“Perempuan hina, perempuan kotor.”“Bukan, aku bukan wanita seperti itu.” Aku duduk menyandarkan tubuhku di dinding kayu tua itu, tanganku ku telungkupkan ke dua Indra pendengaran ku. Menahan suara-suara yang begitu menyakitkan. “Dek, bangun, Dek! Dek Aisyah!”“Astagfirullah,” ucapku ketika membuka mata. Mas Zul tepat berada di pelupuk mataku, wajahnya penuh khawatir dan tangan kanannya mengelap peluhku.“Kamu kenapa, Dek?”Kini justru tangisan yang keluar dari mataku. Entah kenapa masih terasa sakit meskipun aku sudah di alam sadarku. Kenangan masa lalu membuatku terperangkap dengan perasaan tak percaya diri dan selalu menghantui.“Aku wanita hina, Mas. Aku tak pantas kamu miliki,” tangisku kini semakin pecah, hingga nafasku terasa memberat. “Kamu istri, Mas. Kamu wanita baik-baik. Sudah, lupakan mimpi buruknya.” Mas Zul menenggelamkanku ke dalam pelukannya, membuatku sedikit tenang.Aku kini bahkan melupakan rasa marahku, semua melebur begitu saja ketika aku kembali mendapatkan pe
Read more