“Au, panas.” Semua kuah itu tumpah di atas meja, dan mengalir begitu saja hingga mencapai lantai.Aku menoleh ke sumber suara, seorang lelaki berdiri di belakangku, menatapku dengan dua bola mata yang hendak keluar. ‘Ya Allah ya Robbi, apa malaikat maut berupa sepeti ini? Menyeramkan sekali?’ “Zi ....” ucap Om Zuan dengan gemeletuk giginya.“Iya, Om.”“Kamu apakan dapurku? Bukankah aku pernah bilang kalau aku gak suka dapurku kotor?” “Akan saya bersihkan, Om.”“Di mana makan siangku, Zi? Ha?" tanya Om Zuan masih dengan giginya yang saling gemeletuk, terlihat ia beberapa kali membuang nafas kasar.“Maaf, Om. Ini takdir, Om!" Jawabku sambil meringis, tak berani menatap lelaki di depanku."Bukankah semua yang telah terjadi di muka bumi ini adalah kehendak Allah? Sama seperti aku yang tak sengaja menumpahkan kuah ini, itu karena takdir. Om tahan marahnya ya! Zi pernah baca sebuah artikel, tiap kali marah, beberapa sambungan syaraf ke otak itu menegang dan memutus. Itu gak baik Lo, Om.
Read more