit meninggi dari biasanya. Tak sabar rasanya ingin cepat-cepat sampai ke rumah. Apa lagi kesalahanku kali ini. Paman tak pernah lagi merajuk setelah kedatangan Nenek tempo hari. Setelah tahu sifatnya seperti itu, aku juga tak pernah menggodanya hingga melewati batas. Aku bahkan selalu meminta maaf atas sikapku yang mungkin sedikit nakal telah menggodanya. Paman juga sudah mengampuni saat kemarin aku memberikan kakiku kepadanya. Dia tak marah sama sekali atas sikap kurang sopanku waktu itu. Terlebih lagi, dia bahkan mengajakku berenang bersama di kolam renang air dingin yang letaknya tepat bersebelahan dengan kolam air panas tempat kami tadi. Ayah merasa terhibur saat melihat kami melucur dari atas perosotan itu. Paman sengaja mengambil posisi di depan agar aku saja yang menimpa tubuhnya jika terjatuh. Dan benar saja, begitu dia meluncur kebawah, aku menyusul dan langsung menenggelamkan t
Read more

Part 63

Sudah beberapa hari ini Paman masih saja mendiamkanku. Berbagai macam cara sudah kulakukan untuk mencoba mengajaknya berbicara. Mulai dari mengantar susu panas setiap malam ke kamarnya, bahkan mengelap debu-debu di motornyapun aku rela. Namun hasilnya tetap sama. Dia tetap saja mengabaikanku. Dia bahkan terus menghindari pertemuan kami. Pernah aku berpikir bahwa dia benar-benar bosan dengan kehadiranku dan Ayah. Namun melihat sikapnya yang masih seperti biasa dan masih perhatian terhadap Ayah, membuatku berpikir bahwa ini adalah murni kesalahanku. Ini mungkin rekor terlamanya sama sekali tak berbicara. Biasanya hanya bertahan satu hari saja, begitu aku merengek dan minta dimaafkan. Dia hanya cemberut dan mengomel layaknya Nenek. Namun kali ini keadaanya berbeda. Paman sama sekali tak ingin melihat wajahku. Aku jadi merindukan tatapan yang biasanya tersenyum atau bahkan cemberut sekalipun. Aku benar-benar merindukannya. Aku mencoba mengulik kembali kejadian-kejadian yang mungkin m
Read more

Part 64

Sejak kejadian itu aku tak pernah lagi berhubungan dengan Dara. Dia pun tak lagi datang untuk menggangguku. Lalu dari mana dia mendapatkan uang yang disebutkan Ibu tadi? Atau jangan-jangan, dia kini berhubungan dengan Andar dan meminta uang darinya sebagai bentuk tanggung jawab? Memalukan. Gadis itu benar-benar membuatku muak. Pantas saja pria yang kini menjadi mantan kekasihku itu terus saja datang dan berharap aku akan kembali. Apakah dia berpikir dengan membayar Dara, dia jadi bisa bersikap sesuka hati terhadapku? Tak lama, terdengar suara klakson mobil dari arah pagar. Ibu segera bangkit dan membukakannya dengan lebar. Pintu kaca depan terbuka setengahnya, wanita paruh baya yang masih tampak awet muda itu memandangku dari balik kacamata hitam besarnya tanpa ekspresi.Aku membalas tatapannya dalam diam, kemudian melihatnya berlalu pergi sambil kembali menurunkan kaca mobil. "Apa dia akan memarahi Ibu jika tahu aku ke sini?" tanyaku melihat Ibu yang dari tadi hanya diam. "Dia ba
Read more

Part 65

Aku kembali melajukan kendaraan setelah berpamitan pada Ibu. Sedikitpun tak ada lagi hasrat tuk menemui, bahkan berbicara lagi pada Dara. Cukup sudah, Ibu benar. Aku juga berhak untuk bahagia.Motor berjalan pelan saat masih di kawasan kompleks perumahan Tante Retno. Aku menghentikan laju kendaraan ketika berada di persimpangan. Tante Retno seperti sedang menungguku. Aku membuka helm perlahan. Menanti apa yang ingin dia sampaikan. Tentu bukan tanpa maksud dan tujuan dia menungguku di sini. Dia keluar dari balik kemudi dan mendekatiku. Dibukanya kacamata hitam yang tadi bertengger di hidung mancungnya. Belum terlihat kerutan di wajahnya, mungkin karena sering perawatan dan selalu teratur menjaga makanan. "Bagaimana kabarmu?" dia bertanya dengan suara lugas nan elegan. Tapi kini tak terkesan sinis dan benci melihatku. "Tante mau apa?" aku enggan menjawab pertanyaan basa-basi tersebut. Dia menarik nafas dalam-dalam, seperti ragu-ragu dalam perkataan. Mungkin menurutnya segala sesuat
Read more

Part 66

"Teman Ayah sebentar lagi akan menjemput. Nanti Ayah kenalkan padanya, agar kau tak lagi khawatir.""Siapa, Yah?" tanyaku penasaran. Tak lama bunyi klakson mobil terdengar. Aku membukakan pintu pagar setelah Ayah memberitahukan bahwa itu adalah teman yang dia maksud. Aku menyalami pria yang mungkin seumuran dengan Ayah. Aku tersenyum setelah tahu bahwa dia dan Ayah dulunya bekerja di perusahaan yang sama. Mereka mungkin hanya ingin pergi sebentar untuk mengobrol dan mengahabiskan waktu karena sudah lama tidak saling bertemu. Baru kuingat, bahwa Om Dimas juga pernah hadir menjenguk Ayah di rumah sakit bersama istri dan juga anak-anaknya. Aku jadi sedikit merasa tenang karena Ayah pergi bukan dengan sembarang orang. Aku masuk ke dalam rumah yang masih terlihat rapi. Ayah benar-benar ikut membantu merawat rumah ini meski dengan keterbatasan fisik. Tak ada tanda-tanda bahwa Paman sudah pulang. Mungkin seperti beberapa hari ini, dia sengaja terlambat lagi untuk mengurangi intensitas p
Read more

Part 67

Sungguhlah takdir memang sulit untuk dihindari. Entah sejak kapan, rasa itu mulai tumbuh dan berkembang tanpa disadari. Benarlah apa yang orang-orang katakan. Cinta bisa hadir dengan seiring berjalannya waktu. Dengan, atau tanpa kita sadari. Aku dan Paman terduduk di sofa, dengan tangan dan kaki yang gemetaran. Aku di ujung sini, sementara dia di ujung sana. Kami duduk bersisian sambil menatap lurus ke depan, dengan pipi bersemu merah di masing-masing wajah.Tak ada yang berani menoleh. Mencoba menstabilkan detak jantung yang dari tadi berdentum-dentum kian keras. Teringat saat adegan mengejutkan yang kami lakukan tadi. Paman menarik wajah setelah selesai melakukan aksinya. Perlahan kubuka mata yang tadi sempat terpejam. Menatap lamat-lamat seorang pria berperawakan yang nyaris seperti orang dewasa baru selesai menciumku. Sempat bertanya di dalam hati. Apakah ini bentuk amarah dan sebuah hukuman yang dia tujukan untukku. Lalu seketika, isi kepalaku mulai normal dan kembali dapat be
Read more

Part 68

Suara mobil terdengar di dari halaman depan. Aku dan Paman saling menoleh dari tempat duduk masing-masing. "Ada apa dengan kalian?" Ayah dan Om Dimas sudah berada di hadapan kami. "Kalian bertengkar lagi?" tuduh Ayah. Mataku berkedip, kemudian bangkit dan menyalami Ayah juga Om Dimas. Aku seperti salah tingkah karena tuduhan Ayah. Paman juga melakukan hal yang sama. Mempersilahkan Ayah, dan tamunya untuk segera duduk. "Bikinkan minum," perintah Paman seraya menoleh ke arahku. Gegas aku menuju ke dapur tanpa menyahut. Kenapa hubungan ini terasa begitu canggung. Aku tak lagi bisa bersikap layaknya keponakan nakal seperti biasanya. Aku memanaskan air di dalam panci bertangkai membentuk seperti gayung. Lalu menuangkan ke dalam dua cangkir berisi kantongan teh dengan aroma melati. Tak lama Paman menyusul ke arahku. Debaran di dada kian bergetar. Langkahnya semakin dekat menuju ke arahku. "Wajah mu memerah," ucapnya sambil memandangku. Aku menepuk-nepuk pelan kedua pipiku. Biasanya
Read more

Part 69

"Benar. Ayah lihat pakaianmu juga sudah ketinggalan jaman," Ayah ikut meledekku. Memang benar keadaannya seperti itu. Mana mungkin aku memikirkan lagi hal-hal tidak penting seperti halnya sebuah pakaian. Biaya kuliahku yang cukup menguras tabungan, sudah membuatku kewalahan dalam mengatur keuangan. Ada baiknya tubuhku tak banyak mengalami perubahan. Pakaian-pakaianku yang dulu masih bisa terpakai dan kugunakan. "Sebelum masuk tahun ajaran baru, belilah beberapa potong pakaian dan sebuah tas, ya. Ayah ingin melihat mahasiswi tingkat lima yang Ayah banggakan ini, tampak modis dan sangat cantik!" seru Ayah semakin bersemangat. "Temani Sarah Ya, Yah? Ayah sudah lebih tahu tentang gaya berbusana anak sekarang," rengekku sambil menyeka bulir bening yang tadi sempat menitik. Seketika aku kembali teringat saat dulu Ayah mengajak kami jalan-jalan ke sebuah mall. Aku dan Dara menggandeng tangan Ayah di kiri dan di kanan. Sedangkan Ibu terlihat merajuk karena tak mendapatkan tempat di sampi
Read more

Part 70

"Paman, tidak apa-apa kah membiarkan Ayah larut dalam pekerjaannya seperti itu?" teriakku saat kami kembali berboncengan di atas motor. Dia tak lagi meninggalkanku seperti kemarin-kemarin. Setidaknya sampai liburan semester berakhir. Dia bahkan membiarkan tanganku melingkari pinggangnya untuk berpegangan. "Biarkan saja. Dia terlihat bersemangat," dia juga ikut berteriak. "Apa nanti tidak akan mengganggu kesehatannya?""Ayahmu tak akan kemana-mana. Dia hanya bekerja online dari rumah. Kurasa aku pernah mendengar profesi seperti itu. Semacam ghostwritter pada penulis. Dia hanya akan bekerja dari balik layar, dan akan dibayar mahal untuk itu.""Benarkah? Paman tidak bohong, kan?""Aku sudah melihat riwayat perusahaan itu. Tak ada celah untuk Ayahmu kembali ke sana, sehebat apapun kemampuannya."Ternyata Ayah dan Paman diam-diam sudah merencanakan ini tanpa sepengetahuanku. Mereka hanya takut aku melarang, sebelum semua itu sempat terjadi. Ayah akan kembali menemukan pekerjaannya melal
Read more
PREV
1
...
56789
...
12
DMCA.com Protection Status