"Kau menungguku?" pria dengan kaos putih, berbalut kemeja kotak-kotak lengan panjang yang tidak dikancing itu bicara asal. Aku memutar bola mata malas, dan tak menjawabnya. "Kau sudah berjanji untuk tak mengacuhkanku!" tuntutnya. Dengan terpaksa aku mengalah dan mengikutinya masuk. Aku juga merasa lelah menegangkan urat leher yang baru saja kuterapi di sumber mata air panas kemarin. "Kau sudah pulang kerja?" aku memberikan daftar menu saat dia duduk dan meletakkan ransel itu di atas meja. "Kau lupa, kalau aku tak punya kantor dan jam kerja? Aku bisa mengerjakan tugasku dimana saja," dia mulai menyulut rokok. Andar memanglah bukan pegawai seperti kami. Dia hanya meneriman pekerjaan dari satu pesanan ke pesanan yang lain. Dengan koneksi dan juga hasil kerja yang memuaskan, tentulah pekerjaan itu dengan mudah dia dapatkan. Belum lagi, waktu dan tempat yang sama sekali tidak mengikat, membuat dia betah dengan profesinya sebagai designer ruangan itu. Tak lama pesanannya datang, aku
Read more